PSG dalam situasi pelik usai kalah dari Barcelona. Mereka acap gagal membalikkan keadaan di pertemuan kedua.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
PARIS, KAMIS — Pelatih Xavi Hernandez sukses membawa Barcelona unggul 3-2 atas tuan rumah Paris Saint-Germain pada pertemuan pertama babak perempat final Liga Champions Eropa di Stadion Parc des Princes, Kamis (11/4/2024) dini hari WIB. Kemenangan itu jadi tamparan keras bagi Pelatih PSG Luis Enrique, yang mengklaim dirinya punya gaya permainan ala Barca melebihi Xavi.
Namun, yang terjadi di atas lapangan justru sebaliknya. Xavi keluar sebagai pemenang setelah terlibat adu taktik dengan Enrique. Barca mampu unggul lebih dulu melalui Raphinha di babak pertama. Raphinha memanfaatkan bola muntah yang gagal diselamatkan secara sempurna oleh kiper PSG, Gianluigi Donnarumma.
PSG membalas dan berbalik unggul di awal babak kedua. Mantan pemain Barca, Ousmane Dembele, yang pindah ke PSG awal musim ini jadi petaka baris pertahanan mantan timnya tersebut. Sepakan kerasnya dari dalam kotak penalti gagal dihalau Marc-Andre ter Stegen. Tiga menit berselang, giliran Vitinha yang membawa PSG unggul lewat sontekannya.
Barca mampu membalas di pengujung babak kedua melalui sundulan Andreas Christensen dalam skema sepak pojok. PSG berupaya keras mencetak gol tambahan. Namun, hingga pertandingan usai, kemenangan 3-2 Barca tetap bertahan.
”Kami memulai babak kedua dengan cara terbaik dan kami seharusnya bisa mencetak gol ketiga. Namun, tiba-tiba kami kebobolan gol kedua dan gol terakhir. Saat kedudukan 2-2, kami menciptakan beberapa peluang,” kata Enrique.
Pertemuan antara PSG dan Barca jadi ajang ”reuni” Enrique dan Xavi. Keduanya pernah bermain bersama saat masih membela Barca pada 1998 hingga 2004. Saat Enrique pensiun, ia sempat melatih Barca, dan Xavi masih aktif bermain pada musim 2014-2015. Kerja sama keduanya membuahkan treble winners untuk Barca musim itu.
Dengan latar belakang seperti itu, tidak heran keduanya memiliki DNA Barca di dalam diri mereka. Itu terbukti dari gaya bermain Barca dan PSG yang identik, yaitu sama-sama mengutamakan dominasi dalam penguasaan bola. PSG punya rerata penguasaan bola mencapai 65 persen, sedangkan Barca 58 persen.
Selain itu, PSG dan Barca juga punya kemiripan dalam hal formasi. PSG dan Barca sama-sama cenderung menggunakan pendekatan 4-3-3 yang lebih eksplosif dalam menyerang. Segala kemiripan ini sudah terprediksi sebelumnya lantaran Enrique dan Xavi pernah lama menjadi bagian dari Barca.
Kami punya waktu untuk mempersiapkan pertandingan ini dan semuanya berjalan sangat baik dalam bertahan ataupun menyerang.
Sebelum pertandingan pun, Enrique mengakui hal tersebut. Dia bahkan mengklaim melatih dengan mewakili gaya bermain Barca melampaui apa yang dilakukan Xavi sejauh ini. Saat disinggung mengenai kans kembali menangani Barca, Enrique tidak menampiknya dan menyebut hal itu bisa saja terjadi.
Sadar akan menghadapi Enrique yang memiliki pendekatan serupa, Xavi mengubah pendekatannya. Ia menerapkan formasi 4-2-3-1 di laga ini. Frenkie de Jong dan Sergi Roberto ditugaskan menjadi gelandang jangkar.
Mereka menopang trio gelandang yang diisi oleh Lamine Yamal, Ilkay Guendogan, dan Raphinha. Sementara Robert Lewandowski diinstruksikan sebagai penyerang lubang.
Beradu taktik
Saat PSG tertinggal satu gol, Enrique melakukan sejumlah perubahan susunan pemain di babak kedua. Enrique mengganti Marco Asensio yang di laga ini berperan sebagai penyerang palsu (false nine) dengan Bradley Barcola. Pergantian ini memungkinkan Enrique kembali ke sistem 4-3-1-2 yang efektif saat mengalahkan Real Sociedad di pertemuan kedua babak 16 besar.
Pendekatan tersebut membuat Kylian Mbappe berduet dengan Barkola di lini depan. Di belakang, mereka disokong Dembele yang berperan sebagai gelandang serang. Enrique turut mengubah susunan bek dengan menggeser Marquinhos dari sebelumnya bek kanan menjadi bek tengah, berganti posisi dengan Lucas Hernandez.
Pertukaran posisi Marquinhos dan Hernandez dimaksudkan untuk membatasi ruang gerak Lewandowski. Di babak pertama, Lewandowski beberapa kali membuat pergerakan yang membahayakan lini pertahanan PSG. Dengan perubahan itu, Lewandowski setidaknya bisa diredam.
Sementara itu, penempatan Mbappe dan Barcola di depan sebagai penyerang bertujuan agar bek sayap Barca tertarik lebih melebar sehingga menyisakan ruang di area tengah. Taktik ini berbuah gol Vitinha yang bebas merangsek ke dalam kotak penalti di saat para bek sayap Barca fokus menjaga kelebaran.
Perubahan taktik Enrique direspons Xavi dengan memasukkan Pedri dan Christensen. Pedri berperan besar dalam gol penyeimbang Barca yang dicetak Raphinha. Umpan terukurnya melompati garis pertahanan PSG dan menjangkau Raphinha dengan sangat presisi. Adapun Christensen memanfaatkan keahliannya dalam duel bola-bola udara yang berujung pada gol pembalik keadaan dari Barca.
”Kami punya waktu untuk mempersiapkan pertandingan ini dan semuanya berjalan sangat baik dalam bertahan ataupun menyerang. Kami bangga dengan tim. Paris bermain sangat baik, tetapi kami meminimalkan ancaman mereka,” kata Xavi.
Kalah di pertemuan pertama sangat merugikan PSG. Kekalahan dari Barca memperpanjang catatan minor PSG saat bermain di markas sendiri. Ini menjadi kekalahan kelima PSG saat bertindak menjadi tuan rumah di pertemuan pertama.
Sejarah memperlihatkan, PSG selalu kesulitan membalikkan keadaan saat ganti bertindak sebagai tim tamu di pertemuan kedua. Namun, Mbappe tetap optimistis timnya bisa melewati tantangan tersebut.
”Saya yakin kami bisa membalikkan keadaan dan kami akan melakukannya. Itu adalah tujuan saya. Kami belum pernah kalah tandang di liga musim ini. Kami punya waktu enam hari hingga pertandingan ini. Gol tandang tidak lagi dihitung dan itu membantu kami dalam hal ini,” ujar Mbappe. (REUTERS)