Kehabisan Tenaga, Swiatek Tersingkir dari WTA 1000 Dubai
Dikelilingi tiga petenis non-unggulan di semifinal WTA 1000 Dubai, Iga Swiatek tersingkir. Dia kalah karena kelelahan.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
DUBAI, JUMAT — Pencapaian Iga Swiatek di arena tenis profesional bagaikan langit dan bumi dengan tiga semifinalis lain pada turnamen WTA 1000 Dubai. Namun, Swiatek justru tersingkir hingga gelar juara di Dubai akan diperebutkan dua ”nama asing”.
Swiatek, dengan status petenis nomor satu dunia, menjadi satu-satunya unggulan dalam semifinal yang berlangsung di Aviation Club Tennis Centre, Dubai, Uni Emirat Arab, Jumat (23/2/2024) malam waktu setempat. Lawan pemilik empat gelar juara Grand Slam itu adalah Anna Kalinskaya, petenis peringkat ke-40 dunia yang tampil di Dubai sejak babak kualifikasi. Dua semifinalis lain adalah Jasmine Paolini (peringkat ke-26) dan Sorana Cirstea (22).
Saya tak punya lagi tenaga untuk dikeluarkan dan ini jarang terjadi. Ini membuat saya sedikit kehilangan kontrol.
Swiatek tiba di Dubai setelah menjuarai WTA 1000 Doha. Ini menjadi gelar ketujuh petenis Polandia tersebut dari ajang WTA 1000 yang merupakan level tertinggi dalam struktur turnamen WTA.
Akan tetapi, catatan statistik tersebut berbeda dengan hasil persaingan di lapangan. Swiatek justru tersingkir. Dia kalah dari Kalinskaya, 4-6, 4-6. Final pada Sabtu malam pun akan berlangsung di antara dua ”nama asing”, yaitu Kalinskaya dan Paolini yang mengalahkan Cirstea, 6-2, 7-6 (6).
Keduanya bisa disebut asing karena belum pernah mencapai tahap yang lebih tinggi dari yang mereka raih saat ini. Semifinal di Dubai menjadi yang pertama bagi Kalinskaya, Paolini, dan Cirstea pada level WTA 1000. Kalinskaya bahkan belum pernah menjuarai turnamen WTA dalam berbagai level.
Meski demikian, petenis Rusia itu bisa tampil lebih baik dalam pertemuan pertamanya dengan Swiatek. Kalinskaya bertahan dari rasa lelah dalam menjalani pertandingan ketujuh di Dubai. Sebaliknya, Swiatek tak punya tenaga tersisa.
”Saya tak punya lagi tenaga untuk dikeluarkan dan ini jarang terjadi. Ini membuat saya sedikit kehilangan kontrol,” kata Swiatek.
Biasanya, ketika yang terjadi di lapangan tak sesuai dengan keinginannya, petenis berusia 22 tahun itu berbicara pada diri sendiri, mengatakan apa yang harus ia lakukan dan performanya akan membaik. Namun, performa Swiatek saat melawan Kalinskaya tak juga berubah karena faktor kelelahan.
Bagi Kalinskaya, kalaupun kalah pada final nanti, itu tak akan menghilangkan catatan baiknya selama sepekan tampil di Dubai. Dalam perjalanan ke final, dia mengalahkan dua petenis peringkat tiga besar dunia, yaitu Swiatek dan Cori ”Coco” Gauff (3). Dia juga menyingkirkan unggulan kesembilan, Jelena Ostapenko. Ketiga petenis itu adalah juara Grand Slam.
”Swiatek adalah petenis yang sangat bagus. Jika saya tak berusaha tenang dan bermain agresif, dia akan menghancurkan saya. Jadi, itulah yang saya lakukan pada pertandingan tadi, bermain agresif untuk membuatnya lebih banyak bergerak,” tutur petenis berusia 25 tahun tersebut.
Kalinskaya merebut set pertama dengan memenangi empat gim beruntun sejak tertinggal 2-4. Oleh karena frustrasi, Swiatek bahkan membanting raketnya pada pertandingan yang berlangsung 1 jam 41 menit tersebut.
Kini, tinggal satu lawan lagi yang harus dikalahkan Kalinskaya untuk mendapat prestasi tertinggi di arena tenis profesional yang dijalaninya sejak 2016. Dia punya bekal kemenangan atas Paolini, dengan skor 6-4, 6-2 pada babak keempat Australia Terbuka, Januari lalu, yang mengantarkannya ke perempat final Grand Slam untuk pertama kali. Perjalanannya dihentikan Zheng Qin Wen yang akhirnya mencapai final.
Paolini juga mengejar prestasi tertinggi dalam kariernya. Menuju final, petenis berusia 28 tahun ini mengalahkan unggulan ke-11, Beatriz Haddad Maia, Leylah Fernandez (finalis Amerika Serikat Terbuka 2021), dan Maria Sakkari (unggulan ke-8).
”Saya sangat senang dengan apa yang saya capai di sini. Jika pekan lalu seseorang mengatakan saya akan tampil di final, mungkin saya tak akan percaya. Sekarang, saya akan menjalani dan akan menikmatinya,” tutur Paolini.
Bersiap ke AS
Petenis putri Indonesia, Aldila Sutjiadi, mengalihkan fokus ke dua turnamen WTA 1000 di AS pada Maret, setelah mendapat hasil buruk di Timur Tengah. Bersama pasangannya petenis asal Jepang, Miyu Kato, Aldila tersingkir pada babak kedua di Dubai dan Doha, serta babak pertama WTA 500 Abu Dhabi dalam tiga pekan terakhir.
Hasil mereka pada rangkaian turnamen di Australia pada awal tahun juga tak begitu baik. Aldila/Kato tersingkir pada babak kedua WTA 500 Brisbane dan babak pertama Australia Terbuka.
Di antara turnamen di Australia dan Timur Tengah, Aldila/Miyu mengikuti turnamen yang tak direncanakan sebelumnya, yaitu WTA 250 Hua Hin, dengan target memperbaiki penampilan. Mereka mencapai target itu dengan menjadi juara.
Namun, performa tersebut tak berdampak banyak hingga perjalanan Aldila/Kato berakhir dengan cepat di Abu Dhabi, Doha, dan Dubai. Mereka pun segera mengalihkan fokus pada dua turnamen besar di AS, yaitu WTA 1000 Indian Wells dan Miami, Maret.
”Kami punya waktu lebih dari satu minggu untuk mempersiapkan diri. Kami ingin fokus untuk memperbaiki kelemahan dan tampil lebih kuat di Indian Wells,” kata Aldila yang harus mempertahankan banyak poin peringkat karena mencapai semifinal pada Indian Wells 2023. (AP/AFP)