Jadi Simbol Melawan Korupsi
Novel Baswedan, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, akhirnya kembali ke Tanah Air. Namun, ia ternyata belum sembuh total dari akibat penyerangan.
- English Version: Becoming a Symbol Against Corruption
Novel pun masih harus menjalani sejumlah pemeriksaan dan perawatan, terutama untuk memulihkan mata kirinya yang kini cacat. Dia menjadi korban penyerangan oleh orang tidak dikenal, 11 April 2017, atau lebih dari 10 bulan lalu di dekat rumahnya.
Seperti penanganan kesehatannya yang kini belum tuntas, penanganan perkara penyerangan terhadap Novel belum selesai juga. Bahkan, terkesan mandek. Tak ada perkembangan yang bisa diketahui masyarakat. Padahal, sebelum total menjadi penyidik KPK, Novel adalah anggota Polri. Kasus penyerangan terhadapnya dengan menggunakan air keras itu pun ditangani kepolisian.
Namun, entah apa penyebabnya, kasus penyerangan itu belum terungkap. Kepolisian yang dalam banyak kasus sangat cepat dan profesional mengungkap kasus, kali ini seperti kesulitan. Sejumlah bukti dan kesaksian sudah disampaikan. Namun, lagi-lagi kasus tersebut masuk lorong kegelapan. Tak jelas.
Ketidakjelasan ini sempat menimbulkan kecurigaan dan dugaan macam-macam di masyarakat. Apalagi, lantaran totalitas Novel bekerja di KPK, antara lembaga antirasuah itu dan kepolisian sempat terjadi ketegangan. Novel sempat diperkarakan oleh kepolisian terkait dugaan penembakan terhadap seorang tersangka kasus pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004. Kasus ini tak berlanjut.
Dorongan sejumlah kalangan terhadap pemerintah agar membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) bisa dibaca sebagai bentuk kegeraman masyarakat terhadap lambannya pengungkapan kasus ini. Apalagi teror terhadap Novel sudah berulang kali terjadi, seperti ditabrak mobil pada 2016 saat ia dalam perjalanan ke KPK dengan mengendarai sepeda motor.
Pemberantasan korupsi di negeri ini tak boleh bergantung kepada seseorang, termasuk kepada Novel. Ia pun tidak ingin dipuja secara berlebihan. Namun, Novel dan keluarganya berhak mendapatkan keadilan, antara lain dengan kepolisian mengungkap pelaku penyerangan itu. Janganlah penyerangan yang menimpa Novel terbenam, seperti kasus teror kepada aktivis antikorupsi lain yang hingga kini juga belum jelas. Ketidakjelasan penyelesaian teror yang menimpa aktivis antikorupsi secara perlahan-lahan bisa menggerogoti kepercayaan rakyat kepada aparat, kepada pemerintah, dan pada gilirannya dapat menimbulkan apatisme masyarakat dalam melawan korupsi.
Dalam wawancara dengan Kompas di Singapura, Novel percaya tak sulit bagi kepolisian untuk mengungkap dalang penyerangan atas dirinya (Kompas, 25/7/2017). Kegembiraan masyarakat atas kepulangan Novel, termasuk melalui media sosial sehingga tagar #NovelKembali sempat menjadi trending topic, menggambarkan publik sesungguhnya rindu kepada keadilan. Rakyat juga geram dengan korupsi.
Novel hanyalah simbol bahwa rakyat tidak takut melawan korupsi. Rakyat belum lelah memberantas korupsi. Semestinya kegairahan ini dijawab secara tepat oleh pemerintah.