Asian Games 2018, pesta olahraga terbesar di Asia pada tahun 2018 ini, akan segera berakhir. Dalam dua minggu terakhir, warga Asia sungguh berpesta di dunia nyata ataupun dunia maya. Hingga Jumat (31/8/2018) ini, kontingen Indonesia telah meraih 30 medali emas.
Tentu saja, para atlet telah bertahun-tahun menekuni cabang olahraganya. Medali yang mereka dapatkan merupakan buah kerja keras selama bertahun-tahun.
Selain medali, banyak hal lain yang mengikuti kesuksesan tersebut. Nama mereka, misalnya, semakin terkenal. Mereka juga mendapatkan banyak like dan pengikut di akun sosial medianya.
Kemudian, mendapat tawaran menjadi pegawai negeri sipil, mendapat tawaran menjadi bintang iklan, diajak belanja ke toko barang mewah, bahkan bonus yang nilainya hingga miliaran rupiah.
Mendapatkan bonus dadakan dalam jumlah besar tentu perlu dikelola dengan bijaksana agar bonus tersebut dapat bermanfaat dengan maksimal bagi para atlet dan keluarganya.
Walau jelas saja, saran ini tidak ditujukan untuk Bambang Hartono, peraih medali perunggu pada cabang olahraga brigde pada Asian Games 2018. Terlebih lagi, Bambang Hartono adalah orang terkaya di Indonesia.
Ada cerita tentang seorang pekerja di Bandara Changi, Singapura, yang sedang menyikat lantai dengan mesin kemudian tewas tertabrak taksi yang dibajak seseorang. Dia meninggalkan istri dan empat anak yang masih kecil.
Tragedi itu diangkat ke media dan banyak orang bersimpati kepada keluarga tersebut. Selain uang asuransi, donasi kepada keluarga mencapai 1 juta dollar Singapura. Sayangnya, uang itu habis hanya dalam satu tahun karena si istri tidak dapat mengelolanya dengan baik.
Kisah seperti ini dapat juga terulang kepada atlet dan pelatih yang mendapatkan bonus besar karena hasil keringat mereka pada Asian Games. Para perencana keuangan menyarankan agar perolehan bonus dari berbagai sumber tersebut dicatat dengan saksama.
”Pertama, seluruh bonus yang dikumpulkan dibagi menjadi dua. Sebanyak 50 persen untuk masa depan, dan 50 persen lainnya untuk bersenang-senang,” ujar perencana keuangan dari Finansia Consulting Eko Endarto di Jakarta, Jumat (31/8/2018).
Separuh dari bonus yang dialokasikan untuk bersenang-senang dapat dibagi lagi untuk memenuhi kebutuhan dua hal, yaitu membayar utang dan konsumsi. Utang-utang konsumtif, seperti utang kartu kredit, dapat dilunasi dengan sebagian dari uang bonus ini. Sebagian lagi dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan untuk merayakan kemenangan, seperti berjalan-jalan.
Senada dengan Eko, perencana keuangan dari OneShildt, Mohammad Andoko, juga menyarankan pembagian yang sama.
”Saran saya, 50 persen dinikmati karena itu hasil jerih payah si atlet. Sementara 20-30 persen lagi diinvestasikan untuk masa depan keuangan. Selebihnya, 20-30 persen lagi diinvestasikan untuk memperkuat kemampuan mereka dalam bidang olahraga sehingga keterampilan dapat lebih berkembang dan mereka dapat mempertahankan prestasinya,” ujar Andoko.
Berinvestasi dan proteksi diri dapat dilakukan dengan membeli rumah, membeli surat berharga di pasar modal, serta membeli produk asuransi untuk proteksi. Sudah banyak bank yang menjual produk pasar modal, seperti reksa dana dan obligasi ritel.
Investasi seperti itu akan sangat berguna di masa yang akan datang jika atlet tidak lagi dapat bermain karena alasan usia atau cedera. Hasil investasi dapat pula menjadi sumber pemasukan di kala atlet tidak dapat bertanding lagi.