Koruptor di Pulau Terpencil
Republik Indonesia sudah 73 tahun merdeka. Akhlak dan sikap tak terpuji ratusan pejabat eksekutif, legislatif, dan yudikatif dipanggungkan: ditangkap KPK terkait kasus korupsi dan mendekam di penjara.
Hukuman mereka hanya satu yang sangat berat, berupa hukuman seumur hidup, yaitu bagi bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Rata-rata hukuman yang dijatuhkan kepada ratusan koruptor selama ini hanya empat tahun penjara, bahkan ada koruptor yang divonis satu tahun penjara meski korupsi miliaran rupiah.
Tentu belum ada UU yang tersedia untuk menghukum koruptor kelas kakap dengan hukuman mati seperti yang dilakukan Pemerintah RRC dan Vietnam. Walau banyak koruptor di penjara, tampaknya pelaku korupsi tidak jera. Bahkan, koruptor-koruptor kasus besar masih bebas gentayangan sebab belum ”dijamah” KPK. Selama belum ada UU hukuman mati bagi koruptor, saya sebagai rakyat biasa menyarankan sebaiknya mereka ditempatkan di satu pulau terpencil.
Setahu saya, Presiden Soekarno tidak mewariskan ”harta” tak ternilai hingga wafat pada 1970. Sebelumnya, ia dipenjara di Sukamiskin, dibuang Belanda ke Ende, Bengkulu, Parapat, dan Pulau Bangka. Juga ketika ia membangun Stadion Utama, yang ia pikirkan adalah prestasi olahraga bangsa. Bahkan, pembangunan Patung Dirgantara di Jakarta Selatan pada masa peralihan kekuasaan 1965 sebagian dibiayai dengan uang pribadinya.
KPK patut didukung terus karena terbukti bekerja keras dan berprestasi bagus. KPK didirikan pada 2003 dengan staf 1.500 orang. Jumlah penduduk Indonesia 260 juta jiwa. Bandingkan dengan Hong Kong yang jumlah staf Independent Commission Against Corruption-nya 1.400 orang. Jumlah penduduk Hong Kong, pulau kecil itu, hanya 7 juta lebih jiwa.
Arifin Pasaribu
Kompleks PTHII, Kelapa Gading Timur,
Jakarta Utara
Transjakarta Lebak Bulus-Senen
Saya kok tidak yakin Pemerintah Provinsi DKI tak punya uang cukup untuk membeli bus transjakarta melayani rute Lebak Bulus-Senen.
Dari pengalaman saya selama akhir Desember 2018 di Terminal Lebak Bulus, khususnya pagi hari, penumpang menumpuk karena transjakarta tak kunjung datang. Menurut beberapa penumpang, mereka sudah menunggu dari 15 menit sampai 30 menit. Kalau ada yang datang, biasanya bukan bus, melainkan metromini/kopaja eks P20 rute Lebak Bulus-Senen yang sudah ditulisi transjakarta.
Berdasarkan amatan saya, begitu bus kopaja transjakarta tiba, penumpang langsung berebut, baik yang turun maupun yang akan naik. Pintu minibus pun tak sesuai dengan ruang tunggu terminal sehingga kalau tak hati-hati, penumpang dapat terjatuh saat turun atau naik minibus.
Begitu bus sampai di Halte Diklat Polwan, Pasar Jumat, beberapa penumpang berebut masuk sehingga kondisi minibus sesak. Tak jarang ada penumpang yang duduk di tangga. Terlebih ketika minibus sampai di Halte Pondok Pinang, beberapa penumpang tetap memaksa masuk walaupun sudah penuh.
Bila sudah begini, para penumpang hanya berkeluh kesah, tiada yang berani protes. Makin buruk, kondektur menerobos menarik ongkos.
Saya usulkan agar Pemprov DKI menambah bus (bukan kopaja/metromini) untuk melayani rute Lebak Bulus-Senen. Kalaupun kopaja dipertahankan, sebaiknya jumlahnya ditambah, kursi-kursi perlu ditata kembali agar penumpang lebih nyaman. Kondisi transportasi ini kurang layak untuk sebuah ibu kota negara besar dan maju.
Bagus sekali bila Gubernur DKI Jakarta mengirim stafnya menyamar jadi penumpang, semacam blusukan, biar tahu kondisi di lapangan.
Sugeng Hartono
Bona Indah, Lebak Bulus,
Jakarta Selatan