Pengukuhan Jati Diri PSG
AC Milan menjadi sasaran misi kebangkitan PSG di Eropa. Dua kiper lulusan akademi kedua tim bakal saling menanggalkan nostalgia.
PARIS, SELASA — Lembaran baru Paris Saint-Germain bersama Pelatih Luis Enrique belum berjalan baik. Keinginan Enrique mengadopsi gaya khasnya ke dalam skuad ”Les Parisiens” menghadirkan performa inkonsisten. Laga menghadapi AC Milan di duel ketiga Grup F Liga Champions menjadi kesempatan bagi PSG untuk mengukuhkan jati diri sesungguhnya bersama juru taktik asal Spanyol itu.
Di tengah anggapan Grup F sebagai grup ”neraka”, PSG dan Milan sejatinya adalah sepasang tim yang paling difavoritkan melaju ke fase gugur. Sayangnya, mereka gagal memenuhi ekspektasi di dua laga awal.
Baca juga: Nuansa Gundah di Garis Gawang Arsenal
Tak ayal, palagan kedua tim, Kamis (26/10/2023) pukul 02.00 WIB, di Stadion Parc des Princes, Paris, Perancis, bakal menentukan nasib mereka di Liga Champions musim ini. Menang berarti langkah ke babak selanjutnya kian terbuka. Jika kehilangan poin, mereka berpeluang semakin sulit menandingi Newcastle United yang menghadapi Borussia Dortmund.
Sebagai tim tuan rumah, PSG memiliki motivasi masif untuk mengemas hasil positif. Itu penting bagi Kylian Mbappe dan kawan-kawan guna menjaga persaingan sekaligus menaikkan moral setelah dihabisi Newcastle, 1-4, awal Oktober 2023 lalu. Tidak hanya berpatokan pada hasil akhir, Enrique juga ingin anak asuhannya paham sepenuhnya rencana permainan yang digagasnya.
Enrique membawa gaya sepak bola yang dibangun dari penguasaan bola dominan dan blok pertahanan tinggi. Hal itu serupa dengan identitas dua tim terdahulunya, Barcelona dan tim nasional Spanyol.
Sayang, pendekatan permainan yang cenderung baru itu belum bisa diresapi dengan apik oleh skuad Les Parisiens. Pada musim ini, perjalanan PSG tidak mulus seperti musim terdahulu di kancah domestik. Mereka berada di peringkat ketiga Liga Perancis berkat hasil lima menang, tiga imbang, dan sekali kalah.
Performa di Eropa pun setali tiga uang. Setelah menumbangkan Dortmund, 2-0, PSG tak berdaya di markas Newcastle. Secara total, Enrique mencatatkan 54,5 persen kemenangan dari 11 laga resmi bersama PSG. Angka itu lebih rendah dibandingkan 76,2 persen di Barca serta 63,1 persen ketika menangani Spanyol.
Baca juga: Babak Baru Perjalanan Newcastle di Eropa
Enrique mengakui timnya belum dalam performa terbaik sejauh ini. Selain masih menyesuaikan rencana permainan yang diinginkannya, badai cedera yang silih berganti datang menyebabkan skuad PSG belum menampilkan permainan maksimal.
Meski begitu, PSG perlahan telah tampil sesuai harapan Enrique. Mereka ialah tim dengan penguasaan bola tertinggi kedua setelah juara bertahan Manchester City di Liga Champions.
Les Parisiens rerata mencatatkan 65,2 persen penguasaan bola per laga. Itu lompatan besar dari rata-rata 55 persen penguasaan bola dalam tiga musim terakhir.
Ide saya adalah mendorong pemain untuk tampil di level top mereka. Secara perlahan ketika semua pemain telah tersedia, kami bisa menunjukkan level terbaik tim ini. Itu terlihat meski kami melakukan lima atau enam rotasi dan meraih kemenangan penting (atas Strasbourg).
