Belum ada yang bertanggung jawab atas bom bunuh diri yang menewaskan 43 orang di gedung Kementerian Sosial dan Disabilitas di Kabul, Senin (24/12/2018).
Tak hanya kali ini serangan bom bunuh diri di Afghanistan. Pada bulan Desember saja, setidaknya terjadi dua serangan bom bunuh diri di Kabul, belum lagi serangan terhadap aparat keamanan di wilayah Afghanistan. Pada serangan 11 Desember 2018, serangan bom bunuh diri ke kantor pusat intelijen itu menyebabkan empat orang tewas.
Pada peristiwa 24 Desember itu, pasukan pemerintah terlibat baku tembak dengan penyerang selama hampir tujuh jam. Gedung kementerian itu akhirnya dinyatakan aman oleh militer pemerintah pada Senin tengah malam.
Serangan di Kabul itu terjadi beberapa hari setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan mempertimbangkan untuk menarik sekitar 7.000 dari sekitar 14.000 tentara AS di Afghanistan. Pernyataan itu menimbulkan kebingungan dan kepanikan di Kabul dan misi-misi asing di Afghanistan. Penarikan tersebut ditakutkan akan dapat mengembalikan kekuasaan Taliban yang terus berupaya mengusir tentara asing dan menggulingkan pemerintahan Kabul yang didukung Barat.
Sejak awal 2018, dirintis pembicaraan damai antara Pemerintah Afghanistan dan Taliban. Pertemuan di Geneva digelar akhir November 2018. Namun, tidak ada wakil Taliban yang ikut dalam pertemuan itu. Selama ini, Taliban memang tidak mau bertemu langsung dengan wakil Pemerintah Afghanistan. Taliban justru lebih ingin bertemu wakil AS untuk membicarakan penyelesaian damai perang saudara yang sudah berlangsung 17 tahun itu.
Tanpa dihadiri wakil Pemerintah Afghanistan, wakil dari Taliban, AS, dan wakil dari beberapa negara Asia, seperti Pakistan, Arab Saudi, serta tuan rumah Uni Emirat Arab bertemu pada 17 Desember 2018. Namun, pasca-pertemuan, Taliban tidak mengeluarkan pernyataan apa pun, meskipun juru runding pemerintah hadir dalam pertemuan itu.
Sejauh ini, Utusan Khusus (Special Envoy) AS Urusan Afghanistan, Zalmay Khalilzad, terus mencoba menggelar pembicaraan perdamaian. Namun, ledakan bom bunuh diri ke kantor pemerintahan dan menewaskan puluhan pegawai ini bisa menjadi kendala untuk kembali mempertemukan Pemerintah Afghanistan dan Taliban di meja perundingan. Pasalnya, pemerintah langsung menuduh Taliban terlibat dalam pengeboman itu.
Upaya damai harus terus dilakukan, apalagi Afghanistan akan menggelar pemilu presiden dalam lima bulan ke depan. Pemerintah perlu merangkul Taliban ikut dalam pemilu sebab selama ini Taliban menganggap Pemerintah Afghanistan tak lebih dari perpanjangan tangan Barat.
Apakah Taliban atau pemerintah siap mengaku kalah atau menang dalam pemilu nanti? Ataukah ini hanya sekadar cara berdiplomasi agar keduanya berdamai meski tahu bahwa perdamaian itu tidak akan langgeng? Kita berharap semua pihak mau berunding untuk membicarakan perdamaian seketat apa pun syarat yang diajukan kedua belah pihak.