Sejak November 2019, sajian desa palsu ke publik disusul terkuaknya pelbagai kasus penyelewengan pembanguna. Permendagri No 18/2013 menelurkan 72.994 desa. Sementara, kini ada 74.954 desa yang teraliri dana desa.
Oleh
Ivanovich Agusta
·4 menit baca
Terbongkarnya perda palsu basis pencairan dana desa di Konawe harus menjadi momentum membersihkan desa. Sebab, jika bersih-bersih moral hazard gagal dijalankan, legitimasi pembangunan desa dalam lima tahun ke depan bakal mencapai titik nadir.
Sejak November 2019, sajian desa palsu ke publik diikuti terbukanya bermacam-macam penyelewengan pembangunan. Seperti, sinyalemen kades menggangsir dana desa untuk membeli mobil pribadi, mendanai organisasi terlarang, bahkan kades beserta pengikutnya mengungsi ke hutan di Pulau Kecil Kecil akibat konflik pilkades tak kunjung surut.
Bersih-bersih
Konstruksi pembangunan desa sebenarnya sudah terang benderang. Peraturan Menteri Desa PDTT tiap tahun tentang prioritas penggunaan dana desa (DD) selalu mengarah hanya bagi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Ini semua agar manfaat dana desa mengalir untuk warga, karena, pengeluaran bidang pemerintahan sudah diliput oleh alokasi dana desa (ADD) yang dibagikan pemerintah kabupaten/kota saban tahun.
Jadi, pastilah suatu kesalahan, jika dana desa dikeluarkan untuk kepentingan bidang pemerintahan desa, seperti mercusuar level desa berupa gapura di ujung desa, pagar bertembok kantor desa, tugu di pusat desa. Apalagi jika pengeluaran dana desa untuk kepentingan pribadi kades dan perangkatnya, hal ini langsung tergolong korupsi.
Problem yang muncul di hadapan publik berkutat pada pemerintahan desa dan pemerintahan daerah. Ini sekaligus menandakan bersih-bersih desa harus dimulai dari kades, perangkat desa, dan organisasi perangkat daerah (OPD) yang berkaitan langsung dengan desa.
Ini sekaligus menandakan bersih-bersih desa harus dimulai dari kades, perangkat desa, dan organisasi perangkat daerah (OPD) yang berkaitan langsung dengan desa.
Semua upaya bersih-bersih itu merujuk pada tugas Kemendagri, namun perlu didukung oleh kementerian dan lembaga lain.
Harus dirumuskan juga suatu regulasi agar transfer ke daerah untuk tahun anggaran berikutnya boleh dipotong senilai dana desa tersalur. Polri segera memberkaskan para tersangka pelaku penyusun perda palsu, juga penikmat dana desa haram.
Kedua, Kemendagri harus membatalkan pula kode desa-desa bentukan baru setelah berlakunya UU No 6/2014 tentang Desa, jika teruji dibentuk dengan data-data palsu. Terutama, penggelembungan data jumlah penduduk.
Sebulan sebelum UU Desa disahkan, Permendagri No 18/2013 menelurkan hanya 72.994 desa. Sementara, kini 74.954 desa teraliri dana desa. Direktorat jenderal yang memiliki data administrasi kependudukan bisa mengoreksi karena memiliki data lengkap jumlah penduduk tiap desa.
Indikasi dari jumlah keluarga pelanggan listrik dan bukan pelanggan dari data Potensi Desa 2018 mengungkap 2.300 desa bentukan baru itu terindikasi berpenduduk di bawah aturan UU Desa.
Sebulan sebelum UU Desa disahkan, Permendagri No 18/2013 menelurkan hanya 72.994 desa. Sementara, kini 74.954 desa teraliri dana desa.
Masa depan bersih
Guna mewujudkan desa surga (desa membangun mencipta manfaat bagi seluruh warganya), pembangunan harus bersih dari anasir-anasir penyelewengan dan korupsi.
Pertama, menggali informasi masalah desa sedini mungkin. Menteri Desa PDTT mendapat masukan masalah desa tiap pagi, yang dikumpulkan dari pengaduan masyarakat, baik melalui telepon, surat, mengisi Sipemandu Kemendesa PDTT, maupun berkonsultasi dalam aplikasi android Ruang Desa. Informasi terkini juga tergali melalui crawling berita di media massa dan media sosial.
Jika jenis masalah bisa diatasi secara internal, maka pendamping desa dan dinas pemberdayaan masyarakat di daerah segera diminta untuk menyelesaikan. Adapun masalah yang terkait instansi lain dibagikan juga kepada instansi yang bersangkutan.
Kedua, menyajikan desa-desa contoh yang berhasil, maupun yang menyeleweng. Ini sejalan dinamika desa lima tahun terakhir, yang terpilah atas desa yang melompat maju, sementara desa lain masih terbata-bata membelanjakan dana desa. Laman Akademi Desa 4.0, misalnya, berisikan contoh desa-desa mandiri guna memotivasi desa lain. Di sana perlu ditambahkan laku desa yang menyeleweng, korup, berikut akibat-akibat negatif yang menimpanya.
Ketiga, memberikan hukuman kepada perangkat desa dan perangkat daerah yang mengorupsi anggaran desa, dengan hukuman yang setimpal sesuai peraturan perundangan. Jangan lagi ada aparat penegak hukum yang menyatakan, sebetulnya kasus desa lebih banyak lagi jika ditelaah serius. Sebaiknya, kesalahan langsung ditindak, agar masa berikutnya terbebas dari beban historis desa korup.
Pelatihan
Keempat, dalam waktu dekat perlu dijalankan pelatihan dan pendampingan kepada aparat desa dan pemda, berkaitan dengan pengelolaan desa. Dengan jumlah perangkat desa lebih dari 1,5 juta orang, pelatihan daring melalui Akademi Desa 4.0 menjadi utama. Kemenkeu perlu mendukung bahan pelatihan pencairan dan pelaporan dana desa. Kemendagri melatih penyusunan, monitoring, dan pelaporan APBDes.
Dengan jumlah perangkat desa lebih dari 1,5 juta orang, pelatihan daring melalui Akademi Desa 4.0 menjadi utama.
Pelatihan harus diikuti pendampingan desa sehari-hari. Kemendesa PDTT harus meningkatkan kapasitas pendamping seturut pelatihan bersama kementerian lain. Help desk lintas kementerian perlu diwujudkan guna menunjang pendamping, aparat desa dan pemda manakala mengalami problem lapangan.
(Ivanovich Agusta Sosiolog Pedesaan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi)