Geliat Piala Dunia U-17 2023 kurang terasa di ruang publik kota-kota penyelenggara. Kesadaran masyarakat terhadap turnamen sudah baik, tetapi itu belum mendorong mereka membeli tiket laga.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR, NINO CITRA ANUGRAHANTO, I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Perhelatan Piala Dunia U-17 2023 sudah di depan mata. Menjelang upacara pembukaan dan laga perdana, Jumat (10/11/2023), masyarakat menyambut positif turnamen yunior kelas dunia itu. Namun, mayoritas publik masih enggan menyaksikan langsung pertandingan di stadion.
Nabila (30), karyawan swasta di Surabaya, Jawa Timur, mengungkapkan, Piala Dunia U-17 jadi topik pembicaraan rekan-rekannya di kantor. Ia pun tahu bahwa Indonesia bakal bermain di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, dengan menghadapi tiga pesaing di Grup A, yaitu Ekuador, Panama, dan Maroko.
Meski gemar menyaksikan langsung pertandingan olahraga, Nabila belum ada rencana untuk menyaksikan laga tim ”Garuda Muda” di Gelora Bung Tomo karena beberapa hal jadi pertimbangannya.
Saya mau observasi dulu cara (Pemerintah Kota) Surabaya menangani ’event’ini. Bagaimana efek macetnya? Bagaimana (pengamanan) ketertibannya? Karena masih takut (menonton sepak bola langsung).
”Saya mau observasi dulu cara (Pemerintah Kota) Surabaya menangani event ini. Bagaimana efek macetnya? Bagaimana (pengamanan) ketertibannya? Karena masih takut (menonton sepak bola langsung). Mungkin tidak akan seramai pertandingan biasanya (Liga 1), jadi saya bakal lihat terus perkembangan ketika turnamen sudah mulai,” ujar Nabila di Surabaya, Rabu (8/11/2023).
Sementara itu, Sutiyono (44), sopir taksi daring di Bandara Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, merasa pelaksanaan Piala Dunia U-17 belum memberikan dampak besar. ”Tidak ada peningkatan pelanggan sejauh ini. Alur penumpang dari bandara belum ada perubahan,” kata Sutiyono.
Selain itu, Sutiyono juga menyayangkan ketiadaan atribut Piala Dunia U-17 di Bandara Juanda. Dalam pantauan Kompas, tidak ada spanduk atau poster di terminal kedatangan salah satu bandara tersibuk di Indonesia itu.
Spanduk-spanduk promosi Piala Dunia U-17 baru terlihat di jalan utama Kota Surabaya, seperti Jalan Ahmad Yani, Jalan Raya Darmo, dan Jalan Basuki Rahmat. Jarak spanduk terpasang di setiap 5 meter.
”Promosi cuma kencangdi media sosial sama jalan-jalan utama. Di pinggiran kota, saya tidak lihat ada spanduk Piala Dunia (U-17),” ujar Nabila yang tinggal di wilayah Gresik, Jatim.
Di Jakarta, kemeriahan Piala Dunia U-17 juga belum sepenuhnya terasa. Meski demikian, Panitia Lokal dan Pemerintah DKI Jakarta telah menyebarkan umbul-umbul dan baliho yang didominasi warna kuning, merah marun, dan toska. Materi promosi juga diselipkan pada videotron Sarinah, tempat banyak pekerja kantoran berlalu lalang.
Hingga beberapa hari jelang pembukaan, warga Jakarta mengaku belum merasakan euforia Piala Dunia U-17 sebagaimana saat Piala Dunia senior di Qatar tahun lalu. Omoh Zaenudin (46), misalnya, merasakan euforia Piala Dunia U-17 tidak begitu tinggi.
Omoh mengaku rela mengeluarkan biaya untuk menonton Piala Dunia U-17, tetapi tidak melebihi Rp 500.000. Baginya, keseruan menyaksikan calon-calon pemain bintang tetap ada. Apalagi tim U-17 Brasil dan Inggris akan bermain di Jakarta.
