Gol Abadi Widodo Cahyono Putro dan Memori Terbaik Piala Asia 2007
Pengalaman di Piala Asia 1996 dan 2007 bisa menjadi pelajaran berharga timnas Indonesia untuk bersaing di Qatar 2023.
Ronny Wabia, penyerang Indonesia, berlari kencang mengejar bola di sektor kiri pertahanan Kuwait dalam laga penyisihan Grup A Piala Asia di Stadion Syeikh Zayed, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Rabu (4/12/1996).
Meski spesialis kaki kiri, Ronny, pemain bernomor punggung 8 itu dengan kaki kanan menyambar bola dan membuat umpan silang lambung ke kotak penalti Kuwait. Di sana, Widodo Cahyono Putro siap menyambut umpan meski dalam kawalan bek lawan, Osama Abdullah.
Widodo kemudian menyambar bola dengan teknik salto. Bola meluncur keras ke sudut kiri gawang Kuwait dan berbuah gol pada menit ke-20. Itulah gol perdana ”Garuda” dalam debut di Piala Asia 1996 di Uni Emirat Arab (UEA).
Baca juga: Memori Rival (1): Irak Membuka Tabir Suap di Timnas Indonesia
Ronny memperbesar keunggulan dengan gol pada menit ke-41. Namun, laga gala tim asuhan Danurwindo itu berakhir 2-2 (2-0) setelah Kuwait membalas lewat gol Hani al-Saqer pada menit ke-72 dan penalti Bader al-Halabeej pada menit ke-85.
Gol Widodo itu, dalam voting di laman Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) pada 22 September 2020, terpilih sebagai gol terbaik Piala Asia sepanjang masa. Gol Widodo mengalahkan kreasi Abbas Cahrour dari Lebanon ke gawang Irak dalam Piala Asia Lebanon 2000.
Setelah 27 tahun berlalu, ditemui di sela melatih Deltras FC di Stadion Jenggolo, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (21/12/2023), Widodo tetap bersemangat saat diminta bercerita mengenang gol indahnya itu. ”Gol itu dirancang, sih, tidak karena situasional,” ujar mantan pemain Warna Agung, Petrokimia Putra, dan Persija Jakarta kurun 1990-2004 ini.
Widodo, penyerang kelahiran Cilacap, Jawa Tengah, 8 November 1970 itu, melanjutkan, gol diciptakan dengan teknik salto karena terpaksa. Ronny sebenarnya penyerang spesialis kaki kiri, tetapi dalam proses mengirim umpan itu bergerak ke sektor kiri sehingga menggunakan kaki kanan. Bola umpan silang lambung meluncur dengan kecepatan yang pas.
Masalahnya, posisi berdiri Widodo dua kaki di depan arah bola akan jatuh alias out of position. Saat itulah, sepersekian detik, Widodo harus memutuskan bagaimana mengeksekusi bola umpan. Visualisasi sejak sebelum laga, chemistry dengan Ronny, feeling dan teknik yang diasah bertahun-tahun akhirnya memunculkan keputusan untuk mengambil dengan teknik salto.
Kalau ’heading’(menyundul) sudah enggak mungkin karena enggak ada tenaga, akhirnya pakai kaki, tetapi otomatis salto.
”Kalau heading (menyundul) sudah enggak mungkin karena enggak ada tenaga, akhirnya pakai kaki, tetapi otomatis salto,” kata Widodo.
Baca juga: Memori Rival (2): Vietnam, ”Anak Bawang” yang Telah Meninggalkan Indonesia
Refleks itu hasil latihan tendangan voli dengan waktu yang tepat sehingga umpan Ronny disambar bagian kaki Widodo yang pas. Selain itu, Widodo sudah menyadari, posisi gawang tidak berubah sehingga arah bola tendangan saltonya benar lurus dan gagal dihentikan oleh kiper Khaled al-Fadhli sehingga berbuah gol gala bagi Indonesia di panggung Asia.
Di laga selanjutnya, Indonesia kalah 2-4 dari Korea Selatan, di mana Widodo dan Ronny kembali mencetak masing-masing satu gol. Di laga ketiga, Merah Putih kalah 0-2 dari tuan rumah UEA sehingga gagal lolos ke fase gugur.
Namun, mencetak empat gol melawan Kuwait—tim tersukses Piala Teluk dan Korea Selatan tim tersukses Piala Asia Timur—memperlihatkan kemampuan Indonesia yang masih didukung sepenuhnya oleh talenta dalam negeri.
”Kesimpulannya, Indonesia mampu berbicara di Piala Asia,” kata Widodo. Indonesia meneruskan capaian dengan lolos ke edisi 2000, 2004, dan 2007 (sebagai tuan rumah). Namun, selepas edisi 2007, timnas gagal menembus Piala Asia 2011, 2015, dan 2019.
