MU dan Newcastle membuat wajah Inggris tampak bercela di fase grup Liga Champions Eropa musim ini. Mereka dalam situasi sulit karena dihantui terlalu banyak masalah, seperti badai cedera pemain.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, KAMIS — Kebesaran Liga Inggris sebagai kiblat kompetisi sepak bola dunia belum tecermin di babak grup Liga Champions Eropa musim ini. Dengan satu pekan laga tersisa, dua wakil Inggris, yaitu Manchester United dan Newcastle United, terjebak di tepi jurang eliminasi. Mereka berpotensi mencoreng wajah dominan wakil Inggris dalam satu dekade terakhir di kompetisi Eropa.
Situasi itu kontras dengan dua wakil Inggris lainnya. Arsenal memperlihatkan dominasinya lewat kemenangan 6-0 atas RC Lens di Stadion Emirates, London, Kamis (30/11/2023) dini hari WIB. Arsenal menyusul Manchester City untuk lolos ke babak 16 besar sebagai juara grup.
Pada hari yang sama, MU ditahan 3-3 oleh tuan rumah Galatasaray setelah unggul nyaris sepanjang laga di Stadion Rams. Senasib dengan Newcastle, yang ditahan 1-1 oleh Paris Saint-Germain, MU gagal menerobos posisi dua besar klasemen sementara. Nasib mereka untuk lolos ke fase gugur pun kini bergantung pada hasil tim lainnya di laga pekan terakhir.
MU berada di dasar klasemen Grup A dengan 4 poin. Selain wajib menang atas Bayern Muenchen, mereka juga berharap laga Galatasaray dan Kopenhagen, dua tim yang sama-sama mengoleksi 5 poin, berakhir imbang. Di Grup F, Newcastle akan lolos jika menaklukkan AC Milan lebih dari satu gol, adapun PSG ditahan pemuncak klasemen, Borussia Dortmund.
Kapten MU, Bruno Fernandes, menegaskan, mereka telah menyulitkan diri sendiri. ”Sangat sulit (menerima hasil ini). Saya tidak mau terlalu negatif, tetapi apa yang kami lakukan di Liga Champions sejauh ini tidak cukup. Bukan pertama kali kami seperti ini, unggul lebih dulu. Kami harus bisa mengamankan kemenangan,” ujarnya.
Jika MU dan Newcastle gagal lolos ke fase gugur, kondisi itu akan menjadi kejatuhan terbesar tim-tim Inggris dalam satu dekade terakhir. Terakhir kali babak 16 besar hanya diisi dua wakil Inggris adalah pada musim 2012-2013. Setelah itu, selalu ada minimal tiga wakil Inggris yang lolos ke fase gugur. Bahkan, empat dari lima musim terakhir, seluruh wakil Inggris selalu lolos ke babak 16 besar.
Liga Spanyol dan Liga Jerman telah mengirimkan wakil lebih banyak ke babak gugur, masing-masing empat dan tiga tim. Tim-tim Liga Inggris seharusnya bisa superior dengan finansial yang jauh lebih besar dari liga-liga lainnya. Namun, hal itu belum terlihat dari performa MU dan Newcastle.
Masih ada kesempatan (lolos ke fase grup). Kami masih memercayai itu. Kami akan melanjutkan perjuangan di St James Park melawan Milan yang merupakan tim sangat bagus.
Banyak faktor yang menyebabkan antiklimaks hasil kedua tim Inggris tersebut, salah satunya adalah kurang beruntung. MU, misalnya, bermasalah di pertahanan karena banyaknya pemain yang cedera sejak awal musim ini, seperti gelandang jangkar Casemiro dan bek Lisandro Martinez. Kedua pemain itu merupakan sosok terpenting dalam pertahanan ”Setan Merah” musim lalu.
MU sudah kemasukan 14 gol dari lima laga fase grup. Hanya tim Belgia, Royal Antwerp, yang mencatat jumlah kebobolan lebih banyak dibandingkan dengan MU. Antwerp kebobolan 15 gol, adapun MU 14 gol.
”MU mencetak tiga gol versus Bayern dan kalah, membuat tiga gol versus Kopenhagen dan kalah lagi. Mereka melakukan hal sama melawan Galatasaray, tetapi tidak menang. Mereka sangat cukup dalam mencetak gol, tetapi membuat banyak kesalahan yang bisa berujung kerugian di Liga Champions,” kata mantan gelandang MU, Owen Hargreaves.
Akibat badai cedera itu pula, Manajer MU Erik ten Hag terpaksa mengganti penyerang andalannya, Rasmus Hojlund, setelah unggul 3-1 di awal paruh kedua pada laga versus Galatasaray. Ten Hag ingin memberikan waktu istirahat bagi Hojlund yang sudah mencetak 5 gol di Liga Champions. Tanpa ancaman dari pemain tinggi dan kekar itu, Galatasaray pun lebih berani menyerang.
Kini, Ten Hag enggan berspekulasi soal kans lolos MU ke fase gugur. Dia lebih fokus pada penampilan dan hasil timnya di laga grup pekan terakhir. ”Kami terus membuat kemajuan, itu sangat menjanjikan. Jadi, kami di arah yang tepat. Namun, untuk bisa bertahan di Liga Champions, Anda harus terlebih dulu memenangi laga,” ujarnya.
Kesialan Newcastle
Adapun Newcastle lebih sial. Mereka nyaris mencuri kemenangan di markas PSG, Rabu dini hari. Namun, mereka kebobolan lewat penalti di menit ke-7 injury time. Keputusan penalti dari asisten wasit video (VAR) itu sangat kontroversial. UEFA lalu mencopot petugas VAR di laga itu, Tomasz Kwiatkowski, dari laga Real Sociedad versus Salzburg.
Terlepas dari kontroversi itu, menurut Manajer Newcastle United Eddie Howe, para pemainnya memang kelelahan setelah turun minum. Hal itu disebabkan pilihan pemain yang minim akibat badai cedera. Sebanyak delapan pemain tim itu masih dalam pemulihan, antara lain dua bek utama Dan Burn dan Sven Botman.
Selain itu, gelandang Sandro Tonali tidak akan tampil hingga akhir musim karena sanksi akibat skandal judi. Kemenangan Newcastle atas PSG di pertemuan pertama pun seolah hanya harapan semu. Kesialan mereka sudah bermula sejak undian grup, yaitu saat bergabung di grup ”neraka”.
Namun, menurut Howe, sekecil apa pun peluang lolos akan diperjuangkan timnya. ”Dengan situasi kami saat ini, masih ada kesempatan. Kami masih memercayai itu. Kami akan melanjutkan perjuangan di St James Park melawan Milan yang merupakan tim sangat bagus. Semua bisa terjadi di laga lainnya (Dormund versus PSG),” tuturnya. (AP/REUTERS)