Bakat Carlos Vela sudah diakui dunia sejak usia 16 tahun. Namun, potensi besar itu tidak bersanding dengan komitmen, kerja keras, dan konsistensi.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Piala Dunia U-17 2005 di Peru pernah menjadi momen paling spesial bagi warga Meksiko. Bagaimana tidak, Meksiko menjuarai turnamen dengan mengalahkan Brasil tiga gol tanpa balas di partai puncak. Mereka seketika meyakini, generasi emas sepak bola Meksiko sudah ada di depan mata.
Tiga ikon pemain remaja sekaligus memimpin skuad itu, yaitu Carlos Vela, Giovani dos Santos, dan Hector Moreno. Di antara ketiganya, nama paling spesial adalah Vela yang masih berusia 16 tahun. Sang penyerang mengakhiri turnamen sebagai peraih Sepatu Emas dengan catatan lima gol.
”Hyena”, begitu julukannya. Tidak berlebihan, Vela memang seperti predator ketika berada di kotak penalti. Dia dilahirkan untuk menjadi penyerang ulung dengan kecepatan, insting tajam, penempatan posisi apik, dan tembakan terukur. Terbukti, namanya diburu banyak tim Eropa sepulang dari Peru.
Arsenal memenangi perburuan Vela, mendatangkannya langsung dari Chivas Guadalaraja pada Januari 2006, dua bulan seusai Piala Dunia. Manajer Arsenal ketika itu, Arsene Wenger, tertarik dengan bakat sang pemain. Adapun di era itu, Arsenal sedang fokus mengorbitkan pemain-pemain muda.
Namun, tidak segampang itu mendapatkan menit bermain di tim sebesar Arsenal dengan usia yang masih remaja. Vela pun dipinjamkan ke tim-tim divisi dua Liga Spanyol dari 2006-2008, antara lain Celta Vigo dan UD Salamanca. Dia mencari pengalaman agar sudah siap ketika kembali ke ”Si Meriam”.
Vela, selama masa peminjaman, mendapatkan banyak pujian dari banyak pelatih. Salah satunya pelatih Salamanca saat itu, Javi Lopez. ”Dia memiliki kualitas hebat dan memenuhi ekspektasi kami. Kepercayaan dirinya melebihi anak seusia itu. Dia punya senjata untuk mengatasi semua tantangan,” ujar Lopez, dikutip Sky Sports.
Lopez tidak ragu menyebutnya sebagai pemain sensasional. Hanya saja, sang pelatih sudah mengingatkan sejak itu, hal yang paling dibutuhkan Vela bukan kemampuan bermain bola. Dia lebih butuh kekuatan mental dan keinginan besar untuk mencapai puncak dunia.
Kejatuhan Vela
Vela kembali ke Arsenal pada musim 2008. Dia sempat bermain 25 kali di liga selama dua musim. Jumlah itu cukup banyak untuk pemain yang belum menginjak 21 tahun. Puncaknya, dia dipanggil tim nasional senior Meksiko untuk tampil di Piala Dunia Afrika Selatan 2010.
Di momen terbaik untuk melompat itu, sang pemain kelahiran 1989 justru terjatuh. Vela menderita cedera setelah dua pertandingan babak grup. Meksiko yang terpincang-pincang pun kandas di babak 16 besar. Masalah terbesar datang tiga bulan setelah Piala Dunia.
Vela dipanggil lagi ke timnas untuk laga jeda internasional. Namun, setelah laga versus Kolombia, dia justru mengadakan pesta di hotel tim. Asosiasi Sepak Bola Kolombia pun menjatuhkan hukuman enam bulan tidak boleh membela timnas. Mulai dari titik itu, profesionalitasnya sebagai pesepak bola dipertanyakan.
Di momen terbaik untuk melompat itu, sang pemain kelahiran 1989 justru terjatuh.
