Keputusan PM Australia Scott Morrison bahwa Jerusalem Barat adalah ibu kota Israel dinilai terlalu prematur dan menghina perjuangan warga Palestina.
Pemerintahan pimpinan PM Morrison tergelincir ke dalam pemerintahan minoritas setelah kalah pada pemilihan sela di Sydney pada 20 Oktober 2018. Pemilihan ini digelar untuk mencari pengganti mantan PM Malcolm Turnbull.
Sebelum ini, Morrison mengumumkan pengakuan terhadap Jerusalem Barat sebagai ibu kota Israel menjelang pemilu sela pada Oktober 2018. Pengakuan itu dinyatakan karena Dave Sharma, mantan Duta Besar Australia di Israel yang juga dari Partai Liberal, menginginkan itu dalam kampanyenya.
Itu dilakukan Sharma untuk merebut hati para pemilih Yahudi yang terdapat di daerah Wentworth, Sydney. Akan tetapi, strategi itu rupanya tidak berhasil. Sharma kalah dalam pemilihan dari Kerryn Phelps, lawannya yang merupakan calon independen.
Meskipun calon Partai Liberal kalah pada pemilihan sela, Morrison kembali mengulangi pernyataannya mengakui Jerusalem Barat sebagai ibu kota Israel. Australia memang termasuk negara yang belum mengakui negara Palestina. ”Australia kini mengakui Jerusalem Barat, tempat Knesset dan banyak lembaga pemerintah, sebagai ibu kota Israel,” ujar Morrison.
Morrison menjelaskan, negaranya tetap berpegang pada solusi dua negara dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina. Oleh karena itu, ia belum segera akan memindahkan kedubesnya di Israel ke Jerusalem. Namun, ia menyatakan, akan membuka kantor pertahanan dan dagang di Jerusalem Barat.
Menyusul pernyataan Morrison tersebut, pemimpin oposisi Australia, Bill Shorten, menegaskan, keputusan itu penghinaan yang memalukan. ”PM Morrison telah menempatkan kepentingan politiknya di atas kepentingan politik nasional kita,” ujar Shorten.
Senada dengan Shorten, juru bicara urusan luar negeri Partai Buruh, Penny Wong, menggambarkan keputusan Morrison sebagai langkah nekat. ”Dia berusaha menyelamatkan muka,” ujar Penny merujuk pada kekalahan calon Partai Liberal, Sharma.
Pemimpin Partai Hijau Australia Richard Di Natale menggambarkan pengumuman Morrison sebagai tidak bertanggung jawab. ”Cara terbaik untuk memajukan prospek perdamaian di Israel dan Palestina yaitu mengakui negara Palestina,” ujarnya.
Pernyataan Morrison kemarin itu menimbulkan reaksi keras dari beberapa negara, termasuk Indonesia dan Malaysia. Jubir Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir menegaskan, Indonesia mencatat pernyataan Australia yang tidak memindahkan kedutaannya ke Jerusalem dan mencatat posisi negara itu yang mendukung solusi dua negara dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
Apakah pengumuman keputusan ini dipakai agar Partai Liberal dapat memenangi pemilihan umum pada 2019 meski terbukti gagal pada pemilu sela? Ataukah PM Scott Morrison mengikuti kemauan Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebagai sekutu terdekat Australia?