Dari romansa sempurna Bellingham di Wembley, tecermin betapa besar pertumbuhan sang megabintang dari tahun ke tahun.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
Gelandang Real Madrid, Jude Bellingham, berupaya mencerna apa yang sedang terjadi seusai peluit panjang laga kedua semifinal. Kedua tangannya memegangi kepala, belum percaya mereka lolos ke partai puncak setelah sempat masih tertinggal agregat dari Bayern Muenchen saat waktu normal tersisa kurang dari tiga menit.
Wajar saja jika pemain 20 tahun itu agak kebingungan. Selain laga yang dramatis, dia baru pertama kali lolos ke final Liga Champions. Prestasi itu diraih di musim debutnya bersama Madrid. ”Anda selalu memimpikan itu sejak kecil. Saya sedikit emosional, masih terguncang. Saya perlu meresapinya malam ini,” ujar Bellingham.
Istimewanya, partai final musim ini seolah ditakdirkan untuk seorang Bellingham. Dia akan menjalani reuni pertemuan dengan Borussia Dortmund, tempat pemain tim nasional Inggris itu berkembang dari remaja berbakat menjadi megabintang seharga 100 juta euro. Kedua pihak itu bertemu lagi setelah berpisah pada musim panas lalu.
Padahal, Dortmund sudah 11 tahun gagal kembali ke final. Mats Hummels dan rekan-rekan sangat kesulitan seusai ditinggal Bellingham, berada di peringkat ke-5 Liga Jerman. Namun, mereka dengan mayoritas pemain muda yang tidak berpengalaman di turnamen paling bergengsi itu justru bisa melaju jauh.
Bellingham sekaligus mengobati kekecewaan publik Inggris. Tidak ada satu pun klub wakil tuan rumah yang lolos dalam final yang akan berlangsung di Stadion Wembley. Bellingham, ikon ”Tiga Singa”, merebut hak tampil di depan publik sendiri dari tangan penyerang Bayern, Harry Kane, yang merupakan kapten timnas Inggris.
”Ini gila. Saya tidak percaya. Ini kemungkinan yang sangat sulit terjadi. Final pertama saya. Di Inggris, melawan Dortmund. Tentu saya senang (untuk Dortmund). Ini adalah penghargaan bagi mereka. Mereka layak masuk final. Senang bisa bertemu kembali dengan beberapa teman lama,” kata Bellingham.
Adapun Bellingham menjadi pemain Inggris pertama yang lolos ke final Liga Champions bersama Madrid setelah Steve McManaman pada 2002. Catatan itu semakin membuktikan dia merupakan duta terbaik Tiga Singa. Sebelumnya, pemain-pemain Inggris dikenal ”jago kandang” dan kurang adaptif.
Dari romansa sempurna di Wembley, bisa terlihat bagaimana evolusi drastis dan potensi Bellingham ke depan. Sekitar empat tahun lalu dia meninggalkan Inggris untuk pindah dari Birmingham ke Dortmund. Statusnya ketika itu adalah ”bocah ajaib” berusia 17 tahun yang belum tentu bisa berkembang sesuai harapan.
Ini gila. Saya tidak percaya. Ini kemungkinan yang sangat sulit terjadi. Final pertama saya. Di Inggris, melawan Dortmund.
Juni nanti Bellingham kembali ke Inggris bersama ”El Real”. Dia sudah menjadi sosok yang tidak tergantikan di Madrid dan timnas Inggris. Dua tim yang sama-sama berada di level tertinggi dalam persaingan klub dan negara. Terlihat jelas pula sang gelandang telah berada di puncak dunia dengan usia yang masih sangat muda.
Dari sisi permainan, Bellingham juga sudah berbeda dengan setahun lalu di Dortmund. Dia lebih versatile saat ini, bisa bermain di berbagai posisi selain sebagai gelandang. Pada laga versus Bayern, misalnya, Bellingham diplot bermain di sisi sayap kiri. Dia mendukung pergerakan pemain sayap Vinicius Jr.
”Dia pemain serba bisa yang istimewa. Dia bisa datang dengan fenomenal dari lini kedua, berlari, bertahan, punya visi sangat baik, dan menciptakan transisi cepat. Musimnya (bersama Madrid) spektakuler. Tidak masalah baginya ditempatkan di mana pun,” kata mantan penyerang Madrid, Ruud van Nistelrooy, kepada AS.
Pada awal musim, Bellingham sempat menggantikan tugas eks penyerang Karim Benzema sebagai mesin gol Madrid. Peran baru tersebut sukses total, sampai manajer timnas Inggris Gareth Southgate memberikan tugas lebih ofensif bersama Tiga Singa. Adapun Bellingham sudah mencetak 22 gol dan 8 asis dari 36 laga.
Menurut Southgate, hal paling istimewa dari Bellingham adalah semangat kompetitif. Hal tersebut yang diperlihatkannya juga dalam laga semifinal kedua. Menurut media Spanyol, Cope, Bellingham ngotot tampil walaupun harus disuntik pereda nyeri di bagian lutut. Dia menyudahi laga dengan bermain 99 menit.
Dortmund, yang sudah terbukti menjadi pabrik pembinaan pemain muda, memang berjasa besar mengembangkan bakat Bellingham. Namun, sang megabintang sudah terlalu besar untuk Dortmund. Dia butuh ekosistem terbaik seperti di Madrid untuk bisa terus berkembang. Hal itu sudah terbukti sampai saat ini.
Meskipun memiliki hubungan baik pada masa lalu, Bellingham tidak akan mengasihani mantan timnya di Wembley. Setelah laga semifinal, dia langsung mengenakan jersei terbalik dengan nomor punggung 15. Nomor itu menandakan jumlah trofi Liga Champions Madrid jika menang dalam partai puncak nanti.
Bellingham berkata, ingin mengulangi jalan karier sang idola, yaitu Zinedine Zidane. Dia ingin berbicara banyak di final dan meraih trofi ”Si Kuping Lebar”. Wembley pun akan menjadi panggung pembuktian berikutnya untuk ikon Madrid, duta Tiga Singa, dan hasil produk terbaik Dortmund tersebut. (AP/REUTERS)