Tanpa terasa sudah setahun lebih amnesti pajak berakhir (Maret-2017) dan kita melihat ada banyak terobosan kebijakan yang dilakukan pemerintah sehubungan dengan pajak dengan tujuan menstimulus perekonomian nasional.
Karena 85 persen APBN dibiayai penerimaan pajak, maka dengan segala upaya pemerintah terus melakukan pembenahan dan memperbaiki sistem perpajakan. Pada RAPBN 2019 penerimaan sektor pajak ditargetkan Rp 1.737,8 triliun, meningkat 15,4 persen berdasarkan outlook 2018. Pertumbuhan ini terutama dipengaruhi peningkatan kinerja perekonomian dalam negeri.
Regulasi baru
Ada beberapa peraturan perpajakan yang sangat baik yang di- buat pemerintah, misalnya kemudahan administrasi perpajakan. Ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 9 Maret 2018 terkait perubahan PMK 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT). Peraturan ini berkisar tentang penyederhanaan pelaporan SPT. Intinya SPT nihil dan PPh 25 Nihil tak perlu lagi dilaporkan. Pelaporan pajak sekarang sudah menggunakan sistem efiling sehingga wajib pajak (WP) tak perlu repot-repot lagi mengantre di kantor pelayanan pajak (KPP).
Sementara dari sisi ramah bisnis, pemerintah menggelontorkan banyak sekali peraturan yang memberikan keringanan dan mempermudah WP dalam membayar pajak. Misalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 menggantikan PP No 46/2013 yang menurunkan tarif pajak UKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen dari peredaran usaha. Saat ini jumlah UKM di Indonesia sekitar 1,65 persen dari jumlah penduduk, kalah jauh dibandingkan Singapura yang 7 persen, Malaysia 5 persen, dan Thailand 4 persen. Semoga kebijakan ini bisa mendongkrak jumlah UKM di Indonesia.
Terbitnya PMK No 35/2018 menggantikan PMK No 159/2015 sehubungan dengan peraturan tax holiday (bebas pajak) untuk industri tertentu karena PMK No 159 dinilai tak lagi ramah bisnis, tak memberikan kepastian hukum baik mengenai persentase pengurangan PPh maupun jangka waktu pemanfaatan fasilitas. Prosedur untuk mendapatkan tax holiday pada PMK No 159 juga dinilai terlalu birokratif dan jangka watunya 45 hari kerja. Negara-negara tetangga jauh lebih kompetitif dalam hal ini.
Pemerintah juga mulai bersikap tegas dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) No 14/PJ/2018 pada 19 Juli 2018 yang menginstruksikan fiskus agar memeriksa data WP untuk seluruh WP, dengan prioritas pemeriksaan pada WP yang tak ikut program amnesti. Tujuannya barangkali untuk memberikan ”napas” bagi WP yang sudah ikut program amnesti. Penulis melihat prinsip keadilan membayar pajak sedang dijalankan oleh pemerintah.
Terobosan lain yang tak kalah menarik, Dirjen Pajak ke depannya akan mengedukasi WP ke seluruh pelajar dari tingkat SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi, bahkan pembekalan sadar pajak akan disisipkan pada mata kuliah wajib umum (MKWU), seperti mata kuliah Pancasila, Sejarah, dan Bahasa Indonesia.
Arus balik
Berkaca dari peraturan yang sudah bagus dibuat pemerintah, pemerintah perlu membuat arus balik untuk mengimbangi pengorbanan yang dibuat WP dengan mencegah kebocoran APBN. Diperlukan kerja keras untuk menjaga pundi-pundi negara dari tangan-tangan koruptor pada saat penggunaannya sehingga tepat guna dan tepat sasaran.
Pos pengeluaran perlu diawasi seketat-ketatnya, jangan sampai anggaran negara bocor seperti dalam kasus KTP-el yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Selain itu, pemerintah perlu mendorong kemudahan berinvestasi, khususnya dalam perizinan. Upaya ini harus dilakukan serius sehingga masyarakat pun akan senang membayar pajak.
Irwan Wisanggeni Dosen Trisakti School of Management