Fokus Pertumbuhan Investasi
Sebelum krisis moneter melanda 1997-1998, Indonesia sudah menuju ke negara yang mengandalkan industri pengolahan. Sayang, setelah krismon, Indonesia kembali bergantung pada SDA dalam rentang tahun 2007-2013.
Dalam visi ekonomi Indonesia Emas 2045, Presiden Joko Widodo optimis penerimaan produk domestik bruto (PDB) Indonesia bisa tujuh triliun dollar AS.
Dengan PDB 1 triliun dollar AS saat ini, dibutuhkan laju pertumbuhan ekonomi sedikitnya 8 persen per tahun agar target lompatan PDB tujuh kali lipat itu dapat terealisasi dalam 25 tahun. Dengan pertumbuhan ekonomi tinggi dan inklusif, Indonesia akan menjadi negara dengan PDB terbesar kelima dunia dan diharapkan dapat meningkatkan jumlah penduduk berpendapatan menengah hingga 70 persen pada 2045.
Untuk itu, banyak hal harus dibenahi, terutama SDM unggul dan penguasaan inovasi teknologi. Saat ini, perekonomian Indonesia masih bergantung pada sumber daya alam (SDA).
Sebelum krisis moneter melanda 1997-1998, Indonesia sudah menuju ke negara yang mengandalkan industri pengolahan. Ekspornya didominasi industri padat karya (labor intensive manufacturing) seperti tekstil, elektronik dan alas kaki. Sayang, setelah krismon, Indonesia kembali bergantung pada SDA dalam rentang tahun 2007-2013.
Sayang, setelah krismon, Indonesia kembali bergantung pada SDA dalam rentang tahun 2007-2013.
Indonesia harus segera berubah karena sudah tertinggal dari negara kompetitor seperti Thailand, Vietnam dan Malaysia, dan berpotensi dikejar negara medioker macam Sri Lanka dan Bangladesh. Kita bisa belajar dari Korea dan Jepang yang mampu bertransformasi menjadi negara industri maju dengan menguasai iptek dan pembangunan sumber daya manusia.
Perlambatan ekonomi global sangat memukul Neraca Perdagangan Indonesia (NPI). Berdasarkan data BPS, secara kumulatif NPI defisit 8,57 miliar dollar AS (2018) dan minus 3,11 miliar dollar AS (Jan-Nov 2019) setelah sebelumnya surplus 8,78 miliar dollar AS (2016) dan 11,84 miliar dollar AS (2017).
Implikasi sengketa dagang AS-China terhadap sektor industri nonmigas sangat terasa. Pertumbuhan nilai impor nonmigas pada 2018 sebesar 19,71 persen YoY menjadi 158,84 miliar dollar AS di atas pertumbuhan nilai ekspornya 6,25 persen YoY menjadi 162,84 miliar dollar AS.
Baca Juga: Perang Dagang Diharapkan Mereda
Perbaikan signifikan belum terlihat Januari-November 2019, meski nilai impor nonmigas turun 6,21 persen YoY menjadi 136,47 miliar dollar AS nilai ekspornya malah merosot 5,71 persen YoY menjadi 141,67 miliar dollar AS.
Lesunya ekonomi global juga berdampak negatif terhadap fiskal negara. Berdasarkan data Kemenkeu, realisasi pendapatan negara 2019 mencapai Rp 1.957,2 triliun (90,4 persen dari target APBN 2019) meningkat 0,7 persen dari 2018. Adapun realisasi belanja negara mencapai Rp 2.310,2 triliun (93,9 persen dari target APBN 2019) atau tumbuh 4,4 persen dari realisasi 2018. Alhasil, defisit anggaran 2019 mencapai Rp 353 triliun (2,2 persen dari PDB), melebihi dari target APBN 2019 Rp 296 triliun.
Alhasil, defisit anggaran 2019 mencapai Rp 353 triliun (2,2 persen dari PDB), melebihi dari target APBN 2019 Rp 296 triliun.
Iklim investasi
Tantangan terbesar ekonomi Indonesia saat ini adalah perbaikan struktur ekonomi dan pembenahan iklim investasi. Perbaikan struktur ekonomi adalah dari ekspor komoditas bernilai tambah minim seperti minyak sawit (CPO) dan batubara, menuju ekspor produk industri bernilai tambah tinggi. Pembenahan iklim investasi dan bisnis terkait dengan penyederhanaan regulasi tanpa mengorbankan lingkungan.
Meski demikian, kinerja investasi Indonesia sebenarnya tidaklah terlalu buruk dan masih berprospek cerah bila mengacu pada pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang masih di atas pertumbuhan PDB dalam lima tahun terakhir. PMTB Indonesia pada tahun 2014 tercatat 4,45 persen dan meningkat menjadi 6,67 persen pada 2018.
Baca Juga: Menarik Investasi ke Indonesia
Langkah Jokowi menggenjot pembangunan infrastruktur dan pengembangan ekonomi daerah melalui dana desa sudah tepat dan layak diapresiasi. Anggaran infrastruktur pada masa Jokowi-Kalla pada APBN 2016-2020 Rp 269,1 triliun, Rp 379,7 triliun, Rp 394 triliun, Rp 399,7 triliun, dan Rp 423,3 triliun. Anggaran dana desa dan transfer daerah periode 2016-2020 sebesar Rp 710,3 triliun, Rp 742 triliun, Rp 757,8 triliun, Rp 814,4 triliun, dan Rp 856,9 triliun, ternyata berefek positif terhadap peringkat layak investasi Indonesia.
