Perjalanan karier Bobby Charlton adalah kisah panjang ketabahan menghadapi bencana. Ia berpulang di usia 86 tahun.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
Berita duka berembus di tengah sorak-sorai suporter pada pertandingan pekan kesembilan Liga Inggris. Legenda timnas Inggris dan Manchester United, Sir Bobby Charlton, berpulang, Sabtu (21/10/2023) malam WIB. Kabar itu disampaikan langsung pihak keluarga dan juga MU. Sesi mengheningkan cipta sebelum sepak mula yang mulanya diperuntukkan kepada korban perang Israel-Hamas diperluas untuk memberikan penghormatan kepada Charlton.
”Dengan sangat sedih kami menyampaikan berita bahwa Sir Bobby meninggal dengan damai pada Sabtu dini hari. Dia dikelilingi oleh keluarganya. Pihak keluarga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua orang yang telah berkontribusi dalam perawatannya dan kepada banyak orang yang mencintai dan mendukungnya. Kami meminta privasi keluarga dihormati saat ini,” demikian bunyi keterangan resmi dari keluarga Bobby.
Sebelum meninggal, Charlton didiagnosis menderita demensia pada 2020. Ia dikenang sebagai pesepak bola terhebat yang pernah dimiliki Inggris. Charlton adalah bagian dari skuad timnas Inggris yang menjuarai Piala Dunia 1966 di rumah sendiri.
Kesuksesannya di timnas juga merembet ke level klub. Sebagian besar karier Charlton dihabiskan bersama MU. Di sana, Charlton juga menjelma jadi legenda setelah membawa MU menjuarai Piala Eropa pertama dalam sejarah klub pada 1968. Charlton mencetak dua gol di laga final melawan Benfica.
Charlton adalah contoh nyata tentang keyakinan terhadap pelita harapan yang tidak akan pernah padam meski rasa putus asa telah menjalar.
Gemerlap kesuksesan Charlton tidak datang dalam sekejap. Sebagaimana manusia lainnya, ia juga pernah mengalami penderitaan. Charlton adalah contoh nyata tentang keyakinan terhadap pelita harapan yang tidak akan pernah padam meski rasa putus asa telah menjalar. Selamat dari tragedi kecelakaan pesawat Muenchen pada 6 Februari 1958, yang menewaskan delapan pemain Manchester United, Charlton bangkit dari puing-puing nestapa dan menginspirasi klub hingga menjadi sebesar sekarang.
Dua rekan Charlton yang selamat, Johnny Berry dan Jackie Blanchflower, tidak pernah bermain lagi setelah tragedi tersebut. Namun, Charlton seakan tidak mengenal trauma dengan tetap melanjutkan karier sepak bolanya.Charlton menjadi pemain sentral dalam proses pembangunan kembali ”Setan Merah”, bersama Manajer Matt Busby yang juga selamat dari kecelakaan itu.
Melanjutkan karier setelah mengalami kecelakaan hebat bukan sebuah hal yang mudah, tetapi Charlton mampu melakukannya. Hal paling fenomenal yang ditorehkan Charlton adalah membawa MU meraih tiga gelar dalam satu musim pada 1968. Selain memenangi Piala Eropa, MU juga menjuarai Piala FA dan Divisi Utama Liga Inggris.
Gelar Piala Eropa 1969 begitu berarti bagi MU dan Charlton yang sedang berupaya bangkit dari keterpurukan. Setelah pertandingan usai, seluruh pemain bersukacita. Perhatian di stadion kemudian tertuju kepada Busby, Charlton, dan Bill Foulkes, tiga bagian skuad MU yang selamat dari kecelakaan pesawat.
Masih rapuh
Meski tampil buas di atas lapangan hijau, di dalam diri Charlton seperti masih rapuh akibat tragedi Muenchen. Martin Edwards, mantan Direktur MU, melihat Bobby emosional setelah mengalahkan Benfica di final Piala Eropa.
