Menanti Berkah ”Underdog” Tim Uber Indonesia di Partai Puncak
Status non-unggulan tim putri Indonesia bisa menjadi keuntungan terselubung saat berhadapan dengan tuan rumah China.
CHENGDU, SABTU — Tim bulu tangkis putri Indonesia kembali membuktikan, status ”kuda hitam” bisa menguntungkan di Piala Uber. Saat ini, mereka tinggal selangkah lagi untuk merajut ulang kisah kejayaan tim non-unggulan yang pernah diciptakan Susy Susanti dan rekan-rekan pada 1994. Tim raksasa China sudah menanti di final.
Smeskeras tunggal ketiga Indonesia, Komang Ayu Cahya Dewi, mengakhiri perlawanan wakil Korea Selatan, Kim Min-sun, 17-21, 21-16, 21-19, di Chengdu Hi Tech Zone Sports Centre Gymnasium, China, Sabtu (4/5/2024). Indonesia yang tampil pertama kali di semifinal dalam 14 tahun terakhir sukses menumbangkan juara bertahan Korsel, 3-2.
Ketidakhadiran tunggal andalan Korsel, An Se-young, memang menguntungkan untuk Indonesia. Namun, kemenangan itu tetap berasal dari inspirasi para pemain ”Merah Putih”, terutama tiga tunggal yang tampil spartan serta menyumbang kemenangan, yaitu Gregoria Mariska Tunjung, Ester Nurumi Tri Wardoyo, dan Komang.
Baca juga: Singkirkan Juara Bertahan Korsel, Tim Putri Indonesia ke Final Piala Uber Setelah 2008
”Andalan mereka (An) tidak turun. Itu harus dimanfaatkan oleh Gregoria, tidak boleh lepas. Dari situ (setelah menang partai pertama) ada harapan. Tunggal kita ternyata bisa menanggung beban dan menyelesaikan dengan baik. Ini bukti kalau mereka bisa setelah selama ini dipandang pesimis,” kata Manajer Tim Indonesia Ricky Soebagdja.
Indonesia akan menantang tim tuan rumah China dalam partai final pada Minggu pagi. Gregoria dan rekan-rekan kembali membawa status ”kuda hitam” di laga itu. Seperti diketahui, China diperkuat para pemain yang menguasai sektor tunggal dan ganda putri dunia. China juga sudah 15 kali keluar sebagai juara Piala Uber.
Perbedaan level tecermin dari rekor pertemuan para pemain kedua tim. Hanya Komang yang unggul dalam head to head, atas Han Yue, 1-0. Tiga wakil lain tertinggal cukup jauh, termasuk ujung tombak Indonesia, Gregoria, yang lebih banyak kalah dari Chen Yu Fei, 3-9. Adapun Ester dan He Bing Jiao belum pernah bertemu.
Meskipun begitu, para pemain Indonesia tidak perlu merasa inferior. ”Kuda hitam” sering diuntungkan dalam kejuaraan beregu seperti ini. Mereka bisa bertarung lepas, tanpa beban, tidak seperti tim unggulan. Kisah ”David dan Goliath” sudah pernah tercipta pada 1994 saat Indonesia meraih juara Piala Uber kedua setelah penantian 19 tahun.
Tahun 1994 itu mirip seperti kali ini. Saya ada di ranking atas seperti Jorji (Gregoria). Ganda pertama juga mirip dengan Apri/Fadia dari peringkat. Waktu itu Mia (Audina) tidak diunggulkan seperti Ester dan Komang. Di atas kertas kita kalah, tetapi pada akhirnya kita yang keluar sebagai pemenang.
Susy masih mengingat memori indah tersebut. Menurut dia, China yang merupakan lima kali juara bertahan beruntun ketika itu lebih diunggulkan walaupun Indonesia berstatus tuan rumah. Dia, sebagai tunggal pertama Indonesia, juga dipenuhi keraguan karena sempat kalah dari Ye Zhaoying di Indonesia Terbuka 1993.
Baca juga: Tim Piala Thomas dan Uber Indonesia Lolos Bersama ke Semifinal
”Tahun 1994 itu mirip seperti kali ini. Saya ada di ranking atas seperti Jorji (Gregoria). Ganda pertama juga mirip dengan Apri/Fadia (Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti) dari peringkat. Waktu itu Mia (Audina) tidak diunggulkan seperti Ester dan Komang. Di atas kertas kita kalah, tetapi pada akhirnya kita yang keluar sebagai pemenang,” ujar Susy.
Indonesia memenangi dua laga lebih dulu atas China, lalu dibalas dalam dua laga berikutnya. Dalam situasi skor 2-2, Mia yang belum genap 15 tahun menjadi penentu kemenangan tim. Hal yang berbeda dalam final nanti adalah China berstatus sebagai tuan rumah. Dukungan itu bisa membantu atau justru menambah beban.
”Kita sudah membuktikan bisa melawan Korsel. Besok, biarkan ranking tetap jadi ranking. Di lapangan, permainan akan berbeda. Yang penting fokus, konsentrasi, jalankan tugas masing-masing, dan saling kasih semangat. Hasil (semifinal) sudah bagus, sekarang ada kesempatan lebih baik lagi. Jadi (tampil) lepas saja,” kata Susy.
Gregoria akan kembali memimpin Indonesia di partai final. Menurut Susy, pemain pertama selalu memiliki beban berlipat untuk menang. Hasil positif di laga pembuka bisa meringankan tekanan para pemain lain. Hal itu sudah terbukti sejak babak grup saat Gregoria mengalahkan Akane Yamaguchi (Jepang) dan Ratchanok Intanon (Thailand).
Baca juga: Kalahkan Thailand, Tim Piala Uber Indonesia Lolos ke Semifinal Setelah 14 Tahun
Gregoria memang kalah dalam dua pertemuan terakhir dari Chen pada 2024, dalam Malaysia Terbuka dan Kejuaraan Asia. Meskipun begitu, sekali lagi, ini adalah turnamen beregu. Hasil di turnamen individu bisa berbanding terbalik. Apalagi, Gregoria sudah berpengalaman empat kali mengikuti Piala Uber edisi sebelumnya.
Kapten tim putri Indonesia, Apriyani, berkata, Gregoria memiliki kapasitas lebih dari cukup untuk menjadi ujung tombak tim. ”Dia sering kasih masukan yang tepat untuk anak-anak tunggal putri. Bersama tim ini, kami punya visi dan misi yang sama. Kami mau membuktikan bahwa kami bisa. Menang bersama, kalah bersama,” jelas Apriyani.
Indonesia dan China sudah berhadapan 12 kali di Piala Uber. China jauh lebih unggul dengan rekor 10-2. Adapun dua kemenangan Indonesia diraih pada final tahun 1994 dan 1996. Sementara itu, tim ”Negeri Tirai Bambu” memenangi tujuh pertemuan terakhir, termasuk teranyar pada 2022 di Bangkok dengan skor telak 3-0.
Pebulu tangkis era 1990-an, Yuni Kartika, menilai, prestasi di Chengdu bukan hanya tentang Piala Uber. Hal itu juga menjadi titik balik tunggal putri Indonesia, nomor yang selama ini selalu diragukan. Pelapis yang dinanti Gregoria akhirnya muncul. Ester (18) dan Komang (21) bisa menuntaskan tanggung jawab dengan sangat baik.
”Untuk turun jadi pemain penentu di Piala Uber itu tidak mudah. Apalagi tunggal kedua dan ketiga kita masih muda. Turnamen beregu seperti ini bisa menjadi batu loncatan. Ada pemain yang mendapat momentum justru di beregu. Hasil ini menandakan kualitas tunggal putri semakin baik. Permainan mereka keluar semua,” tutur Yuni.