”Gunung Es” Tottenham, Perang Terbuka Empat Besar
Kerentanan Spurs di ”injury time” hanya puncak fenomena ”gunung es” dari masalah sebenarnya. Tim pesaing diuntungkan.
LONDON, JUMAT — Sistem ofensif Manajer Ange Postecoglou membuat Tottenham Hotspur berbahaya di lini serang, tetapi sekaligus rentan di pertahanan. Masalahnya, akibat manajemen bermain Spurs yang buruk, manfaat itu sering menjadi mudarat. Problem tersebut membuat persaingan masuk empat besar semakin terbuka lebar.
Filosofi Postecoglou baru saja menjadi bumerang pada akhir pekan lalu, saat bertamu ke markas Everton. Tiga poin di depat mata Spurs hilang seketika akibat gol balasan tuan rumah di injury time (90+3 menit). Dengan hasil imbang 2-2, mereka pun gagal menempel peringkat ke-4 Aston Villa yang hanya terpaut dua poin.
Kerentanan di pengujung laga sudah menempel dengan Spurs sepanjang musim ini. Menurut The Analyst, mereka telah kecolongan delapan gol di atas menit ke-90. Jumlah itu adalah yang terbanyak di seisi liga, juga memecahkan rekor terburuk dalam sejarah klub walaupun musim baru berlangsung separuh jalan.
Spurs total kehilangan lima poin akibat itu. Potensi kerugian mereka sebenarnya lebih besar. Dalam dua dari tiga pertandingan liga terakhir di kandang, lawan Brentford dan Everton, mereka nyaris kecolongan karena peluang besar awal di injury time paruh kedua. Penyebabnya sama, Spurs terlalu terbuka saat harus lebih pragmatis.
Baca juga: Arsenal Menang, Persaingan Gelar Liga Inggris Semakin Terbuka
Masalah itu akan kembali menjadi teka-teki Spurs saat menjamu Brighton and Hove Albion, Sabtu (10/2/2024) malam WIB. Seperti diketahui, Brighton merupakan salah satu tim paling andal dalam memecah tekanan lawan dan sedang berambisi naik ke papan atas. Brighton, di peringkat ke-8, hanya berselisih 9 poin dengan Spurs.
Terakhir berduel dalam pertemuan pertama di kandang Brighton, Spurs tidak berdaya dan harus mengakui keunggulan lawan 2-4. Spurs lebih mendominasi dari penguasaan bola. Namun, Brighton jauh lebih efisien dalam memanfaatkan celah pertahanan Spurs, terutama lubang yang ditinggalkan saat menekan tinggi.
Menurut Postecoglou, timnya bisa terhindar dari bencana jika bisa ”membunuh” dengan unggul lebih dari satu gol sebelum periode kritis. ”Kami tahu 10 menit terakhir akan lebih sulit dan berada di bawah tekanan. Karena itu, kami harus lebih efektif memanfaatkan peluang sebelum itu dan membunuh lebih awal,” ujarnya.
Problemnya, persoalan di injury time ternyata hanya ”puncak gunung es” dari kerentanan Spurs. Mereka juga sering kecolongan sebelum pengujung laga karena garis pertahanan terlalu tinggi. Terbukti, mereka hanya berhasil menang 10 kali seusai mencetak gol pertama lebih dulu dalam 17 laga. Sebanyak 18 poin terbuang percuma.
Baca juga: Refleksi VAR: Klub Mana Paling Dirugikan di Liga Inggris?
Kami harus menonton ulang (kesalahan) yang berujung gol dan memastikan itu tidak terjadi lagi.
Bandingkan dengan tim tetangga mereka, Arsenal, yang menang dalam 14 dari 17 laga setelah unggul lebih dulu. Menariknya lagi, menurut Opta, Spurs adalah tim kedua yang paling lama berada di posisi unggul dalam laga (44 persen), lebih baik dari pemuncak klasemen Liverpool (35 persen). Namun, catatan itu tidak tecermin ke hasil akhir.
Terlihat jelas, masalah utama tim asuhan Postecoglou adalah manajemen bermain selama 90 menit. Sang manajer mesti bisa berkompromi, kapan harus lebih disiplin untuk menjaga keunggulan atau lebih terbuka untuk mencari gol. ”Si Lili Putih” justru sering juga kecolongan ketika ingin menggandakan keunggulan.
Dampak sistem ofensif yang diperagakan terus-terusan, fisik para pemain sudah tidak dalam kondisi terbaik. Konsentrasi Spurs juga terdampak di pengujung laga. Itu yang mengakibatkan fenomena ”puncak gunung es” Spurs. Banyak tim besar berhati-hati saat unggul di injury time karena waspada terhadap penurunan fokus pemain.
Sementara itu, Spurs juga harus lebih mewaspadai ancaman dari ”bola mati”. Mereka sering kali kecolongan dari situsai tersebut. Son Heung-min dan rekan-rekan mencatat statistik terburuk dalam kualitas peluang lawan dari ”bola mati”, 9,95 xG (expected goals). Mereka kemasukan enam gol, salah satunya gol penyeimbang Everton.
Baca juga: Kartu Biru, Hukuman ”Kotak Dosa” di Sepak Bola
Bek Spurs Micky van de Ven mengatakan, semua masalah itu harus segera dievaluasi jika ingin lolos ke Liga Champions musim depan. Adapun Spurs (44) mesti mengejar Villa (46) dan terus dikejar Manchester United (38). “Kami harus menonton ulang (kesalahan) yang berujung gol dan memastikan itu tidak terjadi lagi,” jelasnya.
Di sisi lain, Spurs kembali bisa tampil dengan versi skuad terbaik saat bertemu Brighton. Son sudah kembali dari tugas bersama tim nasional Korea Selatan di Piala Asia 2023. Para pemain yang sempat cedera, seperti James Madison, juga sudah bermain lagi dan langsung berkontribusi. Sebaliknya, Brighton tidak akan dipimpin manajer Roberto De Zerbi.
De Zerbi dihukum larangan mendampingi tim dalam satu pertandingan karena akumulasi kartu kuning di laga sebelumnya, versus Crystal Palace. Menurut sang manajer, sanksi itu tidak akan mengubah apa pun karena Pascal Gross dan kawan-kawan sudah melekat dengan sistemnya. “Para pemain saya bisa bermain tanpa pelatih,” tuturnya.