Jordan Henderson berlari dari Arab Saudi demi mempertahankan prinsip hidupnya dan mengejar kursi ke Piala Eropa.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
AMSTERDAM, KAMIS — Benar kata orang bijak, uang bukan segalanya. Hal tersebut tepat untuk menggambarkan situasi gelandang tim nasional sepak bola Inggris, Jordan Henderson, saat ini. Hanya enam bulan setelah bergabung dengan Al-Ettifaq, dia ingin hengkang dari Arab Saudi. Keinginannya itu terkait hal prinsip dan ambisi dirinya.
Hidup Henderson terasa lengkap pada musim panas lalu. Memasuki pengujung karier, sang pemain 33 tahun itu didatangkan Al-Ettifaq dengan kontrak mewah berdurasi tiga tahun dengan bayaran 350.000 poundsterling atau Rp 7 miliar per pekan. Gaji itu lebih besar sekitar dua setengah kali lipat dibandingkan kontrak terakhirnya bersama Liverpool.
Henderson juga bisa menjalani reuni ideal dengan mantan rekannya di Liverpool, Steven Gerrard, yang berstatus Pelatih Al-Ettifaq. Seharusnya, Henderson tinggal menikmati masa akhir kariernya di Arab Saudi setelah mengoleksi berbagai pencapaian di Liverpool. Namun, kenyataan yang terjadi tidaklah seindah bayangannya.
Al-Ettifaq setuju mengakhiri kontrak Henderson, Kamis (18/1/2024). Padahal, Henderson baru 17 kali tampil di Liga Arab Saudi. Menurut Sky Sports, manajemen klub itu memahami sang pemain tidak lagi betah. Mereka menghormati keputusan Henderson untuk pindah dan ingin menyelesaikan masalah itu secepatnya agar bisa bergerak maju.
Menurut jurnalis spesialis transfer, Fabrizio Romano, Henderson akan segera bergabung dengan klub Belanda, Ajax Amsterdam, dengan status bebas transfer. Mantan kapten tim Liverpool itu dikontrak selama dua setengah tahun, yaitu hingga 2026. Tes medis dan penandatanganan kontrak sudah dijadwalkan di Amsterdam.
Pelarian Henderson dari Arab Saudi tidak lepas dari masalah prinsip. Selama di Liverpool, dia dikenal sebagai pendukung utama kelompok minoritas, LGBTQ+. Prinsip itu ”tergadaikan” saat ia pindah ke Al-Ettifaq karena komunitas tersebut tidak mendapat tempat di Arab Saudi.
Saya berada di ujung karier dan ingin bermain dengan bahagia. Saya ingin bermain, tidak ingin duduk di cadangan dan masuk di 10 menit terakhir.
Kepindahannya ke Arab Saudi menuai kecaman dari banyak pihak, terutama komunitas LGBTQ+ di Inggris. Henderson dianggap munafik. Saat pertama kali kembali ke Inggris untuk membela tim ”Tiga Singa”, Oktober 2023, dia sempat dicemooh para penonton di Stadion Wembley. Dia berkata, peristiwa itu sangat menyakitkan.
”Saya mengerti mengapa mereka mengkritik saya. Semua itu adalah hal yang terus saya pikirkan dan pedulikan. Ketika mendengar ’Anda telah meninggalkan kami’, itu menyakitkan. Saya punya keluarga dan teman di dalam komunitas LGBTQ+,” ujar Henderson dalam wawancara seusai laga Inggris versus Australia.
Piala Eropa 2024
Charlie Adam, mantan gelandang Liverpool, mengatakan, Piala Eropa Jerman 2024 turut memengaruhi kepindahan Henderson. Mantan gelandang Liverpool itu ingin berada di liga yang lebih kompetitif agar tetap dipanggil Pelatih Inggris Gareth Southgate. Adapun dalam laga terakhir bersama timnas Inggris, dia hanya duduk di bangku cadangan.
”Pindah setelah enam bulan adalah keputusan besar. Namun, itu hanyalah keputusan untuk kariernya, bukan finansial (atau hal lain). Itulah mengapa dia pindah ke Ajax yang kesulitan di awal musim dan sedang bangkit. Itu sangat cocok untuknya. Dia berharap bisa dipanggil timnas pada musim panas,” kata Adam kepada BBC Radio.
Salah satu skenario terbaik untuk Henderson adalah kembali ke Liverpool, lalu pensiun di Stadion Anfield dengan status legendaris. Namun, dia tampaknya tidak ingin kembali. Menurut Manajer Liverpool Juergen Klopp, Henderson tidak menghubunginya di tengah rumor hengkang dari Arab Saudi pada awal Januari ini.
Keputusan Henderson pindah dari Liverpool sudah bulat sejak musim panas lalu. Klopp sempat menahan sang kapten tim untuk membantu proses transisi klub. ”Saya ingin dia bertahan, tetapi ada kemungkinan tidak bermain reguler. Itu semua tergantung performa. Jika bagus, dia bisa bermain 50 laga,” kata Klopp dikutip The Athletic.
Henderson butuh jaminan tampil reguler. Dia tidak mendapatkan hal itu pada musim panas lalu ataupun jika kembali ke Liverpool pada Januari ini. Reuni dengan Liverpool pun bukanlah opsi baginya. ”Saya berada di ujung karier dan ingin bermain dengan bahagia. Saya ingin bermain, tidak ingin duduk di cadangan dan masuk di 10 menit terakhir,” ucapnya.
Bagi Henderson, pindah ke Ajax merupakan opsi paling ideal. Dia bisa menjadi mentor dan pemimpin untuk para pemain muda Ajax. Pada saat bersamaan, pemain asal akademi Sunderland tersebut bisa kembali ke kompetisi level atas. Adapun selain liga domestik, Ajax masih akan berlaga di Liga Konferensi Eropa. (AP/REUTERS)