Sepak Bola Merekatkan Persaudaraan Diaspora Indonesia di Qatar
Diaspora Indonesia di Qatar menjaga keguyuban di lapangan hijau. Mereka juga sudah mengharumkan Indonesia.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR DARI LUSAIL, QATAR
·4 menit baca
Udara pagi yang sejuk pada Sabtu (19/1/2024) menerpa Kompleks Doha Sports Park, Kota Lusail, Qatar. Sekitar 40 diaspora Indonesia memulai aktivitasnya pada hari libur itu dengan berkumpul dan bermain sepak bola di arena olahraga yang bersebelahan dengan Lapangan Latihan Al Egla, yang merupakan pusat latihan tim nasional Indonesia di Piala Asia 2023.
Para diaspora Indonesia yang bermain sepak bola itu tergabung dalam tim sepak bola Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Komisariat Qatar atau IATMI Qatar. Kekompakan para diaspora Indonesia yang bekerja di bidang migas itu tidak perlu diragukan lagi.
Mereka adalah salah satu komunitas sepak bola diaspora Indonesia yang paling rutin kumpul dan bertanding. Setiap akhir pekan, Jumat atau Sabtu, mereka selalu menyempatkan merumput dan mengolah si kulit bundar di lapangan hijau. Bahkan, mereka juga sering mengundang warga Indonesia yang tengah hadir di Qatar untuk berpartisipasi.
Selama dua kesempatan meliput dua turnamen sepak bola akbar di Qatar, yakni Piala Dunia 2022 dan Piala Asia 2023, Kompas selalu mendapat undangan untuk bermain sepak bola bersama IATMI FC. Bermain sepak bola di Qatar jelas sebuah pengalaman yang mustahil didapatkan jika tidak ada ”campur tangan” komunitas diaspora Indonesia.
Itu disebabkan penyewaan lapangan harus dilakukan oleh pemilik identitas residen Qatar. Selain itu, harga sewa juga amat mahal jika dibandingkan dengan lapangan di Jakarta. Sebagai contoh, harga sewa lapangan di Doha Sports Park itu sekitar 280 riyal atau sekitar Rp 1,2 juta per 30 menit. Kami bermain selama dua jam.
Di luar demi badan bugar di tengah kesibukan, bermain sepak bola itu juga menjadi kesempatan untuk mengukuhkan persaudaraan sesama saudara setanah air.
Sebagai tuan rumah dua turnamen akbar sepak bola, Qatar tidak hanya menyajikan lapangan kelas dunia untuk latihan dan pertandingan tim peserta. Lapangan olahraga untuk komunitas juga dipoles dengan kualitas baik. Menginjak dan berlari di lapangan Doha Sports Park sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan lapangan-lapangan milik klub Liga 1 Indonesia.
Di luar demi badan bugar di tengah kesibukan, bermain sepak bola itu juga menjadi kesempatan untuk mengukuhkan persaudaraan sesama saudara setanah air. Setelah bermain sepak bola, kami makan-makan bersama.
Pada Sabtu lalu, kami menyantap kue-kue jajanan pasar Indonesia, di antaranya lemper, kue soes, dan risol. Tak ketinggalan juga karak chai, minuman teh susu dilengkapi kapulaga dan kayu manis yang menghangatkan.
”Tujuan kami ini memang untuk berkumpul dan saling bertukar cerita sehari-hari dengan teman-teman dari Indonesia. Selain acara besar, seperti hari raya dan 17 Agustus, agenda olahraga ini yang bisa membuat kami menjaga tali silaturahmi,” ucap Bayu Saputra, salah satu pengurus IATMI.
Tidak hanya ajang berolahraga para diaspora yang bekerja, beberapa dari mereka juga mengajak serta anak mereka untuk bermain sepak bola atau berkumpul. Hal itu juga dialami oleh eks pemain nasional dan pengurus PSSI, Bob Hippy, yang berada di sisi lapangan. Ia datang bersama putranya, Malvin F Hippy, yang juga bekerja di Qatar dan aktif bermain bersama IATMI FC.
Terik panas yang mulai menerpa lapangan sekitar pukul 09.00 tidak membuat Bob beranjak. Ia tetap menikmati pertandingan.
Ketika Kompas hendak masuk ke dalam lapangan untuk menjalani pertandingan kedua, Bob berkata sejenak sembari tersenyum, ”Ayo main. Saya lihat kamu hanya makan saja.”
”Bond” pemersatu
Selain IATMI, beberapa komunitas sepak diaspora Indonesia yang ada di Qatar ialah AFC Champion, Indoqapco FC, Garuda Dukhan, dan Persiqa. Kehadiran tim-tim senior itu juga dilengkapi dengan adanya tujuh tim anak-anak yang juga tersebar di sejumlah kota, seperti Al Khor, Doha, dan Dukhan.
Hal itu membuat diaspora Indonesia membentuk bond atau klub pemersatu semua tim komunitas itu. Serupa ketika Indonesia masih di bawah kendali kolonialisme Belanda, kelahiran klub-klub perserikatan, di antaranya Persija Jakarta, Persebaya Surabaya, Persis Solo, dan PSM Makassar, adalah buah dari persatuan tim-tim kecil dari daerah yang sama.
Bond tim sepak bola Indonesia di Qatar itu bernama Indonesian Football Association in Qatar (IFQ). Sesuai dengan namanya, IFQ adalah wadah sepak bola bagi diaspora Indonesia yang berada di negara kaya migas itu.
Keberadaan sejumlah komunitas klub sepak bola yang dibentuk diaspora Indonesia di Qatar membuat aktivitas lapangan hijau selalu semarak. IFQ pun menyelenggarakan liga rutin setiap tahun.
Kompetisi sepak bola itu melibatkan tim-tim komunitas sepak bola Indonesia, termasuk IATMI FC. Turnamen itu diberi tajuk ”Liga IFQ” yang berlangsung November 2023 hingga akhir Januari 2024.
”Ibaratnya IFQ itu juga ’tim nasional’ Indonesia untuk mewakili lambang garuda di kompetisi sepak bola antarkomunitas diaspora berbagai negara di Qatar. Kami selalu rutin berpartisipasi di aktivitas yang diselenggarakan QFA (Asosiasi Sepak Bola Qatar),” ucap Vidi.
Salah satu prestasi terkini Indonesia yang diwakili IFQ adalah menjadi juara cabang sepak bola ASEAN Sports Day 2023. Turnamen ini serupa dengan SEA Games bagi kalangan diaspora Asia Tenggara di Qatar.
Sekali lagi sepak bola adalah alat pemersatu yang ampuh bagi warga Indonesia. Tak hanya menjaga keguyuban, tetapi juga untuk mempersembahkan prestasi bagi Merah Putih.