Windy Cantika Aisah menebar senyum kendati hampir dipastikan tidak lolos Olimpiade Paris 2024. Senyuman kebangkitan.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
PHUKET, MINGGU — Lifter Indonesia, Windy Cantika Aisah, hampir dipastikan gagal mengulang kisah sukses tiga tahun lalu ketika berhasil memastikan tampil di Olimpiade Tokyo 2020. Hasil kualifikasi menunjukkan Windy tak lolos ke Olimpiade Paris 2024. Namun, dia tetap tersenyum setelah perlahan menemukan performa terbaiknya kendati dalam kondisi cedera.
Hal itu diketahui setelah Windy tak bisa menambah total angkatan minimal untuk masuk 10 besar daftar peringkat kualifikasi di Piala Dunia Angkat Besi 2024, di Phuket, Thailand, Senin (31/3/2024). Turun di kelas 49 kilogram putri Grup C, Windy mencatatkan total angkatan 184 kg dengan snatch (mengangkat beban tanpa jeda dari lantai hingga di atas kepala) terbaik seberat 84 kg dan clean and jerk (mengangkat beban dalam dua tahap) terbaik seberat 100 kg.
Agar bisa menembus 10 besar daftar peringkat kualifikasi sebagai syarat lolos ke Paris, Windy harus mencatatkan total angkatan minimal 191 kg. Berdasarkan daftar peringkat per 4 Maret 2024, Katherin Oriana Zarate (Venezuela), yang menempati urutan ke-10, memiliki total angkatan 190 kg. Adapun lifter urutan kesembilan (Rosegie Ramos, Filipina) dan kedelapan (Beatriz Elizabeth Piron, Republik Dominika) memiliki total angkatan 191 kg. Angka itu bisa saja berubah jika ketiga lifter tersebut mencatatkan total angkatan terbaik yang baru di Piala Dunia.
Federasi Angkat Besi Internasional (IWF) memang baru akan merilis daftar akhir peringkat kualifikasi pada Mei 2024. Namun, Windy hampir dipastikan gagal mengulang kisah sukses tampil di Olimpiade Tokyo 2020 dalam usia yang masih sangat muda, 17 tahun. Tak hanya tampil, lifter asal Bandung, Jawa Barat, ini saat itu mampu menorehkan prestasi dengan merebut medali perunggu.
Sebelum ke Phuket, Windy menuturkan, dia masih menjaga mimpi seperti kebanyakan atlet lain. Tak cukup bagi Windy untuk pernah tampil di Olimpiade dan meraih perunggu. Pemilik rekor dunia remaja untuk snatch dan clean and jerk kelas 49 kg ini ingin kembali berlaga di panggung tertinggi dan meraih prestasi tertinggi pula, medali emas.
”Mimpi semua atlet pasti ingin medali emas Olimpiade. Kalau Windy, tergantung rezekinya. Yang pasti, Windy usahakan dulu dan usahakan terus,” ucap Windy.
Lantas, bagaimana jika Olimpiade Paris 2024 belum menjadi rezeki bagi Windy? Sejak awal, kata Windy, dia mencoba mengusahakan segalanya. Bahkan, meski harus menunda operasi lumbar yang robek demi menjalani kualifikasi. Adapun soal hasil, dia memilih berserah pada keputusan Tuhan.
Selepas SEA Games Vietnam 2021 yang digelar 2022, Windy mendapati cedera di lumbal atau tulang belakang bagian bawah mengalami. Cedera tersebut melengkapi rasa sakit yang sebelumnya telah bersarang di tubuh Windy, tepatnya di bagian tulang kering kedua kakinya.
Kini, cedera kaki telah pulih, tetapi cedera lumbal masih belum ditangani sepenuhnya sehingga sakit kadang terasa. Dokter menyarankan Windy menjalani operasi. Namun, kata Windy, Pengurus Besar Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABSI) memutuskan menunda operasi karena perburuan tiket Olimpiade sudah dimulai.
Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga yang juga Dokter Tim Angkat Besi Indonesia, Andi Kurniawan, mengatakan, cedera Windy berada pada derajat ringan-sedang. Dengan begitu, operasi bukan satu-satunya opsi. Operasi dilakukan kalau rehabilitasi atau proses pemulihan tidak berjalan baik atau tidak ada kemajuan pemulihan.
“Yang terjadi bukan cedera berat, jadi kami memutuskan rehabilitasi atau pemulihan, sambil mempersiapkan untuk kualifikasi. Sejauh ini, proses pemulihan berjalan baik,” ucap Andi.
Kebangkitan Windy
Terlepas dari itu, penampilan Windy di Phuket patut diapresiasi. Kendati tampil dalam kondisi cedera, Windy mampu mencatatkan angkatan terbaik snatch seberat 84 kg. Beban itu sama seperti ketika Windy meraih medali perunggu di Olimpiade Tokyo 2020. Maka, wajar selepas berhasil dengan angkatan tersebut, Windy berteriak lega.
Kelegaan juga terlihat di wajah Windy setelah berhasil mengangkat 100 kg pada percobaan kedua clean and jerk. Selepas menghela napas panjang, Windy tersenyum saat turun dari panggung. Senyuman juga merekah di wajah Windy kendati gagal mengangkat percobaan terakhir seberat 105 kg. Peraih medali emas kejuaraan dunia yunior 2022 dan 2021 ini tersenyum sambil memberi hormat kepada juri. Senyum itu bertahan sampai dia menuruni tangga panggung dan disambut para pelatihnya.
Total angkatan seberat 184 kg itu merupakan catatan terbaik Windy di kelas 49 kg sepanjang kualifikasi yang dimulai sejak Kejuaraan Dunia 2022 di Bogota, Kolombia. Di ajang pertama, Windy mencatatkan total angkatan 176 kg (snatch 80 kg dan clean and jerk 96 kg). Lalu, Windy hanya bisa mengangkat snatch 80 kg dan gagal pada tiga percobaan clean and jerk di Kejuaraan Asia 2023, Jinju, Korea Selatan.
Mimpi semua atlet pasti ingin medali emas Olimpiade. Yang pasti, Windy usahakan dulu dan usahakan terus.
Dengan hasil di Phuket, Windy memimpin untuk angkatan snatch, clean and jerk, dan total angkatan dalam daftar peringkat Grup C. Namun, kepastian apakah Windy meraih medali baru bisa diketahui setelah semua lifter kelas 49 kg putri tampil. Lifter kelas 49 kg Grup B dan Grup A baru berlaga Senin (1/4/2024).
”Setelah banyak hal terjadi, terutama cedera-cedera ini, semangatku tidak berubah. Windy pasti tetap ingin mengangkat barbel karena angkat besi yang buatku senang dan tenang,” tutur Windy.
Pengorbanan Klarisa
Selain Windy, lifter Indonesia lain di kelas 49 kg putri, Juliana Klarisa, juga nyaris dipastikan tidak lolos ke Paris. Klarisa mencatatkan angkatan snatch terbaik seberat 80 kg. Adapun pada angkatan clean and jerk, Klaris gagal pada tiga percobaan 102 kg.
Padahal, keberhasilan Klarisa mengangkat snatch 80 kg sempat menimbulkan harapan. Pelatih pelatnas angkat besi yang menangani Klarisa, Sri Indriyani, mengatakan, angkatan snatch terbaik Klarisa saat latihan baru mencapai 78 kg.
Namun, Indri menuturkan, Klarisa memang wajib tampil habis-habisan demi tiket ke Paris. Apalagi, lifter asal Jambi ini sudah berjuang menurunkan berat badan untuk turun dari kelas 55 kg dalam waktu empat bulan. Di Olimpiade, kelas 55 kg tidak dipertandingkan sehingga pilihan Klarisa adalah naik kelas ke 59 kg atau turun ke 49 kg.
Klarisa dan Indri memutuskan untuk turun ke kelas 49 kg. Namun, itu berarti Klarisa harus berupaya maksimal agar kekuatannya tidak menurun drastis seiring penurunan bobot badan.
”Kalau lagi bantu memijat Klarisa, dalam hati saya merasa sedih dan merasa jahat karena sudah buat dia sekarang jadi lebih kurus. Namun, ini pengorbanan yang harus dia lakukan kalau mau lolos Olimpiade,” tutur Indri, peraih medali perunggu kelas 48 kg di Olimpiade Sydney 2000 ini.