Jurnalis El Pais asal Meksiko, Diego Mancera, mengatakan, Vela sedang kehilangan cinta terhadap sepak bola di momen tersebut. ”Dia tidak menyukai sepak bola, tidak menyukai pekerjaannya. Dia lebih suka menonton olahraga lain seperti basket. Kehidupan di Arsenal membuatnya kesepian dan kecewa,” ujarnya.
Sepulang dari Afrika Selatan, kariernya di Arsenal turut tenggelam. Dia hanya bermain empat kali di liga selama separuh semusim, sampai akhirnya dipinjamkan ke West Bromwich Albion. Sejak itu, pemain yang bisa bermain di dua sisi sayap tersebut tidak pernah lagi berseragam ”Si Meriam”.
Wenger meyakini, sulit mencari pemain dengan talenta lebih komplet dibandingkan Vela. Dari sisi kecepatan, kecerdasan, hingga keterampilan. Namun, sang manajer berjuluk ”profesor” itu selalu berkata, Vela hanya akan menjadi penyerang kelas dunia ketika menambahkan sisi agresif dan tekad besar dalam diri.
Kelahiran kembali
Vela menemukan ”rumahnya” di Real Sociedad setelah dilepas Arsenal pada Agustus 2011. Dia mulai menemukan performa terbaik dengan menjadi mesin gol dan asis selama tiga musim beruntun. Ketika itu, kebintangan Vela di Sociedad bahkan melebihi penyerang Perancis Antoine Griezmann.
Puncaknya pada musim 2013-2014. Dia mencatatkan 16 gol dan 12 asis dalam semusim. Hanya tiga pemain yang berkontribusi lebih banyak darinya di liga, antara lain megabintang Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi. Momentum kebangkitan Vela bertepatan dengan Piala Dunia Brasil 2014.
Vela dipanggil timnas Meksiko lagi, tetapi menolak tawaran tersebut. Dia masih dendam karena hukuman yang dijatuhkan asosasi kepadanya empat tahun silam. Padahal, pemain yang lahir di kota wisata Cancun tersebut sedang dalam usia emas, yaitu 25 tahun.
Tim Meksiko sebenarnya bisa menggabungkan dua generasi terbaik yang pernah ada. Para pemain veteran, seperti Rafael Marquez dan Andres Guardado, akan bergabung dengan generasi baru, seperti Dos Santos dan Chicharito. Namun, semua impian itu tenggelam karena sang ikon generasi baru tidak bersedia ikut. Meksiko lagi-lagi terhenti di 16 besar.
Konsistensi adalah masalah terbesar Vela. Dia tidak pernah mencapai level yang sama di musim-musim berikutnya, sampai meninggalkan Sociedad pada 2018. Bandingkan dengan Griezmann yang terus meroket setelah pergi dari Sociedad pada 2014. Griezmann menjadi salah satu pemain terbaik dunia di Atletico Madrid.
Piala Dunia Rusia 2018 menjadi yang terakhir diikuti Vela. Dia kembali ke timnas. Namun, semua percuma. Dia tidak dalam kondisi terbaik seperti empat tahun silam. Sebelum ke Rusia, dia berstatus pemain klub Amerika Serikat, Los Angeles FC, yang sering disebut ”liga petani”. Sociedad menjualnya pada awal Januari 2018.
Menurut El Pais, publik Meksiko lebih kecewa saat Vela memutuskan bergabung ke Liga AS dibandingkan ketika tidak ikut Piala Dunia. Kepindahan di usia 28 tahun itu seperti membuang begitu saja bakat besarnya. Seperti diketahui, liga itu lebih sering dijadikan tempat pensiun para bintang Eropa.
Sampai sekarang, lebih banyak orang yang berimajinasi dengan potensi Vela ketimbang apa yang sudah terjadi saat ini. Seandainya saja Vela berada di ekosistem yang tepat dan lebih berkomitmen terhadap sepak bola.… (AP/REUTERS)