”Ide saya adalah mendorong pemain untuk tampil di level top mereka. Secara perlahan ketika semua pemain telah tersedia, kami bisa menunjukkan level terbaik tim ini. Itu terlihat meski kami melakukan lima atau enam rotasi dan meraih kemenangan penting (atas Strasbourg),” ucap Enrique dilansir laman klub, Selasa (24/10/2023).
Memaksimalkan Mbappe
Hal krusial yang terus dicoba Enrique adalah memaksimalkan ketajaman Mbappe. Setelah Lionel Messi dan Neymar Jr hijrah, Mbappe sepenuhnya menjadi sorotan utama di dalam tim.
Baca juga: Aroma Spanyol di Paris Saint-Germain
Meskipun telah mencetak sembilan gol dan sebuah asis untuk Les Parisiens, bintang berusia 24 tahun itu belum mencapai performa terbaiknya. Apalagi ia sempat gagal menyumbangkan gol dalam empat laga beruntun PSG sebelum jeda internasional lalu.
Sejumlah cara telah dilakukan Enrique untuk memaksimalkan Mbappe. Ia telah menerapkan tiga formasi berbeda, yaitu 4-3-3, 4-2-2-2, dan 4-2-3-1, demi sang bintang. Sebuah gol dan asis dari laga melawan Strasbourg memberikan secercah harapan bagi Enrique untuk mengembalikan produktivitas Mbappe.
Kapten timnas Perancis itu tampil lebih baik ketika dibiarkan bergerak di sisi lapangan, alih-alih ditempatkan di tengah. Hal itu membuat dua penyerang tengah PSG, Goncalo Ramos atau Randal Kolo Muani, bisa memanfaatkan kondisi itu sebagai pembuka ruang bagi Mbappe.
Variasi kreasi serangan dibutuhkan PSG guna membongkar kerapatan pertahanan Milan. Pemilik tujuh gelar Liga Champions itu datang ke Paris dengan predikat satu-satunya tim yang belum kebobolan. Milan memiliki statistik unik dari dua laga Grup F karena belum mencetak gol, juga belum kemasukan.
Baca juga: Penyesalan ”Si Dermawan” Milan di San Siro
Di tengah performa pertahanan baik, yang juga menjadi bekal menembus semifinal Liga Champions musim lalu, ”I Rossoneri” perlu membenahi efektivitas serangan. Mereka mencatatkan rerata 19,5 tembakan dari duel kontra Newcastle dan Dortmund, tetapi tidak ada yang berhasil menggetarkan jala gawang lawan.
Catatan itu menjadi perhatian Pelatih Milan Stefano Pioli. Selain di Eropa, Milan juga menghasilkan statistik serangan yang buruk ketika tumbang dari Juventus, akhir pekan lalu. Milan hanya menghasilkan satu peluang tepat sasaran berkat sepakan Olivier Giroud.
”Kami butuh lebih efisien di depan gawang,” ujar Pioli perihal masalah ketajaman timnya, dilansir La Gazzetta dello Sport.
Kiper akademi
Selain soal ketajaman, duel PSG kontra Milan juga akan ditentukan oleh kepiawaian dua kiper di masing-masing tim. Gianluigi Donnarumma di PSG dan Mike Maignan di AC Milan.
Keduanya ibarat ”putra yang tertukar” karena berada di tim yang berseberangan dengan tim akademi yang dibela. Donnarumma dibina Milan sejak 2013 hingga meninggalkan klub pada 2021 setelah mencatatkan 251 penampilan di tim utama. Adapun Maignan bergabung dengan akademi PSG pada 2009, lalu membela tim PSG B hingga 2015 sebelum hijrah ke Lille.
Di sisi lain, Donnarumma juga menyandang kiper utama timnas Italia. Sementara Maignan melanjutkan estafet status kiper nomor satu timnas Perancis dari Hugo Lloris setelah Piala Dunia Qatar 2022.
”Ada perasaan aneh ketika kembali ke rumah (Paris). PSG menghadirkan kenangan bagi saya. Keluarga saya juga akan hadir langsung di stadion,” kata Maignan, seperti dikutip France 24.