Tamasya Indah ke Dunia Dongeng Disney
Disney adalah ”pabrik” dongeng abadi untuk segala usia. Konser When You Wish Upon A Star mengajak para penikmat menyusuri jagat dongeng lewat lagu-lagu yang menyertai film-film Disney.

Frans Sartono, Wartawan di Kompas Gramedia 1989-2019.
Disney adalah ”pabrik” dongeng abadi untuk segala usia. Jakarta Concert Orchestra dengan pengaba Avip Priatna mengajak anak-anak segala usia bertamasya ke negeri dongeng itu lewat konser When You Wish Upon A Star di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, 1 Desember lalu.
Mickey Mouse, Aladdin, Toy Story, Pocahontas, Hercules, sampai Frozen, itulah tokoh dan dongeng-dongeng dalam film produksi Disney. Tidak hanya lewat film, dongeng Disney juga menyebar melalui lagu yang menyertai film-film tersebut.
Konser When You Wish Upon A Star mengajak para penikmat menyusuri jagat dongeng lewat lagu-lagu. Avip Priatna bersama pasukannya, yaitu Jakarta Concert Orchestra, Batavia Madrigal Singers, dan Resonanz Children’s Choir, mengajak anak-anak segala usia jalan-jalan ke negeri dongeng Disney.
Yang dimaksud anak-anak segala usia adalah seluruh penikmat film-film Disney. Termasuk juga orang dewasa dan orangtua dari para anak-anak tersebut. Walt Disney (1901-1966) sebagai perintis perusahaan hiburan The Walt Disney Company sejak awal telah menggariskan visi bahwa produk Disney bukan saja untuk anak-anak, melainkan juga untuk seluruh keluarga.
Itu mengapa dalam pergelaran, ”anak-anak segala usia” tumplek bleg memadati Teater Jakarta yang tiketnya sold out alias ludes terjual. Di antara mereka tampak ada yang mengenakan kostum dan aksesori tokoh-tokoh Disney, seperti Aladdin sampai Maleficent. Kaitan film dan lagu dalam film Disney memang sangat erat. Lagu dan film dirancang sebagai bagian tak terpisahkan dari cara bertutur dan mendongeng.

Para penonton mengenakan kostum tokoh-tokoh Disney saat menyaksikan konser When You Wish Upon A Star, di Jakarta, 1 Desember 2019.
Gampang dinyanyikan
Sebagian besar lagu yang dimainkan dalam konser diciptakan Alan Menken dan Richard Sherman. Karuan saja karena mereka telah membuat lagu-lagu untuk lebih dari 45 film Disney.
Sebut saja lagu karya Menken, seperti ”Under The Sea” untuk film The Little Mermaid, ”Aladdin” (film Aladdin), dan ”Into the Unknown” (film Frozen). Adapun karya Sherman dalam konser ini antara lain ”It’s a Small World”, dan ”Mickey Mouse March” dari film Mickey Mouse.
Saya pernah berkesempatan menyaksikan konser kedua komponis tersebut di ajang D23 Expo di Anaheim, California, Amerika Serikat, pada 2013. Dalam ekspo yang dihadiri seluruh pemangku kepentingan Disney itu, Sherman dan Menken menuturkan pengalaman mereka tentang penyusunan lagu untuk film Disney.
Mereka mengakui, karya mereka mempunyai ikatan kuat dengan tokoh, waktu, cerita, atmosfer, dan rasa dalam film. Lagu-lagu mereka menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seluruh tuturan utuh film. Karya mereka tidak ditempatkan secara acak sebagai sekadar ilustrasi.

Penampilan The Resonanz Children\'s Choir dalam konser When You Wish Upon A Star.
Cerita film memang ditulis tanpa melibatkan komposer. Namun, dalam membuat lagu mereka tahu benar bahwa lagu itu merupakan bagian dari cara film bercerita kepada penonton.
Ada satu aturan yang harus dipahami komposer dalam menulis lagu, yaitu bahwa komposisi dibuat agar penonton bisa memahami fungsi lagu dalam konteks film.
Dalam hal membuat komposisi untuk film, ada satu nasihat orangtua Sherman yang selalu dipegangnya. ”Tak peduli apa pun cara yang digunakan untuk bercerita, tapi buatlah lagu yang sederhana, gampang dinyanyikan orang, dan dibuat dengan tulus serta sungguh-sungguh,” kata Sherman.
Bisa dimengerti jika beberapa tahun lalu lagu ”Let It Go” dalam film Frozen disukai dan dihapal, mulai dari remaja sampai anak balita, termasuk di Indonesia.