Standard & Poor’s (S&P) menyematkan peringkat layak investasi (Investment Grade) kepada Indonesia. Lembaga pemeringkat kredibel lain seperti Goldman Sachs Group Inc., Moody\'s Investors Service, dan Fitch Ratings juga memberikan penilaian positif.
Jokowi bahkan pernah geram dari 33 relokasi industri dan investasi China, tidak ada satu pun yang ke Indonesia.
Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi per kuartal III-2019 mencapai Rp 205,7 triliun atau meningkat 18,4 persen YoY. Terdiri atas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp 100,7 triliun (naik 18,9 persen YoY) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 105 triliun (meningkat 17,8 persen).
Secara kumulatif Januari-September 2019, realisasi investasi Rp 601,3 triliun atau mencapai 75,9 persen dari target pemerintah Rp 792 triliun, terdiri dari PMDN mencapai Rp 283,5 triliun (naik 17,3 persen YoY) dan PMA Rp 317,8 triliun (meningkat 8,2 persen YoY).
Adapun lima sektor bisnis dengan nilai realisasi investasi terbesar periode Januari-September 2019 adalah transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi Rp 111,1 triliun, listrik, gas, dan air Rp 95,9 triliun (naik 16 persen), konstruksi Rp 48,9 triliun (naik 8,1 persen), perumahan, kawasan industri dan perkantoran Rp 47,4 triliun serta sektor pertambangan Rp 44,7 triliun.
Masih berdaya saing
Pertumbuhan investasi Indonesia sebenarnya masih baik dibanding Malaysia, Brasil, Afrika Selatan bahkan China. Kontribusi investasi dalam PDB Indonesia masih unggul dibanding Singapura dan Vietnam. Faktor terbesarnya adalah stabilitas kondisi makroekonomi dan iklim politik serta jumlah penduduk 265 juta jiwa. Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia masuk top 20 penerima investasi langsung asing (foreign direct investment), meningkat dari ranking 18 (2017) menjadi 16 (2018), dua peringkat diatas Vietnam.
Yang patut diperhatikan adalah pertumbuhan realisasi investasi harus berkualitas dan bukan semata terpaku pada angka (kuantitas). Kontribusi investasi dalam PDB Indonesia masih unggul dibanding Singapura dan Vietnam. Faktor terbesarnya adalah stabilitas kondisi makroekonomi dan iklim politik serta jumlah penduduk 265 juta jiwa.
Yang patut diperhatikan adalah pertumbuhan realisasi investasi harus berkualitas dan bukan semata terpaku pada angka (kuantitas).
Komposisi alokasi investasi seperti ini kurang mendongkrak produktivitas dan kinerja ekspor sektor manufaktur. Bila dunia industri berhasil mencapai utilisasi kapasitas produksi hingga 90 persen, investor akan datang sendiri.
Implementasi kebijakan omnibus law cipta lapangan kerja dan perpajakan patut disusun dan dijalankan secara bijak. Segala upaya pemerintah jangan sampai justru menimbulkan preseden buruk bagi pasar dan dunia usaha.
Hilangkan berbagai inkonsistensi kebijakan. Fenomena kebijakan perhitungan bagi hasil pada eksplorasi migas yang pernah berubah dari skema cost recovery (pola pembagian keuntungan setelah dilakukan perhitungan biaya eksplorasi) menjadi gross split (pola pembagian hasil produksi dengan prosentase sebelum menghitung biaya di awal kontrak), lalu kemudian ingin kembali menjadi cost recovery adalah wujud inkonsistensi kebijakan dan memberatkan investor.
Pemerintah sebaiknya merumuskan peta jalan dan skema pembagian keuntungan investasi yang ditanam berdasarkan profil risiko serta memberikan insentif menarik (perpajakan dan perizinan) agar mengakselerasi investasi.
Pada sektor pariwisata, kebijakan pemerintah yang menetapkan 10 destinasi wisata prioritas sebagai “Bali baru” yakni Danau Toba (Sumut), Tanjung Kalayang (Babel), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (Jakarta), Borobudur (Jateng), Bromo Tengger Semeru (Jatim), Mandalika (NTB), Labuan Bajo (NTT), Wakatobi (Sulteng), dan Morotai (Malut) baik, namun harus ada konsistensi dan kesinambungan visi pariwisata nasional yang ramah investor.
Pertumbuhan investasi perlu didukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah khususnya belanja infrastruktur, sehingga mampu mendorong neraca perdagangan positif. Konsumsi dan investasi diperkirakan masih menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 2-3 tahun kedepan. Dalam hal ini, pemerintah perlu memperhatikan pertumbuhan kredit perbankan.
Konsumsi dan investasi diperkirakan masih menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 2-3 tahun kedepan. Dalam hal ini, pemerintah perlu memperhatikan pertumbuhan kredit perbankan.
Data OJK per Oktober 2019, pertumbuhan kredit perbankan hanya 6,53 persen YoY, masih jauh dari target capaian OJK 9-11 persen. Pertumbuhan penerimaan investasi masih terbuka lebar apabila pemerintah inovatif dalam konsolidasi dan intermediasi lembaga keuangan. Kita tidak ingin buruknya tata kelola keuangan, korupsi dan sejumlah kecurangan (fraud) pada Jiwasraya dan Asabri menjadi batu sandungan dalam mengejar pertumbuhan investasi.
(Santo Rizal Samuelson Finance & Investor Relation di PT Graha Prima Energy)