Pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia akan berperan semakin besar di panggung regional dan internasional. Salah satunya, Indonesia akan menjadi ketua ASEAN tahun 2023.
Oleh
Angel Damayanti
·5 menit baca
Pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia akan berperan semakin besar di panggung regional dan internasional. Salah satunya, Indonesia akan menjadi ketua ASEAN tahun 2023. Pada saat yang sama, Indonesia juga akan menjadi Ketua G20, sebuah forum internasional yang beranggotakan 19 negara ekonomi maju ditambah Uni Eropa.
Posisi ketua ini menambah panjang daftar Pembukaan UUD 1945 di arena politik internasional. Indonesia saat ini juga masih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB (DK PBB) dan akan menjadi Presiden DK PBB selama satu bulan pada Agustus 2020, serta akan menjadi anggota Dewan HAM PBB pada tahun 2020-2022.
Itu sebabnya, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi mengatakan dalam lima tahun ke depan, diplomasi Indonesia akan sangat sibuk (Kompas, 12/11/2019).
Peluang dan tantangan
Menjadi ketua dari organisasi regional serta forum internasional merupakan upaya Indonesia memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945 yaitu ikut serta dalam memelihara dan menciptakan perdamaian dunia. Di satu sisi, hal ini akan mengangkat reputasi dan posisi tawar Indonesia. Namun di sisi lain, dituntut kepiawaian dan komitmen Indonesia dalam menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif dan kolaboratif, sekaligus bermanfaat konkret bagi rakyat Indonesia.
Menjadi ketua dari organisasi regional serta forum internasional merupakan upaya Indonesia memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945 yaitu ikut serta dalam memelihara dan menciptakan perdamaian dunia.
Sebagai anggota DK PBB dan akan menjadi Presiden DK PBB sepanjang Agustus 2020, Indonesia bertanggung jawab untuk menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. Sebagai ketua G20, Indonesia harus mampu mengkordinasikan kebijakan negara-negara anggotanya untuk menciptakan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan secara global, serta mempromosikan peraturan-peraturan di bidang keuangan untuk mencegah terjadinya krisis finansial.
Sebagai ketua ASEAN, Indonesia akan memimpin sejumlah pertemuan penting dan strategis para kepala negara dan kepala pemerintahan negara-negara ASEAN serta menteri-menteri terkait.
Di samping itu, Indonesia harus aktif mempromosikan dan meningkatkan kepentingan serta kesejahteraan ASEAN, memastikan sentralitas dan kesatuan ASEAN serta merespons setiap isu atau situasi kritis yang berkaitan dengan ASEAN.
Indonesia juga akan mewakili ASEAN dalam memperkuat dan meningkatkan hubungan baik dengan negara-negara mitra. Terkait hal ini, Indonesia diharapkan dapat menggalang kekuatan ASEAN untuk tampil sebagai pemain kunci dan menentukan sikap dalam masalah-masalah strategis.
Dari peran-peran kawasan dan global itu, Indonesia menghadapi peluang sekaligus tantangan. Peluang yang ada memberikan sedikitnya dua keuntungan bagi Indonesia jika dapat dimanfaatkan dengan baik.
Pertama Indonesia dapat memasukkan agenda yang dianggap penting dan strategis untuk didiskusikan bersama di tingkat regional dan global, baik itu agenda ekonomi maupun politik-keamanan.
Kedua, berbagai forum dan pertemuan yang diselenggarakan di Indonesia akan menggerakan roda perekonomian dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Di sisi lain, ada dua tantangan yang harus dihadapi. Pertama, Indonesia dituntut dapat mengakomodasi kepentingan bersama dan kepentingan negara-negara lain tanpa mengabaikan kepentingan nasional, terutama yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi serta perlindungan wilayah dan warga negara Indonesia.
Tantangan ini menjadi berat karena sejumlah negara memiliki kepentingan yang berbeda dan saling bertentangan sehingga menimbulkan ketegangan dan konflik.
Sebagai bagian dari upaya diplomasi publik, pemerintah bukan saja harus piawai menjalankan tugas diplomasi ke luar, tetapi juga harus bisa membangun persepsi yang sama dan opini publik di dalam negeri tentang peranan Indonesia di kawasan dan global.
