Pada Akhirnya Investor Bertanya tentang Keuntungan
Sekian lama investor berpatokan pada valuasi usaha rintisan untuk melihat potensi keuntungan. Kasus-kasus pada usaha rintisan belakangan ini membuat investor mulai bertanya, bagaimana usaha rintisan menghasilkan profit?
Oleh
Andreas Maryoto
·3 menit baca
Sekian lama para investor berpatokan pada valuasi usaha rintisan untuk melihat potensi keuntungan. Publik juga mudah terpukau dengan angka-angka yang membuat mereka silau.
Kasus-kasus yang dialami usaha rintisan belakangan ini menjadikan investor kembali pada pertanyaan mendasar dunia bisnis, bagaimana usaha rintisan itu menghasilkan profit? Sudah barang tentu para pendiri usaha rintisan harus bisa menunjukkan peta jalan menuju bisnis yang menguntungkan serta menangani masalah yang muncul.
Sebuah tulisan dari seorang pemodal ventura bernama Fred Wilson sangat menghenyakkan kalangan usaha rintisan. Tulisan berjudul The Great Public Market Reckoning menyebutkan bahwa narasi-narasi tentang valuasi usaha rintisan yang bermunculan sejak satu dekade belakangan ini tengah hancur berantakan.
Tulisan tersebut mendapat sambutan berbagai kalangan, termasuk di Lembah Silikon, tempat sejumlah usaha rintisan dikembangkan. Beberapa investor menyebutkan, pendiri usaha rintisan harus bertanggung jawab terhadap kondisi keuangan mereka.
Kalangan usaha rintisan sendiri mengakui bahwa belakangan investor berperilaku lebih hati-hati. Di dalam sebuah tulisan di The New York Times mereka mengatakan, di dalam konferensi tentang teknologi beberapa waktu lalu mereka lebih membahas profit, bukan lagi soal pertumbuhan. Tantangan bagi usaha rintisan adalah selalu tetap disiplin. Fokus ini telah beralih dari semula yang berbasis valuasi dan pertumbuhannya menjadi memunculkan unit ekonomi yang positif.
Pangkal masalah adalah rencana penawaran perdana saham beberapa usaha rintisan di Amerika Serikat yang kedodoran seperti Peleton, Endeavour, dan perusahaan kontroversial WeWork beberapa waktu lalu. Valuasi mereka sangat tinggi namun beberapa pertanyaan investor menjelang penawaran saham tak bisa dijawab, seperti tentang pendapatan jangka pendek dan penanganan beban jangka panjang mereka.
Menanggapi berbagai kejadian itu Fred Wilson menganalisis dengan memperbandingkan antara pasar uang privat (private market) dan pasar uang publik (public market). Transaksi akhir pasar privat dikendalikan oleh penerbit. Apa yang terjadi di pasar bila mereka menginginkan maka terjadilah. Sementara pasar publik mempunyai dinamika harian, dimana kalau orang ingin beli ya beli, kalau tidak ya diam saja.
Keinginan mereka ditentukan ketertarikan terhadap saham tertentu. Dari sini terlihat pasar privat kadang menjadi tidak rasional, semisal pembelian saham karena godaan valuasi yang tinggi sementara pasar publik lebih rasional karena basisnya adalah dinamika pasar. Di sinilah pasar publik menghakimi usaha rintisan yang kemungkinan tidak memberikan kejelasan profit pada masa depan. Apa yang terjadi kemudian adalah pasar privat terpaksa mengikuti pasar publik dengan menurunkan valuasi di beberapa usaha rintisan.
Di kalangan usaha rintisan juga mulai muncul pemahaman baru tentang keadaan ini. Valuasi beberapa perusahaan yang selama ini terlalu tinggi bakal diturunkan agar memperlihatkan bisnis yang lebih rasional. Mereka menyebutnya sebagai upaya untuk menyetel ulang data mereka.
Ada pula yang menyebut situasi saat ini sebagai istilah ”winter is coming” yang berarti mereka harus bersiap menghadapi keadaan yang buruk. Tidak perlu kaget jika beberapa pendiri usaha rintisan bakal menangis keras.
Keadaan sekarang ini sebenarnya sudah diramalkan banyak kalangan. Pada 2015, seorang pakar mengatakan bahwa kehebohan tentang unicorn (usaha rintisan dengan valuasi di atas 1 miliar dollar AS) merupakan awal dari kematian usaha itu sendiri karena mereka melupakan sisi ”kecemasan” yang mungkin suatu saat bisa terjadi.
Akan tetapi, dana segar terus mengalir ke usaha rintisan. Bahkan pada 2018, di Amerika Serikat pendanaan di usaha rintisan mencapai 138 miliar dollar AS. Jumlah ini telah melewati dana yang disalurkan pada era ”dotcom” pada akhir 1990-an.
Kini perusahaan rintisan mulai berbenah. Mereka lebih fokus pada persoalan bisnis dibandingkan memikirkan pertumbuhan valuasi. Mereka bekerja keras mencari jalan profit dan menangani persoalan bisnis yang tengah ada. Beberapa usaha rintisan yang mampu memperlihatkan semua itu ternyata masih mendapat pendanaan dari investor.
Belakangan, kalangan usaha rintisan sendiri mengakui bahwa orang-orang yang mengurusi pertumbuhan valuasi penuh dengan tekanan dan kepusingan. Mereka tidak ingin mengulangi lagi. Tobat!