Untuk meningkatkan mutu pembelajaran, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan melaksanakan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) melalui Pengembangan Kompetensi Pembelajaran (PKP) berbasis zonasi.
PKB (Continuous Professional Development) adalah kegiatan reflektif untuk meningkatkan kemampuan profesi (guru), baik secara pemahaman, pengetahuan, maupun keterampilan. Melalui PKB, guru dapat meningkatkan kualitas profesionalnya. Ini sesuai amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen bahwa pembinaan dan pengembangan profesi dibutuhkan untuk aktualisasi.
PKP berbasis zonasi merupakan salah satu bentuk penyempurnaan PKB. Dikatakan demikian karena sebelumnya ukuran keberhasilan PKB didasarkan pada peningkatan hasil uji kompetensi guru (UKG), sedangkan prestasi siswa kurang mendapat perhatian.
PKB melalui PKP berbasis zonasi membangun motivasi guru secara terus-menerus bersama guru lain dalam satu zona untuk meningkatkan kemampuan mendesain dan menciptakan proses pembelajaran terbaik. Melalui kegiatan PKP berbasis zonasi, para guru berkesempatan mengembangkan kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran berorientasi keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill/HOTS). Melalui kegiatan lima kali in (in service learning) dan tiga kali on (on the job learning) ini, guru terlatih dan termotivasi untuk menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan tantangan zaman secara berkelanjutan dalam satu zona wilayah.
Berdasarkan laporan para guru yang telah mengikuti kegiatan ini dan mempraktikkan pembelajaran berorientasi HOTS pada on 2, dari 20 peserta (guru sasaran) di zona wilayah—dengan titik pusat SMAN 1 Yogyakarta dan Pusat Belajar di SDN Keputran 1—semua menyatakan bahwa melalui pembelajaran berorientasi HOTS, daya kritis dan kreatif siswa untuk bertanya dan berargumen dalam kegiatan pembelajaran lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran sebelumnya. Minat dan semangat belajar siswa juga meningkat signifikan.
Adrianus Sugiarta
Guru Inti; Pendidik di SD Pangudi Luhur, Yogyakarta
Cadangan Minyak
Kompas 20 November 2019 memuat tulisan: ”Indonesia lupa dan mengabaikan pengembangan sumber energi lain, kemudian pengembangan energi terbarukan terhambat regulasi”.
Sampai kapan ”lupanya?”
Kasihan anak cucu kita, dibebani defisit dan kelangkaan energi jika tidak bisa memproduksi energi yang baru. Sekitar 10 tahun lagi cadangan minyak akan habis. Sepuluh tahun itu sebentar, hanya dua kali masa kerja kabinet.
Kita harus cepat, jangan adem-ayem, alon alon waton kelakon. Oleh karena itu, saya usul sebagai berikut.
Pertama, mobilisasi semua potensi kita dari sumber daya manusia, dana, pikiran, tenaga, dan sebagainya untuk mencari dan memproduksi energi terbarukan secepatnya.
Kedua, bentuk wadah atau suatu badan untuk menampung semua ide, gagasan, pemikiran, dan tukar pikiran dari para ahli yang sudah banyak di Indonesia, termasuk para pakar yang sudah pensiun.
Ketiga, tinjau dan pangkas regulasi dan birokrasi yang berpotensi menghambat.
Keempat, hentikan sebagian proyek yang kurang penting di pusat dan daerah, kerahkan seluruh dana dan tenaga untuk energi terbarukan.
Kelima, canangkan budaya sederhana, terutama di semua kementerian dan lembaga negara, DPR, ASN, dan sebagainya, supaya kita mempunyai dana cukup untuk usaha ini.
Kerahkan anak muda milenial kita karena mereka masih kuat, segar, dan berpendidikan tinggi, belum terkontaminasi hal-hal negatif.
A SOERITNO
Pemerhati BBM,Jalan Bunyu, Jakarta Timur