Fokus Perkuat Rupiah
Pemerintah dan Bank Indonesia telah berupaya menahan pelemahan rupiah. Kita berharap langkah itu semakin fokus dengan hasil sesuai harapan masyarakat.
Pemerintah telah mengetatkan impor 1.147 jenis barang yang dianggap tidak terlalu esensial melalui kenaikan Pajak Penghasilan (PPh) tiga sampai empat kali lipat.
Pemerintah juga mewajibkan penggunaan 20 persen minyak sawit untuk campuran bahan bakar diesel untuk mengurangi impor solar. Langkah ini juga menstabilkan harga minyak sawit mentah yang terhadang proteksi perdagangan sejumlah negara.
Dari sisi ekspor, mengintensifkan perundingan perdagangan bilateral atau multilateral. Dengan
Australia, misalnya, 6.474 pos tarif barang asal Indonesia menjadi nol persen. Sebaliknya 10.252 jenis barang dari Australia yang akan masuk ke Indonesia tanpa bea impor begitu kesepakatan diimplementasikan.
Koordinasi untuk memastikan turis asing mencapai target 20 juta orang pada 2019 di tingkat pusat, antara Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan kementerian terkait, sudah dilakukan dengan rancangan langkah konkret.
Bank Indonesia juga bergerak cepat. Suku bunga acuan naik empat kali sejak Mei menjadi 5,5 persen pada 15 Agustus dari 4,25 persen. Langkah itu merupakan wujud kebijakan mengantisipasi perkembangan keadaan sekaligus menunjukkan independensi.
Situasi dalam negeri dan global saat ini tidak sama dengan 1998. Saat krisis keuangan Asia 1998, harga komoditas masih baik di pasar global. Karena itu, ekonomi perdesaan relatif baik meskipun nilai tukar rupiah merosot sampai lebih dari enam kali. Cadangan devisa saat ini lebih baik, pun ketahanan perbankan.
Saat ini, tekanan global besar. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China diprediksi akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi China yang adalah mitra dagang utama kita. Kebijakan Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuan, ditambah krisis keuangan di Turki dan Argentina, menyebabkan investor di pasar uang negara ekonomi bertumbuh mengalihkan dananya ke AS.
Meski demikian, harus diakui Indonesia memiliki kelemahan. Transaksi berjalan defisit, kita kekurangan pasokan mata uang asing untuk membiayai kebutuhan impor barang dan jasa ataupun membayar utang. Impor lebih besar daripada ekspor. Rupiah menguat pekan lalu, tetapi sumber tekanan masih ada. Karena itu, kita hargai sikap pemerintah yang terus waspada.
Namun, kita juga ingin pemerintah terus mencari cara-cara baru untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Antara lain, menjajaki kemungkinan menggunakan mata uang mitra dagang dalam impor; menjaga harga komoditas pangan tidak bias konsumen; terjadi transfer kenaikan pendapatan bagi petani yang komoditasnya diekspor, seperti sawit; mengurangi impor pangan yang mampu diproduksi dalam negeri, seperti gula dan garam.
Bank Indonesia, OJK, dan pemerintah harus dapat meyakinkan eksportir bahwa aman menaruh devisa hasil ekspor dan mengonversi ke rupiah di perbankan dalam negeri.
Karena Indonesia sudah menyatakan diri sebagai negara terbuka terhadap lalu lintas devisa, langkah pengaturan seyogianya tetap membuat eksportir percaya dan nyaman. Dalam hal ini, berbicara terbuka dengan para pemangku kepentingan, terutama pengusaha/eksportir, selaiknya diintensifkan.