Keputusan Amerika Serikat menarik tentara dari Suriah memicu kekecewaan. Menteri Pertahanan Jim Mattis pun menyatakan akan mundur.
Salah satu pihak yang kecewa terhadap rencana mundurnya keseluruhan 2.000 tentara AS dari Suriah ialah milisi Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang berintikan pejuang Kurdi. Seperti diberitakan harian ini pada Jumat (21/12/2018), Pemimpin SDF menyebut keputusan Presiden AS Donald Trump itu sebagai pengkhianatan. SDF berjanji terus membela dan mempertahankan kepentingan mereka di Suriah dengan mengandalkan kekuatan sendiri.
Saat perang melawan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) berkecamuk beberapa tahun lalu, SDF menjadi andalan AS. Dibantu militer AS, SDF bertempur mati-matian di Suriah timur. SDF kini menghadapi ancaman dari Turki, setelah NIIS kalah. Ankara menghendaki wilayah Suriah yang berbatasan dengan Turki dibersihkan dari milisi Kurdi. Rencana Ankara itu selama ini tak bisa diwujudkan karena menghindari bentrokan dengan tentara AS yang berada di wilayah SDF.
Kekecewaan juga disampaikan Israel. Harian Israel, Haaretz, menilai, penarikan mundur tentara AS hanya akan memperkuat kehadiran Rusia serta Iran di Suriah. Sebuah stasiun televisi di Israel menyebut keputusan AS merupakan pukulan terhadap negara itu. Sebaliknya, Turki, Rusia, serta Suriah menyambut gembira keputusan Presiden Trump ini.
Di dalam negeri, penarikan tentara AS disusul dengan rencana Menteri Pertahanan Jim Mattis untuk meletakkan jabatan pada Februari. Ia beralasan, pandangannya tak sesuai dengan pandangan Presiden. The Wall Street Journal menulis, anggota Kongres dan pejabat Departemen Pertahanan terpukul dengan rencana kepergian Mattis.
Meski demikian, sesungguhnya pengunduran Mattis tak terlalu mengejutkan. Dalam wawancara pada Oktober lalu, Trump menyebut Mattis mirip orang Demokrat. Hal ini dinilai sebagai ”bentuk teguran” terhadapnya. Sejumlah kalangan juga berpandangan, Trump akan merombak kabinet pascapemilu sela (midterm election) 6 November lalu. Ada beberapa menteri lain yang dikabarkan bakal diganti.
Kekecewaan sejumlah kalangan di AS, termasuk militer, terhadap keputusan Trump berpangkal dari kecemasan, NIIS bangkit jika tentara negara itu ditarik dari Suriah. Namun, seperti disampaikan Trump, Washington tak terlalu tertarik menempatkan banyak tentara di berbagai wilayah karena menghabiskan uang. Imbalannya tidak ada. Isu perimbangan kekuatan di Timur Tengah juga tidak menjadi perhatian Trump.
The New York Times menilai, pandangan Trump, bahwa kehadiran tentara AS tak dapat mengubah kesetimbangan strategis di Timur Tengah, juga dimiliki Presiden Barack Obama. Saat berkuasa, ia mengumumkan penarikan tentara AS dari Irak.
Selain karena diikuti dinamika politik dalam negeri, kebijakan militer AS di Timur Tengah menarik untuk dicermati. Orang tetap melihat langkah AS memengaruhi upaya mewujudkan perdamaian sejati di wilayah itu.