Konser When You Wish Upon A Star menampilkan lagu-lagu film produksi Disney yang dikenal penikmatnya, mulai dari usia muda hingga dewasa.
Bioskop Vs Panggung Konser
Dalam konser When You Wish Upon A Star, seluruh lagu dibuatkan aransemen baru. Dilibatkanlah pembuat aransemen, seperti Renardi Effendi, Fero Aldiansya Stefanus, Andriano Alvin, Joko Lemazh Suprayitno, Aubrey Victoria, dan Meidy Ratnasari.
Meski dengan orkestrasi baru, secara sepintas, nuansa lagu versi film masih terasa kuat dalam garapan mereka. Setidaknya, penonton tidak merasa kaget dengan perubahan aransemen.
”Dalam mengaransemen, saya, antara lain, mengutamakan agar warna Disney yang terkenal dengan orkestrasi kaya warna itu tetap dipertahankan orisinalitasnya,” kata Renardi Effendi.
Untuk konser ini, ia membuat aransemen untuk lagu antara lain ”Reflection” (film Mulan) dan ”True Love Kiss” ( film Enchanted).

Solis Farman Purnama dan Pepita Salim membawakan lagu "I See The Light" dari film Tangled saat konser When You Wish Upon A Star.
Bagaimanapun, When You Wish Upon A Star adalah pergelaran musik, bukan pertunjukan. Di sana ada solis, termasuk Farman Purnama, yang penampilannya untuk lagu ”Evenmore” (film Beauty and the Beast) mendapat tepuk riuh penonton.
Ada pula Jessica Januar, Pepita Salim, dan Valentina Nova Aman. Itu artinya, peran mereka juga menjadi pertimbangan dalam pembuatan aransemen. Orkestrasi dibuat sedemikian rupa agar menjadi faktor pendukung yang kuat bagi penampilan solois. ”Saya berusaha agar orkestra mendukung setiap solis,” kata Renardi.
Dalam menggarap aransemen, Fero Aldiansya Stefanus berupaya supaya penonton bisa sing-a-long alias ikut bernyanyi. Urutan form dibuat sama. Begitu pula pemilihan nada dasar disesuaikan dengan kemampuan menyanyi penonton pada umumnya.
”Saya mempertahankan ’melodi khas’ dari aransemen atau komposisi aslinya,” kata Fero. Dia menggarap aransemen untuk lagu ”Under the Sea” dari film Little Mermaid.

Konser When You Wish Upon A Star menampilkan berbagai lagu film, seperti ”Under The Sea” dari film The Little Mermaid yang dibawakan oleh The Resonanz Children\'s Choir.
Namun, memang sangat boleh jadi penonton yang mempunyai memori visual tentang film, atau kenangan dengan lagu, akan menggunakan referensi mereka dalam menikmati konser.
Pembuat aransemen berusaha cukup cermat untuk tidak menghilangkan jejak kenangan tersebut. Misalnya, lagu ”A Whole New World” dalam film Aladdin (1992) yang dalam film dibawakan oleh duet Brad Kane dan Lea Salonga. Di konser ini lagu dibawakan Alexander Januarvian dan Dorothy Averina.
Dalam film, lagu ini muncul menyertai suasana romantik tokoh Aladdin dan Jasmine yang kasmaran. Kaitan adegan dalam film dan penyuguhan di konser diupayakan benar untuk tetap mesra, tidak ambyar.

Lampu wasiat yang menjadi ikon dalam film Aladdin hadir sebagai latar panggung saat medley lagu-lagu film Aladdin.
”Justru karena lagu ’A Whole New World’ ini sudah dikenal luas, saya berusaha untuk tidak banyak mengubah dari lagu aslinya,” kata Aubrey Victoria yang bersama Joko Lemazh menggarap orkestrasi lagu tersebut.
”Tetapi di dalamnya saya masukkan unsur orkestrasi untuk membuat orang teringat akan suasana romantik yang tergambar dalam versi layar lebarnya,” lanjut Aubrey.
Untuk menghadirkan kenangan menonton, di panggung juga dihadirkan gambar dan sekelumit cuplikan adegan. Entah itu di film atau di panggung konser, lagu-lagu Disney selalu membawa pesan optimistis, gembira, dan indah. Sukacita oleh film dan lagu itu oleh Avip Priatna dan kawan-kawan dibangkitkan kembali, disuguhkan segar-segar ke depan penikmat konser.