Kejahatan ekologis bermula dari pola hidup konsumtif, sikap tak peduli, rendahnya sikap empati, dan egoisme. Keinginan diri yang tak terkendali akan menjadi monster bagi kelestarian lingkungan hidup.
Oleh
Giwal Santoso FIC
·4 menit baca
Hadirnya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membawa harapan besar bagi banyak pihak penyelenggara pendidikan. Dunia pendidikan membutuhkan sosok pemimpin yang cerdas dan luwes dalam membaca tanda-tanda zaman. Banyak pihak memandang bahwa sosok Nadiem dapat berkiprah sebagai disruption leader. Hal penting yang tidak boleh dilupakan dalam arah perubahan pendidikan adalah pendidikan karakter. Secara khusus, pendidikan karakter dalam upaya membangun kesadaran hidup baru ekologis.
Kesadaran ekologis mesti dihidupkan lewat edukasi, diupayakan secara partisipatif, dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Ketidakpedulian para pemangku pendidikan terhadap kesadaran masalah ekologi sama halnya dengan membiarkan kejahatan terjadi, hidup, dan berkembang di kalangan generasi mendatang. Pola perilaku yang tidak memikirkan dampak terhadap kelestarian lingkungan hidup perlu dikikis. Ketidakpedulian masalah ekologis ujung-ujungnya akan melahirkan kejahatan ekologis.
Kejahatan ekologis bermula dari pola hidup yang konsumtif, sikap tidak peduli, rendahnya sikap empati, dan egoisme. Sikap mental egois mementingkan diri sendiri berupa keinginan yang tak terkendali akan menjadi monster bagi kelestarian lingkungan hidup. Sikap mental egois, baik pribadi maupun kelompok, dalam konteks peduli lingkungan merupakan bentuk kejahatan yang paling membahayakan. Albert Einstein mengatakan ”dunia tidak akan hancur oleh kejahatan, tetapi oleh mereka yang tidak berbuat apa-apa saat melihat terjadinya kejahatan”. Pelaku pendidikan dipanggil untuk membangun suatu kesadaran hidup baru ekologis.
Hal penting yang tidak boleh dilupakan dalam arah perubahan pendidikan adalah pendidikan karakter. Secara khusus pendidikan karakter dalam upaya membangun kesadaran hidup baru ekologis.
Penulis berpendapat, program Sekolah Adiwiyata akan menjadi salah satu sarana efektif dalam memerangi kejahatan ekologis bagi generasi mendatang. Dalam program Sekolah Adiwiyata ada tiga prinsip yang merupakan dasar pendidikan karakter. Pertama, edukatif; sekolah sebagai tempat untuk menimba ilmu pengetahuan, norma, dan etika. Kedua, partisipatif; menjadi gerakan bersama, semua unsur masyarakat sekolah terlibat dalam program Sekolah Adiwiyata. Ketiga, keberlanjutan; maksudnya, program direncanakan dan dilaksanakan terus-menerus.
Obyek utama program ini adalah sekolah. Sayangnya, sekolah yang melaksanakan program Adiwiyata sekarang ini sifatnya masih fakultatif. Akan menjadi efektif jika ada keputusan strategis antara Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu isi materi Adiwiyata masuk dalam muatan kurikulum pendidikan. Terumuskan dalam silabus. Terumuskan dalam perangkat pembelajaran guru dalam setiap mata pelajaran yang relevan. Pendidik sebagai ujung tombak pendidikan karakter ini memasukkan pesan moral dalam setiap rencana pembelajaran yang mereka susun. Dalam praktiknya, semua guru dapat melaksanakan pendidikan penyadaran ini pada bagian apersepsi ataupun dalam kegiatan inti pembelajaran dari masing-masing mata pelajaran. Maka, literasi ekologis dapat dilakukan dengan praktik langsung pengamatan di kelas, di lingkungan, atau masyarakat sekitar. Literasi lain bisa berupa bacaan, video, pamflet, dan karya seni anak.
Upaya membangun kesadaran ekologis
Yayasan Sahabat Lingkungan Hidup (Eco Camp) di Bandung, sebuah yayasan yang secara khusus berpromosi dalam memperhatikan masalah ekologis, aktif dalam membangun kesadaran hidup baru ekologis masyarakat melalui edukasi, partisipasi, dan menjadi penyebar virus peduli kelestarian lingkungan hidup secara berkelanjutan. Berdasarkan program pelatihan Eco Camp, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa membangun kesadaran hidup baru ekologis dimulai dari kesadaran diri, menjadi pribadi yang berkualitas dan sederhana, hemat dan peduli. Hanya pribadi yang berkualitas yang mampu mengikis kejahatan ekologis tersebut.
Dalam pendampingan di sekolah, pembiasaan pribadi berkualitas dapat dilatih mulai dari hal-hal yang sangat sederhana. Membiasakan hidup mandiri tidak terlalu tergantung kepada bantuan orang lain, seperti tradisi piket kebersihan ruang kelas, membuang dan memilah sampah pada tempatnya, menanam dan merawat tanaman, dan mematikan lampu atau keran air yang tidak digunakan. Kesadaran hidup mandiri, hidup hemat, dan hidup peduli tidak mustahil dilaksanakan dalam pembelajaran di setiap mata pelajaran di sekolah.
Membiasakan peserta didik untuk punya sikap peduli, mandiri, hemat, sederhana, itulah yang dinamakan pendidikan karakter. Pendidikan karakter menumbuhkan kesadaran hidup baru ekologis bukan sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai pembiasaan nilai keutamaan ekologis yang dimasukkan ke dalam masing-masing mata pelajaran di sekolah.
Membiasakan peserta didik untuk punya sikap peduli, mandiri, hemat, sederhana, itulah yang dinamakan pendidikan karakter.
Menyaksikan fenomena keprihatinan kejahatan ekologis di masyarakat, seperti masalah pencemaran, sampah, polusi udara, dan eksploitasi, rasanya mendesak untuk ditangani secara kuratif dan preventif. Ironis jika kejahatan ekologis itu sampai terjadi di kalangan pendidikan. Sebaliknya, pemangku pendidikan dipanggil menjadi pelaku utama dalam memerangi kejahatan ekologis tersebut.
Semoga hadirnya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membawa angin segar dalam pendidikan karakter membangun kesadaran hidup baru ekologis. Pendidikan karakter kesadaran ekologis dapat masuk dalam muatan kurikulum. Revolusi mental pembangunan sumber daya manusia dapat diawali dengan membangun kesadaran hidup baru ekologis.
(GIWAL SANTOSO FIC, Rektor SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan)