Ten Hag sangat realistis, MU kurang pas bermain dengan filosofi seperti Ajax. Masalahnya, filosofi baru sang manajer juga mulai tidak bekerja.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Ingin membeli apel, justru mendapat jeruk. Mungkin seperti itu perasaan para pendukung Manchester United tentang Manajer Erik ten Hag. Sang manajer datang dari Ajax Amsterdam setelah suskes memperagakan ide sepak bola modern berbasis penguasaan. Akan tetapi, dia malah memainkan filosofi lebih pragmatis di MU.
Sepintas, tidak terlihat perbedaan nyata antara ten Hag dan para manajer MU terdahulu. Sebut saja Ole Gunnar Solskjaer yang juga sempat memperagakan permainan sangat langsung dengan skema serangan balik kilat. Gaya itu tidak butuh banyak penguasaan bola, melainkan kecepatan dan efisiensi serangan.
Sangat berbeda dengan gaya modern yang ditampilkan tiga tim teratas klasemen pekan ke-10 Liga Inggris. Mereka sama-sama berbasis penguasan bola dominan, yaitu Manchester City (63 persen), Tottenham Hotspur (62,2 persen), dan Arsenal (60,9 persen). MU berada di urutan ke-8 dengan hanya 52,7 persen.
Sebenarnya semua akan baik-baik saja, apa pun gaya mainnya, selama hasil akhir tetap positif. Seperti musim debut Ten Hag pada 2022-2023, misalnya. Masalahnya, MU sedang tidak baik-baik saja. Mereka mengawali musim dengan rekor terburuk dalam 61 tahun, kalah delapan kali dari 15 pertandingan di seluruh kompetisi.
Ten Hag berkata, masalah terbesar adalah eksekusi dan ketersediaan pemain. ”Kami memainkan sepak bola dengan sangat baik musim lalu. Filosofi musim ini tidak berbeda. Intinya bermain lebih langsung. Namun, bukan berarti saya ingin selalu mengandalkan bola panjang,” ujarnya jelang versus Fulham, Jumat (3/11/2023).
Jika lawan menekan dengan garis pertahanan tinggi, lanjut Ten Hag, mereka akan menyerang langsung lewat umpan-umpan panjang. Namun, mereka akan tetap sabar bermain dari bawah ketika menghadapi lawan dengan pertahanan blok rendah. Semua itu sangat cair, tergantung kondisi di lapangan.
Permainan langsung nan cenderung pragmatis itu dipilih karena cocok dengan karakteristik pemain dan DNA MU. Adapun mereka memiliki penyerang cepat yang andal dalam transisi, seperti Marcus Rashford atau Rasmus Hojlund. Hal tersebut membuat gaya bermain agak lambat seperti di Ajax kurang efektif.
”Saya datang ke sini dengan filosofi berbasis penguasaan bola, tetapi juga mengombinasikan itu dengan DNA MU dan karakter para pemain. Intensi itu sangat jelas, hanya saja eksekusinya belum terlihat,” ujar sang manajer yang tetap teguh akan menggunakan filosofi barunya.
Kunci kesuksesan musim pertama Ten Hag adalah eksekusi. Itu yang dibutuhkan untuk menang tanpa banyak memegang bola. Wajar saja jika para penyerang MU yang dijadikan ”kambing hitam” saat ini. Seluruh penyerang MU baru menghasilkan satu gol dan satu asis dari 10 pertandingan liga. Keduanya diciptakan oleh Rashford.
Meskipun demikian, masalah yang tidak kalah krusial adalah kerapuhan pertahanan ”Setan Merah”. Momentum serangan balik nyaris selalu berawal dari keberhasilan di pertahanan. Formasi bertahan lawan sedang tidak siap ketika menyerang, bagai serdadu yang meninggalkan posnya di medan perang.
Pertahanan MU sangat lemah. Mereka sudah kemasukan 16 gol, lebih buruk dibandingkan tim papan bawah Nottingham Forest (15 gol). Banyaknya kebobolan tidak mengejutkan. Menurut The Analyst, MU merupakan tim keenam terburuk dalam kualitas peluang lawan atau expected goal againts (xGA) dari permainan terbuka.
Gary Neville, mantan kapten MU, turut mengkritik pertahanan Setan Merah saat kalah dari Newcastle 0-3 di Piala Liga, pada tengah pekan lalu. Menurut dia, para pemain MU seperti membiarkan lawan lewat begitu saja ketika berduel. ”Mereka seakan tertidur (di lapangan),” ujarnya dalam acara Sky Sports.
Saya datang ke sini dengan filosofi berbasis penguasaan bola, tetapi juga mengombinasikan itu dengan DNA MU dan karakter para pemain.
Berbagai problem di lini belakang MU mungkin belum akan selesai dalam waktu dekat. Gelandang bertahan Casemiro akan menepi selama beberapa pekan karena cedera paha. Cedera itu menambah panjang daftar pemain di ruang perawatan yang sudah diisi bek inti Lisandro Martinez dan Luke Shaw.
Namun, tidak ada waktu lebih tepat bagi ten Hag untuk membalikkan keadaan selain saat ini. Menurut Opta, MU memiliki jadwal termudah keempat dalam sepuluh pertandingan ke depan. Di antaranya, mereka akan menghadapi tim papan bawah di kandang sendiri, antara lain Luton Town dan Bournemouth.
”Kami hampir selalu mengganti pemain bertahan di setiap pertandingan. Sekarang, kami harus menyesuaikan diri dengan kehilangan Casemiro yang merupakan pemain penting. Namun, kami harus menang dan saya tidak mau mencari alasan lagi. Kami harus lebih pragmatis dan menang. Itu adalah tuntutan,” ujar Ten Hag.
Perkataan Ten Hag 100 persen akurat. MU harus mulai menang, terlepas dengan filosofi apa pun. Tanpa kemenangan di akhir laga, apa lagi yang bisa dinikmati para pendukung dari permainan pragmatis tersebut? (AP/REUTERS)