Baca juga: Memori Rival (3): Dulu Seimbang, Kini Jepang Mustahil Ditandingi Indonesia
Hingga kini, torehan dua gol itu membawa Widodo berada di puncak daftar pencetak gol terbanyak Indonesia di Piala Asia. Hanya ada tiga pemain lain yang setara dengan pemain terbaik Liga Indonesia 1994-1995 itu, yakni Ronny, tandemnya di UEA 1996, lalu Budi Sudarsono dan Ellie Aiboy.
Performa penuh kesan
Sementara itu, Indonesia mencatatkan performa terbaik Piala Asia pada edisi 2007. Kala itu, Indonesia menorehkan tiga poin, yang setara pada China 2004, tetapi catatan selisih gol Indonesia paling baik. Sebab, Indonesia mencatatkan selisih -1 gol. Pada tiga perhelatan sebelumnya, ”Garuda” mengemas selisih gol lebih buruk. Itu adalah -4 di UEA 1996, -7 pada Lebanon 2000, dan -6 di China 2004.
Syamsuddin Umar, asisten pelatih Indonesia di Piala Asia 2007, mengenang kesempatan membantu pelatih asal Bulgaria, Ivan Kolev. Itu adalah salah satu pengalaman paling berkesan dalam karier kepelatihannya. Sebelum di timnas, Syamsuddin adalah pelatih yang mampu membawa PSM Makassar merasakan dua kali kampiun, Perserikatan 1991-1992 dan Liga Indonesia 1999-2000.
Ia menjelaskan, performa terbaik Indonesia di Piala Asia 2007 tidak semata karena bermain di kandang sendiri. Sebaliknya, kesempatan di hadapan pendukung sendiri, katanya, bisa menjadi bumerang karena ekspektasi besar dari penggemar.
Baca juga: Masih Ada Waktu Tim ”Garuda” Berbenah
Demi memaksimalkan dukungan fans, Indonesia di bawah kendali Kolev menjalani pemusatan latihan selama dua bulan di dalam negeri. Tim Garuda menjalani latih tanding melawan klub lokal di Samarinda, Kalimantan Timur, lalu menjajal timnas Hong Kong, Singapura, dan Jamaika di Jakarta.
”Terlepas dari hasil akhir, persiapan latihan dan uji tanding itu sangat bagus untuk membangun chemistry antarpemain, harmonisasi tim, serta mengembangkan keinginan Kolev di lapangan,” ujar Syamsuddin yang dihubungi di Jakarta, Sabtu (6/1/2024).
Selain itu, Syamsuddin menganggap dukungan maksimal dari semua pemangku kepentingan pemerintah, terutama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, serta suporter yang selalu memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno juga melecut semangat tim.
”Kami tidak sulit memotivasi pemain karena kami saksikan betul perhatian pemerintah luar biasa. Ketika itu, Pak Presiden datang ke latihan dan menyaksikan langsung pertandingan. Kami juga melihat lautan pendukung beratribut Merah Putih ketika menuju stadion sehingga semua pemain tidak ingin mengecewakan dukungan itu,” kata Syamsuddin, eks pemain PSM Makassar dan Makassar Utama.
Di Piala Asia 2007, Indonesia membuka perjalanan dengan menumbangkan Bahrain, 2-1. Asa Indonesia untuk memenuhi target lolos ke fase gugur terbuka jika menahan imbang Arab Saudi pada laga kedua.
Baca juga: Dilibas Libya, Keraguan Memayungi Pemain Naturalisasi
Sayang, Indonesia kalah 1-2 melalui sundulan pemain Arab Saudi, Saad al-Harthi, yang memanfaatkan tendangan bebas pada menit 90+3. Peluang bola mati itu tercipta setelah bek sayap kanan, Ismed Sofyan, yang masuk pada menit ke-89 melakukan pelanggaran ketika laga memasuki menit 90+2.
”Target kami seri melawan Saudi untuk membuka peluang lolos ke delapan besar, tetapi kesalahan kecil di akhir laga membuyarkan satu poin berharga. Pengalaman itu semoga bisa dipahami oleh skuad timnas di Piala Asia 2023 karena di level Asia setiap kesalahan akan merugikan tim,” ucapnya.
Widodo dan Syamsuddin telah membuktikan Garuda memiliki kemampuan untuk bersaing di pesta sepak bola terakbar Asia. Kuncinya, bangun kekompakan di dalam tim dan jangan rendah diri menghadapi tim-tim terbaik di level kontinental. Garuda bisa!