Konflik Laut China Selatan, isu kepemilikan dan uji coba nuklir Korea Utara, perang dagang antara Amerika Serikat dan China, krisis kemanusiaan di Rakhine, konflik Israel-Palestina, dan masalah-masalah perbatasan merupakan beberapa ketegangan yang berkepanjangan sampai saat ini.
Untuk meminimalisasi ketegangan yang ada, selain berupaya memajukan kerjasama ekonomi serta konektivitas fisik, institusional dan hubungan antar masyarakat, Indonesia harus mampu membawa negara-negara melihat pada keprihatinan yang menjadi kepentingan bersama.
Keprihatinan bersama yang diangkat dalam forum regional dan internasional akan jauh lebih efektif untuk dibahas dibandingkan isu-isu sensitif yang sangat mungkin memicu dan atau meningkatkan ketegangan yang sudah ada.
Isu bersama
Beberapa di antara isu yang dapat dibahas bersama adalah pencemaran dan kerusakan lingkungan secara masif terutama di laut sehingga dibutuhkan pemeliharaan dan pengelolaan laut secara bersama-sama.
Tindak kejahatan oleh aktor-aktor bukan negara seperti pencurian ikan, pembajakan laut, penjualan narkotika dan senjata terlarang, penjualan manusia, terorisme, dan kejahatan siber juga membutuhkan pengaturan dan penanganan bersama baik di kawasan maupun internasional.
Kerugian sejumlah negara termasuk pemerintah Indonesia yang mencapai triliunan rupiah akibat penangkapan ikan illegal dan pembajakan di laut penting menjadi agenda dalam forum regional dan internasional.
Belum lagi para nelayan di laut sekitar Pulau Bintan yang merugi akibat limbah bahan bakar kapal yang dibuang ketika kapal-kapal tersebut akan masuk ke perairan Singapura. Akibatnya laut Indonesia tercemar, ekosistem terganggu dan jaring para nelayan rusak.
Beberapa di antara isu yang dapat dibahas bersama adalah pencemaran dan kerusakan lingkungan secara masif terutama di laut sehingga dibutuhkan pemeliharaan dan pengelolaan laut secara bersama-sama.
Kemampuan menyelesaikan keprihatinan dan masalah-masalah bersama ini selain memberikan manfaat yang langsung dan nyata dirasakan oleh masyarakat, juga akan membangun rasa kebersamaan dan saling percaya negara-negara yang pada akhirnya menjadi kunci untuk menyelesaikan masalah-masalah yang lebih sensitif.
Kedua, dengan peranan yang semakin meningkat di mata internasional, terutama di kawasan Asia Tenggara, pemerintah Indonesia dituntut bekerja keras dan karenanya perlu didukung oleh semua pihak di dalam negeri. Sebagai bagian dari upaya diplomasi publik, pemerintah bukan saja harus piawai menjalankan tugas diplomasi ke luar, tetapi juga harus bisa membangun persepsi yang sama dan opini publik di dalam negeri tentang peranan Indonesia di kawasan dan global.
Oleh karena itu, Kementerian Luar Negeri dan lembaga terkait harus memastikan kesiapan masyarakat untuk mendukung pemerintah dalam menjalankan perannya. Dalam hal ini, pemerintah perlu menggandeng para pengusaha, akademisi, lembaga swadaya masyarakat bahkan generasi milenial untuk terlibat dalam multi-track dan digital diplomacy.
Memanfaatkan media sosial dan kemasan produk-produk yang digunakan oleh masyarakat sebagai sarana edukasi dan kampanye tentang posisi Indonesia sebagai ketua di ASEAN dan G20—seperti dilakukan sebelumnya oleh Pemerintah Thailand—perlu segera dimulai. Hal tersebut akan membangun kesadaran masyarakat bukan saja tentang citra positif di mata internasional tetapi juga arah politik luar negeri yang jelas, nyata dan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.
(Angel Damayanti Dekan Fisipol Universitas Kristen Indonesia, Jakarta)