Cesc Fabregas, dari Finlandia Menggapai Puncak Dunia
Cesc Fabregas adalah eks ”wonderkid” Piala Dunia U-17 yang mencapai potensi terbaik secara individu sejak usia belia.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
Francesc ”Cesc” Fabregas, ia lulusan terbaik Piala Dunia U-17. Ia pemain pertama dan masih satu-satunya hingga saat ini yang mendominasi dua penghargaan individu di Piala Dunia U-17, kemudian bisa mengangkat trofi juara Piala Dunia level senior.
Fabregas mulai menyita perhatian dunia ketika tampil membela Spanyol U-17 pada Piala Dunia U-17 Finlandia 2003. Untuk dominasi gelar individu di Piala Dunia U-17, Fabregas menjadi pemain kedua yang mengawinkan trofi sepatu emas (pencetak gol terbanyak) dan bola emas (pemain terbaik turnamen). Sebelumnya, prestasi itu diraih Florent Sinama Pongolle, pemain Perancis.
Sebagai salah satu prospek milik La Masia, akademi Barcelona, Fabregas pada awal 2000-an lebih dikenal sebagai gelandang bertahan. Publik sepak bola Spanyol membandingkannya sebagai penerus Pep Guardiola, yang juga idolanya.
Fabregas mulai menyita perhatian dunia ketika tampil membela Spanyol U-17 di Piala Dunia U-17 2003 Finlandia.
Tetapi, Fabregas mengemban peran berbeda di Finlandia 2003. Ia diberikan kebebasan bergerak ke depan dan lebih dominan memberikan operan progresif. Selain itu, Fabregas juga banyak bertualang di kotak penalti lawan.
Hasilnya, ia mencetak lima gol dari tujuh penampilan. Tak ketinggalan, ia menghadirkan salah satu performa individu terbaik dalam sejarah Piala Dunia U-17 ketika jumpa Argentina di semifinal.
Sempat tertinggal dua gol cepat Argentina di babak pertama, Fabregas menjadi katalis kebangkitan La Rojita dengan mencetak gol perkecil margin skor di menit ke-48.
Setelah gol itu, Spanyol bangkit. Mereka pun lolos ke final berkat gol kedua Fabregas pada masa perpanjangan waktu di menit ke-119. Sayangnya, di partai puncak magis Fabregas tidak terulang. Spanyol tumbang, 0-1, dari Brasil pada penampilan final kedua La Rojita di ajang Piala Dunia U-17.
”Saya tidak memedulikan penghargaan pribadi. Sepak bola tentang tim, bukan mengenai satu orang,” ucap Fabregas terkait capaian pribadinya di usia remaja kepada Telegraph, 2007 lalu.
Langkah besar
Setelah pulang dari Finlandia, Fabregas menentukan langkah besar dalam kariernya. Ia meninggalkan La Masia dan Barcelona setelah mendapat rayuan dari Manajer Arsenal Arsene Wenger. Pada September 2003 atau kurang dari dua pekan menyelesaikan tugas negara di Piala Dunia U-17, Fabregas hijrah ke Stadion Highbury.
Dalam 22 tahun Wenger menangani Arsenal, Fabregas adalah pemain remaja yang membuat ”Si Profesor” tak berpikir dua kali untuk merekrutnya. Wenger pun tak merasakan penyesalan sedikit pun ketika rela mengeluarkan dana transfer sekitar 3 juta euro untuk pemain kelahiran Arenys de Mar, Spanyol, itu.
”Permainan Fabregas sangat indah untuk disaksikan. Etos kerja dan komitmennya sangat luar biasa. Itu yang membuat dia mampu bersinar sejak remaja,” kata Wenger dilansir BBC medio 2007.
Terbukti, Fabregas yang sempat memerlukan waktu untuk beradaptasi karena tidak bisa berbahasa Inggris, perlahan mampu menjadi salah satu gelandang terbaik Arsenal di abad ke-21. Ia juga berpengalaman mengenakan ban kapten ”The Gunners” selama tiga musim.
Fabregas menjadi wajah baru Arsenal ketika pindah markas dari Highbury ke Stadion Emirates pada musim 2006-2007. Sebanyak dua gelar dipersembahkan Fabregas untuk Arsenal. Tak ketinggalan, ia juga bagian dari skuad The Gunners yang menembus final Liga Champions untuk pertama kali dalam sejarah klub pada edisi 2005-2006.
Performa apik di London membawa Fabregas pulang ke Catalan. Ia direkrut kembali oleh Barca dengan nilai transfer 34 juta euro pada bursa transfer musim panas 2011.
Kehadiran Fabregas di Barca juga ikut berkontribusi pada revolusi filosofi sepak bola khas Spanyol, tiki-taka. Pasalnya, Fabregas adalah pemain yang menancapkan standar posisi baru nan unik, false nine.
Melalui peran itu, ia membantu ”Blaugrana” meraih enam trofi juara. Dalam perannya yang cair di atas lapangan, Fabregas menciptakan asis paling berharga dalam sejarah sepak bola Spanyol. Operan Fabregas mengawali gol Andres Iniesta untuk mengunci kemenangan La Roja atas Belanda di final Piala Dunia Afrika Selatan 2010.
Selain Piala Dunia, Fabregas juga mempersembahkan dua trofi Piala Eropa untuk tanah airnya. Ketika mundur dari timnas Spanyol pada 2016, Fabregas telah masuk buku historis Spanyol karena mencatatkan lebih dari 100 cap. Tepatnya, ia tampil 110 laga dengan torehan 15 gol dan 36 asis selama berseragam La Roja.
Setelah menjalani dua dekade sebagai pesepak bola profesional, ia membela lima klub di empat negara berbeda, yaitu Arsenal dan Chelsea di Inggris, Barcelona di Spanyol, Monaco di Perancis, serta Como di Italia. Pada 1 Juli 2023 lalu, Fabregas memutuskan gantung sepatu.
”Sejak hari pertama di Barca hingga masa bersama Como, saya tidak akan melupakan semua momen. Saya menjalani perjalanan karier yang tidak akan pernah saya lupakan,” kata Fabregas dalam pernyataan pensiunnya dilansir ESPN.
Fabregas adalah bagian minoritas eks wonderkid di Piala Dunia U-17 yang mampu mencapai potensi terbaiknya secara individu yang telah terlihat sejak usia belia. Ia juga sudah memenuhi mimpi terbesar setiap anak-anak di dunia, yaitu meraih trofi paling prestise di sepak bola, Piala Dunia. Vamos, Cesc!