Dari Level Semi-pro, Maidstone Menggemparkan Seisi Inggris
Maidstone United, tim dari divisi ke-6, menciptakan salah satu kejutan terbesar dalam sejarah Piala FA.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
IPSWICH, SABTU — Keajaiban Piala FA. Begitu orang menyebutnya. Kompetisi tertua itu sudah sering menyajikan kejutan, seperti kisah David-Goliath. Kali ini, daya magis datang dari tim semiprofesional Maidstone United. Mereka bertandang, lalu menyingkirkan Ipswich Town yang lebih tinggi 98 peringkat dalam piramida sepak bola Inggris.
Peluit panjang di Stadion Portman Road, pada Sabtu (27/1/2024), memastikan kemenangan Maidstone atas Ipswich 2-1 dalam babak keempat Piala FA. Stones, sebutan mereka, sukses menjadi tim pertama dari luar lima divisi teratas yang lolos 16 besar, setelah terakhir kali dilakukan oleh Blyth Spartans (1978).
Para pemain Stones berpesta dari lapangan sampai ke ruang ganti. Tim asuhan Manajer George Elokobi itu saling menyiram air di ruang ganti. Mereka menyanyikan dua lagu sekaligus, ”Someone Like You” dari Adele untuk mewakili rasa haru dan ”Sweet Caroline” dari Neil Diamond untuk menyalurkan kebahagiaan.
”Ini sangat berarti untuk komunitas kami. Semua tentang kebersamaan dalam hari-hari (menantang) seperti ini. Selalu percaya ada harapan dan takdir. Selalu rendah hati dan tetap hormat. Apa yang dicapai anak-anak akan mengikat kami seumur hidup. Keajaiban Piala FA sangat nyata,” ujar Elokobi kepada BBC Sport.
Laga tersebut patut disandingkan dengan David-Goliath. Ipswich merupakan sosok Goliath yang sangat besar dan tampak tidak terkalahkan. Mereka sedang berada di papan atas divisi Champions yang hanya satu tingkat di bawah divisi teratas. Saat bersamaan, Stones tampil di luar empat level profesional Inggris.
Meskipun kalah kualitas, Stones unggul dalam karakter, kebersamaan, dan ketahanan sepanjang laga.
Perbandingan kualitas bumi dan langit terlihat jelas di lapangan. Ipswich mengepung tim tamu dengan penguasaan bola hingga 78,2 persen dan menciptakan 38 tembakan. Stones hanya mampu mencatat dua tembakan sepanjang 90 menit waktu normal, tetapi bisa berbuah menjadi sepasang gol.
Meskipun kalah kualitas, Stones unggul dalam karakter, kebersamaan, dan ketahanan sepanjang laga. Mereka tidak gentar walaupun tiga tembakan tim lawan membentur tiang di paruh pertama. Dua menit menjelang turun minum, tim tamu justru membuka keunggulan lewat serangan balik dengan gol penyerang Lamar Reynolds.
Resistansi Stones kembali ditunjukkan di paruh kedua. Ipswich sempat menyamakan kedudukan tidak lama seusai turun minum lewat pemain pinjaman dari Brighton, Jeremy Sarmiento. Lalu, 10 menit berselang, Stones kembali unggul dengan gol gelandang Sam Corne dari skema transisi lagi.
”Saya tidak punya kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan hasil hari ini. Kami hanya bermodal percaya dan itu ditunjukkan di lapangan. Keinginan untuk mempertaruhkan tubuh kami. Manajer hanya berkata, jangan bertahan terlalu dalam. Kami harus menyerang balik dan tidak panik jika kemasukan,” tutur Corne.
Menurut Corne, pencapaian besar itu tidak lepas dari kontribusi sekitar 4.600 pendukung yang datang ke Stadion Portman Road. Dukungan tanpa henti sejak sepak mula membuat mereka tidak punya alasan untuk menyerah. ”Mereka pemain ke-12 untuk kami. Sangat membantu kami, terutama menjelang akhir laga,” ucapnya.
Jumlah pendukung yang datang lebih banyak dibandingkan dengan kapasitas markas Stones, Stadion Gallagher, dengan hanya 4.200 orang. Adapun klub yang berlaga di Liga Nasional Selatan itu terletak di kota Maidstone yang berpenduduk sekitar 75.000 jiwa. Kota itu tidak jauh dari pinggiran kota London.
Salah satu pahlawan kemenangan Stones adalah kiper asal Brasil, Lucas. Dia menjaga asa tim dengan membuat 12 kali penyelamatan. Lucas juga aktif memberikan instruksi kepada rekan-rekannya di dalam kotak penalti. Adapun sang kiper merupakan pemain yang didatangkan hanya 48 jam sebelum liga dimulai.
Manajer Ipswich Kieran McKenna turut memuji perjuangan inspiratif tim tamu. ”Ini hari buruk untuk kami, tetapi hari fantastis untuk Maidstone. Kredit sepenuhnya pada mereka untuk resolusi yang ditunjukkan dan bagaimana cara bertahan. Mereka menumpuk pemain di pertahanan dan klinis di serangan,” ujarnya.
Di balik kejatuhan tim unggulan, selalu ada unsur memandang rendah lawan. Hal itu tecermin dari Ispwich yang mengganti 10 pemain sekaligus dari laga penting versus Leicester City, Senin lalu. Mereka memasukkan penyerang andalan Conor Chaplin di paruh kedua, tetapi semua sudah terlambat. (AP/REUTERS)