Angin segar dalam pidato itu kelihatannya tak sejalan, bahkan terkesan bertentangan semangatnya, dengan peraturan terkait: Permendikbud Nomor 3 sampai dengan 7 Tahun 2020. Ibaratnya, pidato yang disampaikan (Mas) Menteri merupakan semangat perguruan tinggi (PT) masa depan, sebaliknya Permen yang ditetapkan (Bapak) Menteri berhaluan PT konvensional.
Pidato Mendikbud sejalan dengan semangat kerja Presiden Joko Widodo untuk memberi dampak nyata bagi masyarakat. Demikian pula kuatnya warna semangat pendidikan tinggi yang berpusat pada peserta didik dengan pendekatan outcome-based education.
Di sisi lain, Permendikbud terkesan terlalu mengatur dengan ketentuan rinci. Hal ini bertentangan dengan semangat menuju otonomi PT. Permen tersebut juga terkesan masih dijiwai pendekatan input-based education ketimbang outcome-based education.
Bagaimana jika Permendikbud dibuat lebih sederhana, sejalan dengan semangat menuju Kampus Merdeka? Untuk mencapainya dimungkinkan berbagai pilihan. Uraian rinci dilampirkan bagi yang membutuhkan. Demikian pula pembedaan otonomi berdasarkan akreditasi A dan B merupakan hal baik, tetapi itu tidak cukup.
Keberadaan lebih dari 3.000-an PT di Indonesia sangat beragam, terdapat PT yang sudah mampu diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang sebagai PT yang otonomi. Sebaliknya, terdapat PT yang capaiannya masih jauh dari yang diharapkan, bahkan rentan menimbulkan dampak yang tak diinginkan masyarakat.
Sangat beragamnya PT sebaiknya dipertimbangkan dalam menetapkan kebijakan Kampus Merdeka. Misalnya, kelompok PT tertentu diberi tugas dengan anggaran negara untuk mengembangkan kebutuhan masyarakat masa depan. Kelompok PT lain memperoleh otonomi penuh, kelompok berikut otonomi dengan rambu tertentu, dan kelompok terakhir diberi kesempatan memperbaiki diri atau ditutup/izin dicabut.
BS Kusbiantoro
Kecamatan Cicendo, Bandung
Polri dan Interpol
Di halaman Opini Kompas (20/9/2006) saya menulis sebuah artikel berjudul ”Hukum Mati Pengedar Narkoba”.
Di sana saya tulis, ”Citra dan nama baik Polri terangkat dengan keberanian petugas Heri Prastowo yang menghalangi mobil yang membawa 955 kg sabu milik Akuang di Teluk Naga. Ia tak gentar ditabrak sehingga terluka dan menolak disuap Rp 300 juta.”
Kerja sama Polri dan Interpol sangat penting dalam memburu dan menangkap pejabat atau oknum yang kabur ke luar negeri terkait dengan kasus korupsi dan tindak pidana lain.
Perlu juga kita simak berita Kompas (22/1/2020) bahwa sebuah pengadilan di Tiongkok pada Selasa (21/1) memenjarakan mantan Presiden Interpol Meng Hongwei 13,5 tahun dan mendenda 2 juta yuan atau Rp 3,9 miliar. Ia didakwa menerima uang suap lebih dari Rp 28 miliar dan menyalahgunakan jabatan.
Di Tiongkok dan Vietnam, koruptor kelas kakap beberapa orang dihukum mati. Kita tahu bahwa Tiongkok kini merupakan raksasa ekonomi dunia, bahkan membantu pembangunan infrastruktur di puluhan negara di dunia.
Pada saat ini, dari jumlah penduduk di Indonesia yang 265 juta, terdapat 11 persen penduduk miskin. Marilah kita dukung pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua ini meski masih mimpi di siang bolong untuk mewujudkan sila kelima dari ideologi negara kita, Pancasila: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Arifin Pasaribu
Kompleks PTHII, Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara