Xabi Alonso, Faktor ”X” Bayer Leverkusen untuk Akhiri Dominasi Bayern Muenchen
Bayer Leverkusen membutuhkan faktor ”X” agar kegemilangan mereka mengakhiri kutukan ”Neverkusen”. X(abi Alonso)?
Bayer Leverkusen menuju akhir dari kutukan ”Neverkusen” sekaligus akhir dari dominasi Bayern Muenchen selama satu dekade. Sosok Xabi Alonso bisa menjadi semacam faktor ”X” untuk mewujudkan impian Bayer Leverkusen yang bertahan lebih dari dua dekade lamanya itu.
Mimpi itu semakin dekat untuk menjadi kenyataan setelah Bayer Leverkusen menaklukkan FC Koeln, 2-0, dalam lanjutan laga Liga Jerman 2023-2024 pada 3 Maret 2024. Kemenangan tandang di Stadion RheinEnergie ini membuat Bayer Leverkusen kian kokoh di puncak klasemen sementara dengan 64 poin dari 24 laga.
Ada keseriusan dan kedewasaan dalam sepak bola kami yang mencerminkan pribadi Xabi. Dia adalah pesaing dan pemenang alami.
”Die Werkself”, julukan Leverkusen, mampu menciptakan jarak 10 poin dengan pesaing terdekat, Bayern Muenchen. Dari 24 laga yang dimainkan, Leverkusen mengoleksi 20 kemenangan dan 4 imbang. Kemenangan atas Koeln juga memperpanjang rekor tak terkalahkan Leverkusen menjadi 34 pertandingan di semua kompetisi.
Baca juga: Xabi Alonso dan Kunci Kebahagiaan Bayer Leverkusen
Melihat tren positif itu, Pelatih Leverkusen musim 2001-2002, Klaus Toppmoeller, merasa mantan timnya tersebut punya kans besar untuk memutus kutukan sebagai Bayer ”Neverkusen”. Pada musim ketika Toppmoeller memegang tampuk kepemimpinan, Leverkusen mendapatkan julukan tersebut karena tidak pernah juara, hanya nyaris jadi juara. Mereka juga dijuluki ”Vizerkusen” (dari vizemeister yang dalam bahasa Jerman berarti peringkat kedua).
Padahal, pada musim itu, Leverkusen diperkuat pemain-pemain bintang, seperti Michael Ballack, Oliver Neuville, Dimitar Berbatov, Lucio, dan Ze Roberto. Leverkusen memang sempat berada di ambang meraih treble, situasi yang familiar dengan saat ini.
Namun, klub yang berdiri pada 1904 ini malah berakhir nirgelar. Mereka kalah satu poin dari Borussia Dortmund dalam perebutan gelar Bundesliga, kalah di final DFB Pokal atau Piala Liga Jerman dari Schalke 04, dan kalah di final Liga Champions dari Real Madrid.
”Leverkusen punya peluang besar untuk melepaskan julukan 'Vizerkusen'. Saya belum pernah melihat tim yang begitu percaya diri, determinasi tinggi, dan cerdas secara taktik,” kata Toppmoller dikutip dari laman resmi Bundesliga.
Dengan situasi familiar, lantas apa faktor pembeda yang kali ini bisa mengantar Leverkusen benar-benar juara, tidak hanya sebatas ”hampir”? Faktor ”X” itu bisa jadi adalah sang pelatih sendiri, Xabi Alonso.
Baca juga: Xabi Alonso dan ”Seni Politik Koalisi” ala Bayern Muenchen
Xabi Alonso resmi ditunjuk menjadi pelatih Leverkusen pada 5 Oktober 2022. Pria berusia 41 tahun ini dipilih untuk menggantikan Gerardo Seoane yang hanya mengantar Leverkusen menempati peringkat ke-17 atau berada di zona degradasi hingga pekan ke-8 Liga Jerman. Leverkusen juga disingkirkan klub divisi ketiga, SV Elversberg, di putaran pertama Piala Jerman 2022-2023.
Penunjukan Alonso sempat menimbulkan pertanyaan mengingat dia terbilang kurang pengalaman dalam melatih tim senior. Pengalaman eks pemain Bayern Muenchen, Real Madrid, dan Liverpool ini sebatas melatih Real Sociedad B selama tiga tahun.
Walakin, Alonso mampu membawa tim tersebut ke kasta kedua Liga Spanyol untuk pertama kalinya dalam 60 tahun. Kendati terdegradasi di akhir musim, skuad mudanya yang rata-rata berusia 21,4 tahun mencatatkan 70 persen penguasaan bola dalam tujuh pertandingan.
”Ada keseriusan dan kedewasaan dalam sepak bola kami yang mencerminkan pribadi Xabi. Dia adalah pesaing dan pemenang alami. Dia menanamkan sikap tangguh dan semangat juang dalam tim,” kata Direktur Olahraga Bayer Leverkusen Simon Rolfes kepada The Athletic.
Baca juga: Dominasi Bayern Muenchen di Ujung Tanduk
Hanya dalam waktu 17 bulan, Alonso membawa Leverkusen dari tim papan bawah menjadi tim penguasa papan atas. Musim lalu, Alonso mengantarkan Leverkusen keluar dari zona degradasi dan finis di posisi enam klasemen akhir serta berhak mendapat tiket Liga Europa.