Menurut Omoh, hiruk-pikuk diskursus di ruang publik, termasuk warga di sekitar perumahannya, masih didominasi isu Pemilu 2024.
"Memang Piala Dunia U-17 ini gaungnya belum begitu terasa. Soalnya yang main juga kita kurang tahu siapa. Walau begitu, saya tertarik menonton langsung karena ini pertama kali negara kita jadi tuan rumahnya," kata Omoh.
Omoh mengaku rela mengeluarkan biaya untuk menonton Piala Dunia U-17, tapi tidak melebihi Rp 500.000. Baginya keseruan menyaksikan calon-calon pemain bintang tetap ada. Apalagi tim U-17 Brasil dan Inggris akan bermain di Jakarta.
"Kalau pas sedang libur, saya ingin lihat langsung. Tapi semisal harga tiketnya lebih dari Rp 500.000, mending buat keperluan anak dan istri saja," ucapnya.
Hal serupa juga diungkapkan Suganda (36), warga Bogor yang bekerja di Jakarta. Suganda mengaku belum merasakan semarak Piala Dunia U-17 di tempat-tempat umum. Tapi dia kerap melihat ada pemberitaan soal turnamen dua tahunan tersebut di media sosial.
"Saya kurang tahu banyak (soal Piala Dunia U-17). Soalnya yang main masih remaja semua. Kurang terkenal. Malah lebih seru nonton Liga 1," katanya.
Sementara itu, Saras Hulan Nursapto (40), warga Surakarta, turut merasakan kurang semaraknya gelaran acara menuju Piala Dunia U-17. Padahal, Stadion Manahan, Surakarta, akan menjadi lokasi pertandingan Grup B hingga babak final.
Ia merasakan suasana yang berbeda sewaktu kotanya ditunjuk sebagai ajang Piala Dunia U-20, yang akhirnya terpaksa batal karena alasan tertentu. Ketika itu, ia merasa seisi kota siap menyambut kejuaraan sepak bola yunior bergengsi tersebut.
Meski begitu, Saras mengaku sangat senang dengan dihelatnya ajang tersebut di kotanya. Lebih-lebih ia dan anaknya sama-sama penggila bola. Lantas, Saras menganggap Piala Dunia U-17 sebagai gelaran bersejarah. Ia tak mau melewatkan kesempatan itu untuk menyaksikan langsung laga.
”Nanti coba disempat-sempatkan. Memang, ada pekerjaan yang kadang-kadang jadi penghambat. Tetapi, coba nanti dilihat waktunya kalau ternyata longgar, saya pasti akan menonton,” kata Saras, yang sehari-hari mengelola usaha binatu.
Merujuk laman penjualan tiket daring FIFA, dua tipe tiket untuk laga pembuka dan upacara pembukaan di Gelora Bung Tomo, Jumat nanti, telah habis terjual. Sekitar 40.000 tiket disiapkan panitia lokal di Surabaya.
Khusus pada laga perdana dan upacara pembukaan tiket reguler dibanderol mulai dari Rp 250.000 hingga Rp 500.000. Adapun harga tiket kelas keluarga untuk satu dewasa dan satu anak-anak dijual dengan harga Rp 400.000 hingga Rp 800.000.
Pada laga kedua dan ketiga di Grup A, harga tiket kelas reguler ialah Rp 100.000 sampai Rp 250.000. Untuk tiket keluarga berkisar Rp 160.000 hingga Rp 400.000.
Ketua Umum PSSI Erick Thohir mengungkapkan, promosi untuk penjualan tiket telah gencar dilakukan dalam satu bulan terakhir dengan menggandeng sejumlah pihak, di antaranya pemerintah daerah dan badan usaha milik negara. Penjualan tiket diharapkan meningkat di luar tiga laga tim Indonesia U-17 di fase grup.
”Semua pihak berkomitmen tinggi untuk mendorong target tiket setidaknya (pertandingan disaksikan) rata-rata 10.000 per hari,” ucap Erick.