Meski masih dihadapkan pada prob- lem pelik defisit transaksi berjalan, saat ini dinilai momentum tepat menurunkan bunga acuan guna mendongkrak ekonomi domestik.
Bank Indonesia (BI) sudah memberi sinyal kemungkinan ke arah sana lewat pernyataan bahwa pihaknya membuka ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif, sejalan dengan rendahnya inflasi dan upaya mendorong ekonomi domestik. Langkah itu akan ditempuh BI dengan tetap memperhatikan sejumlah perkembangan, seperti kondisi pasar uang global dan stabilitas eksternal perekonomian dalam negeri.
Momentum penurunan bunga acuan juga diungkapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Potensi pelemahan ekonomi dunia dan tren penurunan suku bunga oleh banyak negara dalam rangka merespons pelemahan ekonomi dunia menjadi alasannya. Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan kemungkinan melambatnya pertumbuhan global akibat memanasnya perang dagang, memburuknya problem utang negara maju, dan meningkatnya tensi geopolitik.
Sejumlah unsur pimpinan negara G-20 mengingatkan meningkatnya risiko pelambatan ekonomi memburuk menjadi krisis ekonomi dunia akibat eskalasi perang dagang.
Beberapa negara yang sudah menurunkan suku bunga acuan dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi domestik di antaranya Jepang, China, Eropa, Australia, India, Malaysia, dan Filipina. Beberapa dari mereka juga menghadapi problem defisit transaksi berjalan, lebih buruk dari Indonesia. Sinyal ke arah penurunan suku bunga juga ditunjukkan Amerika Serikat (AS). Kebijakan The Fed yang tak lagi agresif menaikkan suku bunga itu terutama dipicu oleh tren pelambatan pertumbuhan ekonomi domestik dan laju inflasi.
Untuk Indonesia, momentum guna menurunkan suku bunga selain dimungkinkan oleh inflasi yang terkendali di level rendah dan menurunnya tekanan nilai tukar juga didukung oleh membaiknya peringkat utang RI versi Standard and Poor’s dari BBB- menjadi BBB. Penurunan bunga acuan dinilai penting guna memberi ruang lebih besar bagi dunia usaha untuk tumbuh sehingga memacu pertumbuhan domestik.
Persoalannya, kapan waktu paling tepat untuk menurunkan suku bunga. Beberapa kalangan melihat BI tak perlu terlalu terburu-buru dan harus benar-benar mempertimbangkan kondisi defisit transaksi berjalan.
Kuncinya, keseimbangan antara menjaga stabilitas dan momentum pertumbuhan ekonomi. Di tengah kondisi global yang tak pasti, kebijakan suku bunga menjadi bagian dari upaya mengantisipasi dan menjaga daya tahan ekonomi terhadap tekanan eksternal. Suku bunga juga terkait dengan menjaga daya tarik Indonesia bagi investor dan juga beban fiskal terkait pembayaran cicilan serta bunga utang.
Seperti diungkapkan Presiden Joko Widodo, kita harus bisa memanfaatkan momentum perang dagang dan kondisi global yang tak kondusif menjadi peluang. Bagaimana mewujudkan itu? Kebijakan suku bunga pasti tak berdiri sendiri. Ia harus terorkestrasi dengan kebijakan moneter dan keuangan lain, kebijakan fiskal, berbagai inisiatif dunia usaha, serta berbagai langkah reformasi struktural oleh pemerintah untuk mengoreksi berbagai kelemahan di dalam sistem ekonomi.