Meski gagal membawa Leverkusen lolos fase grup Liga Champions, Alonso mengantarkan timnya menggila di Liga Europa. Leverkusen mencapai babak semifinal sebelum akhirnya dikalahkan AS Roma.
Kisah Leverkusen dan Alonso lebih cemerlang pada musim ini. Selain memuncaki klasemen sementara dan di ambang meraih gelar perdana Bundesliga, Leverkusen juga berpeluang meraih dua trofi lainnya. Di Piala Liga Jerman, Leverkusen menembus semifinal dan bakal berhadapan dengan Fortuna Dusseldorf yang berkompetisi di Bundesliga 2.
Di Liga Europa, Leverkusen akan menantang tim asal Azerbaijan, Qarabag, di babak 16 besar. Performa pada musim ini menjadikan Leverkusen sebagai salah satu kandidat juara Piala Liga Jerman dan Liga Europa.
Secara taktik, mula-mula Alonso menstabilkan pertahanan, kemudian mendorong timnya lebih menyerang. Dengan gelandang Jonas Hofmann dan Florian Wirtz yang bekerja bersama di belakang Victor Boniface, Leverkusen hanya tertinggal dari Bayern dalam hal tembakan ke gawang (421 berbanding 465).
Dari efisiensi serangan, hanya Borussia Moennchengladbach bermain lebih klinis. Gladbach mencatatkan efisiensi tembakan sebesar +6,7 (itu berarti mereka telah mencetak enam gol lebih banyak dari angka ekspektasi goal atau expected goal/xG) dibandingkan Leverkusen (+5.7). Dalam hal xG, hanya Bayern (62,2) yang mengungguli pasukan Alonso (55,4).
Pemain Bayer Leverkusen, Granit Xhaka (kiri), mencetak gol pembuka pada pertandingan Liga Jerman melawan FSV Mainz 05 di BayArena di Leverkusen, Jerman, Jumat, 23 Februari 2024.
Sekitar lima pemain Die Werkself memiliki setidaknya enam assist sejauh musim ini: Hofmann dan Jeremie Frimpong (6), Victor Boniface (7), Alex Grimaldo (9), serta Florian Wirtz (10). Hanya segelintir pemain di liga yang punya torehan lebih baik, yaitu Thomas Mueller, Franck Honorat, Chris Fuehrich, Vincenzo Grifo (7); Julian Brandt, Jan-Niklas Beste, Niclas Füllkrug, Ermedin Demirović, Xavi Simons (8); dan Leroy Sane (11).
”Kami telah menunjukkan kepribadian, kualitas, dan mentalitas. Itulah hal utama yang ingin kami bangun. Akan ada saat-saat yang lebih buruk dan saat itulah kita harus tetap bersatu. Itu adalah bagian dari sepak bola dan bagian dari musim ini. Namun, sejauh ini, kami memiliki kondisi yang baik,” ucap Alonso.
Meski demikian, Alonso jelas bukan satu-satunya alasan yang menciptakan momentum positif Leverkusen. Dia memiliki hubungan yang kuat dengan CEO Leverkusen yang berasal dari Spanyol, Fernando Carro, mantan gelandang tengah yang seumuran dengan Alonso dan memiliki banyak keyakinan yang sama dalam sepak bola. Idenya juga selaras dengan kebijakan transfer Leverkusen.
Pencarian bakat klub sudah sangat hebat selama beberapa dekade, tetapi musim panas lalu mereka sangat cerdas. Leverkusen menjual pemain sayap Prancis Moussa Diaby ke Aston Villa seharga 63 juta dollar AS atau setara 985 miliar. Harga fantastis itu memungkinkan Leverkusen berinvestasi pada beberapa pemain profesional berpengalaman untuk melengkapi jajaran pemain muda berbakat.
Mantan gelandang Arsenal, Granit Xhaka dan eks pemain timnas Jerman, Jonas Hofmann, yang sama-sama berusia 31 tahun ini, menambah karakter dan mentalitas serta kualitas di ruang ganti. Grimaldo (28 tahun) juga disebut-sebut memiliki pengaruh positif di balik layar. Leverkusen juga menambahkan pencetak gol dinamis dalam diri Boniface (10 gol dalam 16 pertandingan liga).
Semua langsung bersatu dan memberi dampak dalam tim. Alonso menurunkan 11 starter yang sama dalam 10 dari 16 pertandingan perdana Bundesliga hingga jeda musim dingin. Dia juga memanfaatkan kedalaman skuadnya di pertandingan Eropa dan Piala liga Jerman, yang semuanya juga dimenangkan.
”Kami mempunyai beberapa pemain baru yang sangat bagus, Granit, Jonas, Grimaldo, yang membawa banyak profesionalisme dan kualitas,” kata kapten dan kiper Lukas Hradecky.
Kini, Leverkusen berada di jalur yang tepat untuk mengakhiri dominasi Bayern Muenchen, meraih gelar perdana, dan meraih treble. Akankah Xabi Alonso benar-benar menjadi faktor X untuk mewujudkan mimpi Leverkusen?