Target 12 Emas Gagal Terwujud, Sinyal Bahaya untuk Indonesia
Capaian di Hangzhou menjadi sinyal bahaya untuk Indonesia yang bermimpi mencetak sejarah baru di Olimpiade 2024.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH DARI HANGZHOU, CHINA
·6 menit baca
HANGZHOU, KOMPAS — Indonesia tak mampu mewujudkan target meraih 12 emas dalam Asian Games Hangzhou 2022. Selain menguliti perkembangan olahraga yang cenderung jalan di tempat, kegagalan itu pun menjadi sinyal bahaya untuk Indonesia yang bermimpi mencetak sejarah baru di Olimpiade Paris 2024. Itu karena emas yang diraih dari Asian Games 2022 sebagian besar berasal dari perlombaan non-Olimpiade.
Meski sudah bermain sangat berhati-hati, karateka putri Indonesia, Cok Istri Agung Sanistyarani, tidak berdaya oleh tiga pukulan masuk wakil Iran, Fatemeh Saadati. Sanistyarani pun kalah 0-3 dalam laga perebutan perunggu karate nomor kumite atau pertarungan kelas 55 kilogram (kg) putri yang berlangsung di Linping Sports Centre Gymnasium, Provinsi Zhejiang, China, Sabtu (7/10/2023).
Sehabis laga itu, Sanistyarani sangat kecewa sehingga melewatkan begitu saja awak media yang telah menunggunya untuk wawancara di mixed zone. Kekecewaan atlet berusia 28 tahun itu melambangkan muramnya prestasi tim karate Indonesia yang sebelumnya meraih satu emas dan tiga perungu di Asian Games 2018, menjadi hanya merebut satu perunggu pada Asian Games 2022. Satu-satunya medali itu berasal dari Ignatius Joshua Kandou di nomor kumite kelas 75 kg.
Hasil negatif karate memperkuat kegagalan pemerintah dalam memprediksi perolehan emas di Asian Games 2022. Sebelum pelaksanaan pesta olahraga Asia tersebut, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ataupun Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) menargetkan 12 emas untuk menembus 12 besar klasemen akhir perolehan medali.
Kemenpora memprediksi 12 emas itu berasal dari sembilan cabang olahraga, yakni bulu tangkis, perahu naga, jujitsu, kuras, karate, sepak takraw, panjat tebing, atletik, dan wushu. KONI memperkirakan 12 emas itu akan disumbangkan oleh tujuh cabang, yaitu bulu tangkis, dayung, sepak takraw, panjat tebing, angkat besi, wushu, dan karate.
Nyatanya, dari sembilan cabang prediksi Kemenpora, hanya tiga cabang yang bisa meraih emas, yakni perahu naga, panjat tebing, dan wushu. Sebaliknya, dari tujuh cabang perkiraan KONI, cuma empat cabang yang bisa merebut emas, yaitu dayung atau perahu naga, panjat tebing, angkat besi, dan wushu.
Secara total, Indonesia memperoleh 7 emas, 11 perak, dan 18 perunggu, serta tidak mampu menembus 12 besar pada Asian Games 2022. Perolehan itu jauh menurun dibandingkan capaian tim ”Merah Putih” pada Asian Games 2018, yakni dengan 31 emas, 24 perak, dan 43 perunggu yang membuat Indonesia berada di urutan keempat klasemen akhir perolehan medali.
Lima tahun lalu, prestasi Indonesia adalah capaian semu. Itu karena 20 emas yang diraih atau lebih dari 50 persen emas berasal dari cabang yang tidak diperlombakan lagi pada Asian Games kali ini.
”Kalau kita begini saja (tidak melakukan perubahan dalam pembinaan), tidak ada peningkatan dalam prestasi olahraga kita. Selepas dari sini, saya akan berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait agar kita lebih memperhatikan pembinaan olahraga kita. Kalau mau berkiprah di kancah dunia, kita harus lebih fokus. Kalau pembinaan tidak diperhatikan, kita jangan berharap banyak kepada mereka (atlet),” ujar Ketua Kontingen Indonesia Basuki Hadimuljono dalam Malam Ramah-Tamah Kontingen Indonesia di Hangzhou, Sabtu (7/10/2023).
Lima tahun lalu, prestasi Indonesia adalah capaian semu. Itu karena 20 emas yang diraih atau lebih dari 50 persen emas berasal dari cabang yang tidak diperlombakan lagi pada Asian Games kali ini. Cabang itu adalah MTB downhill 2 emas, paragliding (2), jet ski (1), pencak silat (14), dan rowing lightweight coxed eight (1). Saat cabang atau nomor itu tidak ada lagi, barulah tampak bahwa tidak ada perkembangan berarti dari prestasi olahraga Indonesia.
