Kekacauan Layanan ”Shuttle Bus” Piala Dunia U-17 di Surabaya
Kenyamanan belum terasa dari layanan ”shuttle bus” yang disediakan Pemkot Surabaya untuk penonton Piala Dunia U-17 2023.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Waktu sudah menunjukkan pukul 21.58 WIB ketika Kompas tiba di kawasan parkir Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jawa Timur. Ribuan pencinta sepak bola yang menjadi saksi debut tim U-17 Indonesia di Piala Dunia U-17 2023 masih memadati lokasi itu. Mereka tengah menunggu shuttle bus untuk membawa mereka ke enam titik di pusat Kota Surabaya.
Pemandangan itu amat kontras dibandingkan kawasan dalam atau ring road stadion. Dalam perjalanan dari Pusat Media yang berada di pintu 20 menuju lokasi parkir di dekat pintu 9, terlihat kawasan ring road stadion sudah sepi dari penonton. Hanya tersisa para petugas membersihkan sampah dan petugas gerai yang membenahi barang mereka.
Mayoritas penonton telah menunggu lebih dari 30 menit setelah mereka keluar stadion untuk menaiki bus. Mereka awalnya mengikuti petunjuk tujuan bus yang berada di lokasi parkir. Tujuan itu menuliskan enam lokasi tujuan shuttle bus di dalam kota, yaitu Balai Kota, Ciputra World Mall, PKB Tandes, Terminal Intermoda Joyoboyo, Terminal Tambak Oso Wilungan, dan Terminal Benowo.
Peluit akhir pertandingan yang telah berakhir lebih dari satu jam belum juga membuat kawasan parkir itu lengang. Alih-alih tetap tertib, mayoritas penonton mulai kesal karena ketidakjelasan waktu kedatangan bus dan manajemen massa yang tidak dipikirkan Pemerintah Kota Surabaya.
Penonton, yang menunggu sesuai petunjuk tujuan bus, kesal karena sejumlah bus justru membuka pintu untuk mempersilakan penonton naik tidak di lokasi parkir yang seharusnya. Ketiadaan petugas dari Dinas Perhubungan Kota Surabaya yang bertanggung jawab pada penyediaan shuttle bus itu membuat penonton tidak memiliki panduan jelas cara mereka menunggu bus.
Fasilitas shuttle bus ini sebenarnya bagus karena kami tidak perlu macet-macetan untuk menuju stadion, tetapi masih perlu dibenahi lagi.
Akhirnya, sejumlah penonton berkumpul di jalan masuk bus di kawasan parkir. Ketika mereka sudah melihat bus sesuai tujuan mereka, yang ditandai tulisan lokasi tujuan tertempel di jendela depan, pintu bus langsung digedor-gedor.
”Pak, buka (pintu) di sini saja, pak,” teriak sejumlah penonton ketika bus tujuan Terminal Intermoda Joyoboyo datang.
Beberapa bus mengikuti keinginan penonton itu sehingga mereka langsung bergerombol untuk berebut masuk ke dalam pintu bus yang kecil. Bus itu ibarat gula bagi semut-semut yang berebut untuk mengambilnya. Dari segala sisi penonton mengantre berdesakan demi bisa menaiki bus itu.
Ketika sopir bus tidak membuka pintu, para penonton itu rela mengikuti perjalanan bus. Akibat ketidaktahuan di mana lokasi menaiki bus, mereka terus membuntuti bus hingga sopir memutuskan membuka pintu. Aksi itu amat berisiko karena penonton yang berdesak-desakan terlalu mepet dengan badan bus. Jika tidak waspada, mereka bisa terlindas ban bus.
Syukurnya, ada sejumlah petugas kepolisian yang sigap di lokasi parkir. Mereka ikut mengawal bus agar tidak ada penonton yang celaka atau melakukan aksi vandalisme kapada bus.
Ketika bus membuka pintu, dua hingga empat aparat kepolisian berjaga di pintu supaya penonton tidak saling dorong. Mereka juga memberikan imbauan kepada penonton untuk tidak memaksa naik ke atas bus yang sudah penuh.
”Mohon jangan memaksa naik bapak-ibu. Masih ada bus di belakang,” kata salah satu petugas kepolisian berpangkat brigadir satu.
Hampir satu jam
Setelah melalui desak-desakan, Kompas baru menaiki bus menuju Balai Kota pada pukul 22.50. Jika merujuk waktu operasional shuttle bus dari Gelora Bung Tomo, waktu itu tinggal menyisakan 10 menit dari masa akhir operasional pada pukul 23.00.
Namun, ketika bus meninggalkan kompleks Gelora Bung Tomo, masih terdapat antrean puluhan bus lain yang masih menuju lokasi parkir stadion. Bus-bus itu merupakan shuttle bus yang hendak menjemput penonton.
”Kapok menonton bola begini. Panitia tidak siap dengan shuttle bus. Saya harus desak-desakan untuk naik bus,” ujar Eko (53), warga Surabaya, yang datang bersama istri dan seorang anaknya.
Hal serupa juga dikatakan Ponco (35), warga Jakarta yang datang ke Surabaya untuk menyaksikan laga pertama Indonesia dan upacara pembukaan Piala Dunia U-17. Menurut Ponco, seharusnya panitia lebih sigap menyiapkan angkutan bus sebelum pertandingan usai agar penonton tidak menumpuk sampai larut malam.
”Jalan-jalan di sekitar stadion juga ditutup sehingga saya tidak ada alternatif kalau mau pesan Gocar. Dari pada enggakpulang, saya rela berjuang naik bus,” kata Ponco.
Pemerintah Kota Surabaya tidak menyediakan parkir untuk kendaraan pribadi masyarakat umum. Bahkan, dari pintu keluar tol menuju Gelora Bung Tomo, petugas sudah berjaga dan memasang pengumuman, ”tanpa stiker khusus tidak boleh masuk”. Alhasil, upaya penonton untuk mencari alternatif kendaraan untuk pulang dengan memesan taksi daring juga bakal sia-sia belaka.
Awal lancar
Kericuhan pada kepulangan seusai laga Piala Dunia U-17 terasa kontras dibandingkan keberangkatan. Belasan bus sudah bersiap sejak Jumat siang di Balai Kota. Pada pukul 13.05, bus pertama telah berangkat menuju Gelora Bung Tomo.
Tidak ada desak-desakan karena petugas Dishub Kota Surabaya memberikan informasi urutan bus yang berangkat. Hal itu memberikan pilihan kepada penonton untuk menaiki bus selanjutnya ketika bus yang akan jalan lebih dulu telah penuh. Mereka tak perlu berdesak-desakan. Namun, pada keberangkatan di Balai Kota, tidak ada pemeriksaan tiket dari petugas sebelum penonton menaiki bus.
Meski begitu, bibit kericuhan shuttle bus telah terlihat sejak keberangkatan. Tidak ada sistem antrean pada keberangkatan. Itu membuat penonton menunggu untuk menaiki bus di posisi yang berbeda-beda. Mereka berpencar karena tidak tahu bus mana yang berangkat lebih dulu.
”Saya kira awalnya harus mendaftar atau ada antrean, ternyata kami hanya menunggu saja. Fasilitas shuttle bus bus ini sebenarnya bagus karena kami tidak perlu macet-macetan untuk menuju stadion, tetapi masih perlu dibenahi lagi,” tutur Edy (55), penonton yang bermukim dekat Tugu Pahlawan.
Semoga kekurangan di laga pertama bisa menjadi pelajaran bersama. Pembenahan wajib dilakukan agar kenyamanan penonton terasa menyeluruh, baik di tribune stadion maupun di dalam bus.