”Bobby sangat emosional (di) malam (final) itu. Dia tidak pernah menggelar makan malam. Dia begitu diliputi emosi setelah pertandingan itu. Dia benar-benar kehabisan tenaga dan pergi tidur. Pemain lain merayakannya, tetapi dia diliputi emosi,” kata Edwards, dikutip dari TalkSport.
Secara total, Charlton memainkan 758 pertandingan untuk MU dan mencetak 249 gol. Dua rekor yang bertahan selama bertahan bertahun-tahun itu pada akhirnya dipecahkan oleh Ryan Giggs dan Wayne Rooney. Ketabahan dan dedikasi Charlton menginspirasi MU hingga saat ini.
Bahkan setelah gantung sepatu, Charlton masih memainkan peran besar untuk menuntun MU hingga menjadi sebesar sekarang. Sebagai Direktur MU selama 39 tahun, dia berperan penting dalam membawa Sir Alex Ferguson ke klub. Charlton turut lantang menolak rencana pemecatan Ferguson yang kesulitan memimpin MU meraih hasil bagus di awal masa kerjanya.
Itu bisa terjadi karena Charlton menaruh kepercayaan besar kepada Ferguson yang dia lihat dan nilai sebagai penerus Busby. Berkat jasa-jasanya itu, pihak MU membuatkan patung Charlton bersama dua legenda klub lainnya, Denis Law dan George Best, di dalam kompleks Stadion Old Trafford pada 2008.
”Sir Bobby adalah pahlawan bagi jutaan orang, tidak hanya di Manchester, atau Inggris, tetapi di mana pun sepak bola dimainkan di seluruh dunia. Dia dikagumi karena sportivitas dan integritasnya serta kualitasnya yang luar biasa sebagai pesepak bola. Sir Bobby akan selalu dikenang sebagai raksasa dalam sepak bola,” tulis MU dalam keterangan di laman resminya.
”The Busby Babes”
Charlton lahir di Ashington, sebuah kota kecil di belahan utara Inggris. Ia bergabung dengan Akademi MU dalam usia 15 tahun. Bakat besar Charlton tercium oleh pemandu bakat MU saat itu, Joe Armstrong. Charlton kemudian terkenal sebagai bagian dari ”Bocah-bocah Busby” atau ”The Busby Babes”, para pemain muda MU yang dididik oleh Busby. Saat itu, Busby tergolong manajer yang berani karena mengandalkan para pemain muda untuk memperkuat MU.
Meski punya bakat besar, asisten pelatih Busby, Bert Whalley dan Jimmy Murphy, mengakui melatih Charlton bukanlah perkara yang mudah. Charlton pun tetap harus bekerja keras untuk tampil mengesankan tim pelatih. Murphy menilai Charlton adalah ”anak baik yang tidak akan pernah ingin ditemuinya”.
”Dia penuh dengan bakat, tetapi Bobby adalah salah satu murid tersulit yang pernah saya latih. Bahkan pada usia 15 tahun, dia memiliki kaki kiri yang sangat hebat. Namun, dia terus mengirim bola-bola panjang yang menakjubkan ke area sayap dan berdiri diam,” ujar Murphy dikutip dari The Times.
Menyadari bakat besar tidak akan cukup bila tak diimbangi pemahaman terhadap rencana permainan, Murphy dan Whalley memaksa Charlton menambah jam latihan di saat pemain lainnya sedang libur. Pernah pada suatu sore, mereka melatih Charlton agar terbiasa memberikan umpan-umpan pendek. Perlakuan khusus Murphy dan Whalley kepada Charlton membuat para pemain lainnya agak cemburu.
Kini bakat besar sepak bola Inggris itu telah pergi selamanya. Charlton pernah dihampiri kematian tetapi dia menolaknya. Tanpa kisahnya, para pesepak bola masa kini tidak akan pernah mengenal apa arti kegigihan.