Jiwa-jiwa yang Akhirnya Merdeka
Empat pemain yang sempat terpuruk menemukan performa terbaik di laga ketiga fase grup Liga Champions.
“Bola itu bundar, nasib pemain selalu berputar”. Itu adalah kalimat bijak yang selalu dipegang pesepak bola. Setelah menjalani periode kelam dalam karier mereka, pemain terus bekerja keras untuk mengembalikan performa terbaik mereka, meski hal itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Nasib itu dirasakan oleh kiper Manchester United, Andre Onana. Pemain asal Kamerun itu bangkit dari sosok yang dianggap sumber kekalahan ketika timnya tumbang dari Bayern Muenchen di laga perdana Grup A Liga Champions, 21 September lalu.
Kini, ia telah menyandang status sebagai salah satu pahlawan bagi raihan kemenangan perdana “Setan Merah” di Liga Champions musim ini. Tepisan Onana terhadap eksekusi penalti pemain Copenhagen, Jordan Larsson, di menit 90+7 memastikan kemenangan MU, 1-0, di Stadion Old Trafford, Rabu (25/10/2023) dini hari WIB.
Kini, ia telah menyandang status sebagai salah satu pahlawan bagi raihan kemenangan perdana “Setan Merah” di Liga Champions musim ini.
Selama pertandingan itu, kiper yang direkrut dari Inter Milan itu melakukan empat penyelamatan krusial yang menjaga gawang MU nirbobol. Onana pun telah mencatatkan 10 penyelamatan dari 270 menit atau tiga gim membela MU di kompetisi antarklub terelite di Eropa itu.
Ketika kalah, 3-4, dari Bayern, Onana mengakui secara dewasa bahwa ia penyebab kekalahan skuad MU. Tetapi, ia enggan jemawa menganggap dirinya penentu MU mengoleksi tiga poin pertama di Eropa musim ini.
“Ini adalah momen fantastik untuk tim dan kemenangan penting bagi kami. Kami telah melalui momen dan periode buruk lainnya, jadi hasil ini sangat krusial,” kata Onana kepada UEFA.com.
Onana pun menyampaikan keyakinannya bahwa MU bisa bersaing dengan Galatasaray untuk bersaing meraih satu tiket tersisa lolos ke fase gugur dari Grup A. Satu jatah melaju ke babak selanjutnya sudah digenggam setengah tangan oleh Bayern yang mengoleksi tiga kemenangan beruntun.
Baca juga: Andre Onana Terbenam dalam Rasa Bersalah
“Tentu (kami bisa melaju). Kami adalah Manchester United. Kami adalah klub besar. Jadi, kami harus memenangkan (tiga) pertandingan tersisa,” ucap Onana.
Instruksi khusus
Manajer MU Erik ten Hag mengungkapkan, keberhasilan Onana mencatatkan dua penyelamatan penalti dalam dua gim beruntun di Liga Champions adalah buah dari kerja kerasnya untuk meningkatkan performa. Dalam upaya meningkatkan kemampuan mengantisipasi bola mati, Onana mendapat instruksi khusus dari asisten pelatih MU, Steve McClaren.
“Andre (Onana) harus menentukan dalam situasi di lapangan, tetapi ia (Steve McClaren) memberikannya beberapa instruksi. Andre tahu level kemampuannya dan ia menyadari bahwa ia belum mencapai performa terbaik. Saya yakin ia bisa lebih baik,” ucap Ten Hag dilansir Manchester Evening News.
Sebelum menepis sepakan Larsson, yang merupakan putra legenda sepak bola Swedia, Henrik Larsson, Onana mencatatkan penyelamatan penalti perdananya di Liga Champions ketika menghalau tembakan penyerang Galatasaray, Mauro Icardi, 4 Oktober. Dua penyelamatan penalti perdana dalam karier Onana tercipta di Old Trafford.
Selain Onana, Harry Maguire juga menunjukkan bahwa dirinya belum habis dan masih layak mengenakan seragam Setan Merah. Sebuah gol sundulan dari Maguire di menit ke-72 bermakna tiga poin bagi MU.
Rio Ferdinand, legenda MU, menekankan, kemenangan penting melawan Copenhagen mengangkat sedikit tekanan yang membayangi skuad MU akibat permulaan musim yang buruk di Eropa.
Baca juga: Pekan Terbaik Harry Maguire
“Sebagai pemain MU, mereka harus bisa mengatasi tekanan yang selalu ada. Anda harus menemukan cara untuk bangkit dari masa-masa mengecewakan. Saya pernah mengalami itu,” ucap Ferdinand, yang menjalani 455 laga berseragam MU dan mempersembahkan 14 trofi, kepada TNT Sports.
Akhiri paceklik gol
Kebangkitan, yang dihasilkan Onana dan Maguire untuk membantu MU menang dan tak kemasukan perdana di Liga Champions, juga ditampilkan Rodrygo di Real Madrid serta Alexis Sanchez bersama Inter Milan. Kedua pemain itu mengakhiri paceklik gol mereka di awal musim ini.
Rodrygo menyumbangkan gol perdana Real ke gawang SC Braga pada menit ke-16. Real membawa pulang keunggulan, 2-1, dari markas Braga, Stadion Municipal Braga.
Itu adalah gol perdana Rodrygo setelah gagal mencatatkan nama di papan skor dalam 12 pertandingan beruntun “Los Blancos”. Di musim ini, penyerang berusia 22 tahun ini itu baru menghasilkan dua gol dan sebuah asis dari 13 gim.
Meskipun minim kontribusi gol, Pelatih Real Carlo Ancelotti tidak kehilangan kepercayaan kepada Rodrygo. Dari 13 pertandingan Real di Spanyol dan Eropa, Rodrygo hanya dua laga tidak dimainkan sejak sepak mula.
“Rodrygo adalah talenta super dan saya selalu berpikir bahwa kami bisa menolong dia apabila tim bergerak dengan baik untuknya. Kami menggerakkan bola sesuai dengan keinginannya,” ucap Ancelotti dilansir Marca tentang kesannya menyaksikan Rodrygo kembali mencetak gol.
Tandem Rodrygo di lini depan Real, Vinicius Junior tak ketinggalan menyampaikan suka citanya. “Ia adalah saudara bagi saya dan ketika dia mencetak gol, asis, atau memberikan masalah kepada lawan, saya sangat senang. Bagus bagi kepercayaan dirinya mencetak gol, khususnya jelang kami menghadapi El Clasico (kontra Barcelona),” kata Vinicius dilansir laman UEFA.
Sementara itu, Sanchez mencetak gol perdananya dalam periode kedua membela Inter. Ia kembali ke Inter dengan status bebas transfer usai kontraknya habis bersama Marseille, musim panas lalu. Selama periode 2019-2022 bersama Inter, Sanchez menghasilkan 20 gol dari 109 gim.
Laga melawan Salzburg itu menjadi penampilan kedua Sanchez sebagai pemain inti Inter di musim ini. Ia membuka keunggulan Inter di menit ke-19. Laga yang berlangsung di Stadion San Siro itu dimenangkan “I Nerazzurri”, 2-1.
“Saya senang dan ia pantas mencetak gol, terutama atas Hasrat besarnya untuk kembali ke Inter. Alexis (Sanchez) amat krusial dengan kerja kerasnya ketika tidak menguasai bola,” tutur Pelatih Inter Simone Inzaghi kepada La Gazzetta dello Sport.
Setelah melalui masa-masa sulit, empat pemain itu akhirnya bisa merasakan kemerdekaan dari tekanan, setidaknya untuk sementara. Momen itu terasa lebih berharga karena tercipta di Liga Champions.