Masyarakat harus dapat membedakan antara risiko berinvestasi dan risiko penipuan berkedok investasi. Semua jenis investasi pasti memiliki risiko, dari mulai kecil hingga tinggi.
Oleh
PRITA HAPSARI GHOZIE
·4 menit baca
Paruh terakhir tahun 2019, saya membaca berita terkait dugaan penipuan berkedok investasi kebun. Tidak berhenti sampai di situ, awal tahun ini masyarakat kembali dihebohkan oleh dugaan penipuan berkedok investasi yang berbentuk bisnis iklan.
Meskipun edukasi mengenai investasi sudah sering dilakukan oleh pihak otoritas keuangan ataupun media, berita serupa ternyata masih saja muncul. Lalu, bagaimana agar masyarakat dapat memilih investasi yang benar dan baik dan anti-penipuan?
Peningkatan literasi keuangan adalah jawabannya.
Pertama, masyarakat harus dapat membedakan antara risiko berinvestasi dan risiko penipuan berkedok investasi. Semua jenis investasi pasti memiliki risiko, dari mulai kecil hingga tinggi tergantung karakteristik serta potensi keuntungannya.
Semakin kompleks dan semakin tinggi potensi keuntungan, calon investor juga harus memahami potensi risiko yang menyertai investasi tersebut. Risiko investasi dapat berupa kesulitan pencairan menjadi tunai atau risiko likuiditas, risiko naik-turun nilai investasi dalam jangka pendek, ataupun risiko gagal bayar.
Berbeda dengan risiko berinvestasi, penipuan sebenarnya bukan bagian dari risiko tersebut. Penipuan berkedok investasi memang murni diciptakan oleh individu atau organisasi untuk mendapatkan keuntungan secara ilegal.
Ciri-cirinya pun cukup jelas asalkan masyarakat mau cerdas dan mengutamakan nalar dalam menyikapi penawaran keuntungan yang fantastis dan bombastis. Umumnya, penawaran investasi disajikan dengan gaya yang profesional, serius, dan kadang kala memiliki kantor fisik yang tidak kalah prestisius dengan lembaga keuangan besar.
Ciri khas utama investasi ilegal alias bodong adalah memberikan janji kepastian hasil investasi yang jauh lebih tinggi ketimbang investasi umum sejenis. Misalkan, suku bunga deposito saat ini di kisaran 5 persen per tahun, maka skema penipuan menawarkan hasil pasti hingga 2 persen per bulan.
Agar investor percaya, keuntungan umumnya akan terus dibayarkan hingga satu tahun sampai dua tahun. Korban dari investasi ilegal biasanya bermotivasi ikut-ikutan ataupun karena faktor terdesak akibat terkena pemutusan hubungan kerja.
Dua skema
Ada dua cara penawaran investasi bodong di Indonesia, yaitu skema piramida dan skema Ponzi.
Skema piramida menjanjikan calon investor memperoleh uang berlebih apabila merekrut anggota baru. Investor diwajibkan menyetor dana kepada orang yang merekrut sebagai anggota baru. Lalu, investor kedua pun punya kewajiban merekrut anggota baru yang pada akhirnya juga menyetorkan uang kepada investor pertama dan seterusnya.
Skema ini akan membentuk lapisan demi lapisan menjadi sebuah piramida. Namun, saat piramida ini hancur, para investor baru menyadari terkena tipuan berkedok investasi. Sekilas mirip bisnis multilevel marketing yang umumnya ditawarkan dalam bentuk arisan berantai.
Salah satu contohnya di Indonesia, bentuk ini ditawarkan oleh Koperasi Pandawa. Koperasi ini merugikan masyarakat hingga Rp 3 triliun setelah diputus rantai perekrutannya oleh OJK.
Skema kedua yang cukup sering terjadi adalah skema Ponzi. Seorang tenaga pemasar dari perusahaan ilegal ini akan mengiming-imingi calon investor dengan tingkat imbal hasil yang tinggi dan melebihi rata-rata imbal hasil deposito perbankan.
Teknik pembagian uangnya adalah sebagian uang yang disetorkan investor akan digunakan untuk membayar keuntungan yang dijanjikan kepada investor lain. Sebagian lagi tentu untuk perusahaan investasi ilegal yang melakukan. Di Indonesia, bentuk ini pernah diadopsi oleh penawaran dugaan penipuan dengan nama Dream for Freedom (D4F). Kerugian masyarakat karena investasi bodong D4F mencapai Rp 3,6 triliun.
Tips aman
Ada beberapa tips yang sebaiknya dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk berinvestasi. Pertama, wajarkah imbal hasilnya? Jika imbal hasil sangat tinggi, pasti risikonya tinggi. Jangan mudah tergiur dengan teknik membandingkan deposito dengan skema investasi, karena yang kedua tentu saja tidak dijamin oleh pemerintah.
Kedua, pahami bagaimana perusahaan melakukan pengelolaan dana investasi. Sebuah investasi, baik usaha maupun lainnya, pasti mengalami siklus. Artinya, terjadi penurunan atau kenaikan hasil investasi merupakan sebuah hal yang wajar. Jika ada sebuah tawaran investasi yang berani menjanjikan hasil yang pasti dan tinggi, calon investor patut waspada.
Ketiga, pastikan perusahaan investasi memiliki izin untuk menghimpun dana masyarakat. Berbentuk badan hukum seperti perseroan terbatas (PT) ataupun koperasi saja tidak cukup. Calon investor dianjurkan untuk selalu melakukan referensi ke daftar waspada investasi dari OJK. Apabila nama perusahaan atau organisasi yang sedang dipelajari masuk daftar waspada, sebaiknya hindari saja.
Terakhir, setiap aktivitas penghimpunan dana masyarakat sewajarnya memiliki pelaporan keuangan. Salah seorang penelepon di media televisi saat saya diundang menjadi narasumber menyatakan bahwa mereka percaya bisnis yang ditawarkan itu nyata sehingga dapat memberikan bonus bagi para anggotanya.
Jika memang demikian, solusinya mudah saja. Baca laporan keuangan perusahaan investasi tersebut yang telah diaudit akuntan publik tepercaya, bandingkan omzet dengan biaya hingga keuntungan bersihnya. Apa benar dapat memberikan keuntungan sebesar itu secara pasti?
Mari cerdas dalam berinvestasi. Investasi adalah sebuah proses yang akan memberikan hasil baik dalam jangka panjang. Jangan mudah tergiur oleh penawaran yang menjanjikan kekayaan instan.
If it is too good to be true, then it is too good to be true.