Diselamatkan cabang kejutan
Wajah pemerintah yang ambisius terselamatkan oleh kemunculan cabang-cabang yang bisa membuat kejutan. Menembak salah satunya. Mereka mencetak sejarah saat petembak Muhammad Sejahtera Dwi Putra meraih dua emas, masing-masing dari nomor perseorangan running target 10 meter dan perseorangan running target mixed 10 meter.
Itu menjadi emas pertama dan kedua menembak sepanjang keikutsertaan Indonesia di Asian Games. Kejutan emas lainnya dihadirkan oleh sepeda melalui Amellya Nur Sifa di balap BMX putri.
”Tentunya dalam memprediksi emas itu, kami telah mempertimbangkan statistik kekuatan atlet-atlet kita dan calon lawan. Hanya saja, situasi di lapangan terkadang tidak bisa ditebak, seperti panjat tebing yang diharapkan bisa meraih satu emas lebih, tetapi akhirnya harus puas dengan satu emas. Ke depan, tentunya kita harus melakukan evaluasi agar persiapan dan target kita menjadi lebih baik untuk ajang-ajang lainnya,” ucap Ketua Tim Review Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora Moch Asmawi.
Hasil di Hangzhou menjadi peringatan bagi Indonesia yang ingin mencetak sejarah baru di Olimpiade dengan meraih lebih dari dua emas pada edisi Paris 2024. Itu karena sebagian besar emas yang diraih di Asian Games 2022 berasal dari cabang non-Olimpiade.
Dari tujuh emas yang diraih, empat didapat dari perlombaan non-Olimpiade. Praktis, hanya tiga emas yang termasuk dalam perlombaan pesta olahraga sedunia tersebut. Akan tetapi, jika ditelaah lebih dalam, hanya angkat besi lewat Rahmat Erwin Abdullah di kelas 73 kg yang berpeluang besar menyumbangkan emas di Olimpiade Paris.
Rahmat berkembang pesat sejak meraih perunggu kelas 73 kg Olimpiade Tokyo 2020 dua tahun lalu. Dia menjelma menjadi lifter tangguh dan nekat. Kelebihan utamanya ada di angkatan clean and jerk sehingga bisa mencatat dua rekor dunia dalam sebulan terakhir, yakni 209 kg untuk kelas 81 kg pada Kejuaraan Dunia 2023 di Riyadh, Arab Saudi, 11 September 2023 dan 201 kg untuk kelas 73 kg pada Asian Games 2022.
Pemanjat putri Desak Made Rita Kusuma Dewi yang berstatus kampiun nomor speed Kejuaraan Dunia 2023 memang memiliki peluang menyumbang emas Olimpiade 2024. Hanya saja, Desak harus bisa mengatasi pemanjat-pemanjat Polandia yang memiliki catatan waktu lebih baik, seperti Aleksandra Miroslaw yang memegang rekor dunia dengan 6,24 detik.
Pada Kejuaraan Dunia yang berlangsung di Bern, Swiss, awal Agustus lalu, Desak sedikit bertuah karena Miroslaw gugur di semifinal karena terjatuh di tengah perlombaan. Selain itu, sejatinya, tidak ada jaminan untuk pemanjat Indonesia bisa memboyong emas Olimpiade.
Itu karena nomor speed sangat berisiko tinggi. Sekali saja terjatuh atau melakukan kesalahan start, semua mimpi langsung terkubur.
Situasi demikian terjadi pada pemanjat putra Indonesia di Asian Games 2022, Veddriq Leonardo, yang memegang rekor dunia dengan 4,90 detik, yang justru harus puas meraih perunggu perseorangan.
Dari BMX, jangankan mau berbicara emas, Indonesia justru belum mendapatkan tiket ke Olimpiade 2024.
Bahkan, keberlanjutan tradisi emas Indonesia di Olimpiade terancam seiring performa buruk bulu tangkis. Asian Games 2022 menjadi saksi terpuruknya cabang tersebut. Untuk pertama kalinya dalam 61 tahun atau sejak Asian Games Jakarta 1962, tim bulu tangkis gagal meraih medali dalam pesta olahraga Asia tersebut.
Tak menutup kemungkinan, kegagalan bulu tangkis meraih emas Olimpiade London 2012 terulang pada 2024. Bukan mustahil pula, di Paris, mereka pulang dengan tangan hampa sehingga memutus tradisi medali sejak Olimpiade Barcelona 1992.
”Melihat performa mereka akhir-akhir ini, bulu tangkis tidak lagi menjadi fundamental medali emas Indonesia di Olimpiade. Nantinya, kekuatan utama emas kita adalah angkat besi dan panjat tebing. Namun, bulu tangkis tidak boleh diabaikan karena akan menjadi penentu kita untuk mencetak sejarah baru meraih lebih dari dua emas pada Olimpiade 2024. Peningkatan prestasi mereka harus mendapatkan perhatian serius,” ujar Ketua Komite Olimpiade Indonesia Raja Sapta Oktohari.