Kata berawalan huruf p, t, k, s ketika mendapat awalan me- akan mengalami peluluhan. Namun, ada satu kata, yakni ”rata”, yang memiliki beberapa turunan, antara lain memeratakan dan memperatakan. Mana yang lebih tepat?
Oleh
Anton Galih Rudanto
·3 menit baca
Seorang teman yang bekerja di salah satu kementerian, Jumat (20/12/2019) petang, mengirim pesan Whatsapp. Isinya, menanyakan mana yang benar, menyinkronkan atau mensinkronkan.
Penulis dengan lugas menjawab, menyinkronkan. Selesai, tanpa ada komunikasi lebih lanjut, kecuali kiriman gambar yang tak berhubungan dengan pertanyaan kebahasaan tersebut.
Sudah jamak diketahui, lema atau kata apa pun klasifikasinya, seperti kata benda, kata sifat, dan kata kerja yang diawali huruf p, t, k, s, ketika mendapat awalan me-, akan mengalami peluluhan.
Misalnya, kata me- + pukul menjadi memukul, me- + tabrak menjadi menabrak, me- + kuat menjadi menguat, dan me- + sukses + kan menjadi menyukseskan.
Saat ini, kita terbiasa dengan bentuk turunan kata-kata, seperti memegang, memelihara, memekakkan, atau memengaruhi. Lidah kita juga terbiasa dengan pelafalan yang secara morfologi kurang tepat, seperti mempengaruhi, memperkarakan, mempesona, memporak-porandakan, mempercayai, ataupun mensinyalir.
Jarang kita dengar seseorang bertutur atau menulis kata memerkosa. Lebih sering kita temui pemakaian kata memperkosa. Lantas, apakah awalan mem- + per- bisa luluh menjadi memer-, ataukah awalan memer- memang ada, tapi jarang dipakai?
Awalan mem- + per- jika ditambahkan pada kata yang diawali huruf p, t, k, s tidak membuat kata dasar itu luluh. Misalnya, mem- + per- + parah menjadi memperparah, mem- + per- + tegas menjadi mempertegas, mem- + per- + kuat menjadi memperkuat, dan mem- + per- + sembah + kan menjadi mempersembahkan.
Namun, ada satu kata unik yang penulis temukan, yakni kata rata. Ada beberapa kata turunan dari kata rata yang ada di KBBI, yakni memperatakan, menyeratakan, merata, merata-ratakan, meratai, meratakan, pemerataan, perata, perataan, purata, rata-rata, dan serata. Namun, dalam KBBI juga muncul kata memeratakan.
Memeratakan terasa satu tarikan napas dengan kata-kata memegang, memesona, dan lain-lain pada alinea di atas. Hanya saja, kata turunan memeratakan ”hanya” muncul sekali sebagai bagian dari penjelasan atau definisi kata pemerataan, yakni proses, perbuatan memeratakan.
Dari mana pembentukan kata ini? Bukankah sudah ada kata memperatakan? Mana yang lebih tepat?
Sebelum membahasnya lebih lanjut, mari kita perhatikan kata perkara. Kata ini ketika mendapat awalan me- menjadi memerkarakan. Namun, di dalam KBBI versi daring, muncul juga kata memperkarakan. Apakah salah atau tidak konsisten?
Dalam pembentukan kata ada istilah ”bentuk tidak baku”. Kata memerkarakan masih ada di ”hati” KBBI V, tetapi merupakan bentuk tidak baku dari memperkarakan.
Bentuk tidak baku didefinisikan sebagai bentuk yang tidak sesuai dengan pedoman atau kaidah, tetapi digunakan dalam bahasa tutur atau percakapan.
Kembali ke kata memeratakan. Dalam KBBI Edisi Ketiga terbitan Balai Pustaka, Jakarta, tahun 2005, masih termuat lema memeratakan dengan definisi: menjadikan merata; menyebarkan (menyiarkan) ke segenap penjuru.
Penulis menduga, kamus edisi ini masih menjadikan kata pemerataan sebagai kata dasar yang mendapat awalan me + pemerataan + kan sehingga menjadi memeratakan dengan huruf p mengalami peluluhan.
Hal tersebut juga terjadi pada kata turunan memerhatikan, yang berasal dari me- + perhati + -kan dengan menganggap lema perhati sebagai kata dasar.
Pada perkembangannya, yakni pada KBBI V (versi daring), kata turunan yang sebelumnya memerhatikan berubah menjadi memperhatikan karena kata dasarnya telah berubah menjadi hati sehingga menjadi memper + hati + kan, memperhatikan.
Dari perkembangan tersebut, terlihat bahwa kata dasar tetap menjadi patokan sebagai pembentukan kata turunan. Konsistensi sudah mulai diberlakukan, bahasa khususnya lema dan kata turunannya pun diperbarui. Mari kita bersama memperatakan kaidah bahasa yang tepat dan konsisten ke seluruh penjuru Tanah Air.