Manchester United telah mencatatkan sejumlah rekor terburuk di era Liga Primer Inggris. Keberanian Erik ten Hag untuk bereksperimen taktik jadi kunci kebangkitan ”Setan Merah”.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
MANCHESTER, JUMAT — Situasi Manchester United telah dalam periode darurat untuk segera diselamatkan. Jika mereka gagal menang pada tiga gim kandang beruntun ketika menjamu Brentford, Sabtu (7/10/2023) pukul 21.00 WIB, di Stadion Old Trafford, dukungan kepada manajer Erik ten Hag bisa memudar, lalu ”Setan Merah” semakin terpuruk di Liga Inggris.
Meskipun telah menelan enam kekalahan dari 10 laga awal musim 2023-2024, manajemen dan pendukung MU masih memiliki kepercayaan penuh kepada Ten Hag. Yel-yel tentang Ten Hag masih bergema di akhir pertandingan Liga Champions, Rabu (4/10/2023) dini hari WIB, meski MU tumbang, 2-3, dari Galatasaray.
Ten Hag mengakui, hasil skuad Setan Merah tidak sesuai dengan harapannya. Mereka berada di posisi ke-10 Liga Inggris dan juru kunci di Grup A Liga Champions. Atas dasar itu, ia pun memahami kekecewaan yang dimiliki pendukung dengan hasil buruk, terutama dua kekalahan beruntun di ”Teater Impian”, sebutan Old Trafford.
”Pendukung sangat kecewa yang sama besarnya dengan saya dan semua pemain. Tetapi, saya jamin dukungan yang tanpa henti dari fans akan menjadi bahan bakar bagi kami untuk bangkit dari tren kekalahan. Saya melihat pemain bertekad menunjukkan energi besar dan motivasi bagus untuk meraih hasil positif,” ucap Ten Hag dilansir laman klub, Jumat (6/10/2023).
Setelah kalah dari Galatasaray, MU telah mencatatkan kuantitas kekalahan terburuk sejak era Liga Primer pada musim 1992-1993. MU kali terakhir menelan enam kekalahan di 10 pertandingan awal terjadi pada musim 1986-1987 di era Ron Atkinson.
Di Liga Inggris musim ini, Brighton & Hove Albion dan Crystal Palace telah memberikan lara bagi MU di kandang. Apabila kembali tanpa poin di duel kontra Brentford, maka itu pertama kalinya mereka menelan kekalahan di tiga laga kandang beruntun sejak musim 1978-1979.
Lalu, hasil negatif menghadapi Brentford juga akan membawa Setan Merah menelan kekalahan ketujuh dalam 11 laga awal. Tren negatif itu mengulang momen di musim 1962-1963.
Dampak permulaan musim yang buruk, MU kala itu mengoleksi periode terkelam di bawah kendali Sir Matt Busby karena mencatatkan 20 kekalahan dari 42 laga. Mereka mengakhiri musim di peringkat ke-19 dan hanya unggul tiga poin dari zona degradasi.
”Kami harus berbenah dan introspeksi diri. Sebab, jalan keluar dari periode buruk ini hanya ada di tangan kami,” kata Ten Hag, juru taktik asal Belanda.
Eksperimen taktik
Satu-satunya cara agar MU bisa tampil membaik sejatinya berasal dari Ten Hag. Ia harus berani mengambil risiko untuk melakukan eksperimen taktik, misalnya dengan memainkan taktik tiga bek tengah demi menambah kuantitas pemain di lini belakang.
Taktik Ten Hag yang terlalu kaku dengan formasi 4-2-3-1 telah gagal mengeluarkan performa terbaik pemain Setan Merah. Puncaknya, ia sampai memaksa Sofyan Amrabaat menempati posisi bek sayap kiri karena krisis pemain di posisi itu ketika menghadapi Galatasaray.
Determinasi dan etos kerja Amrabaat memang luar biasa, tetapi ia membuat satu kesalahan teknis yang membantu penyerang Galatasaray, Mauro Icardi, berada di posisi onside untuk mencetak gol penentu kemenangan tim asal Turki itu.
Jika Ten Hag memainkan taktik 3-5-2 atau 3-4-2-1, Amrabaat bisa menunjukkan kemampuan terbaiknya untuk menjadi tandem Casemiro di jantung permainan. Kemudian, Mason Mount dan Bruno Fernandes bisa saling mengisi untuk menempati posisi gelandang serang atau sebagai gelandang sayap.
Di 10 laga musim ini, MU terlihat tidak seimbang dalam permainan bertahan. Mereka kekurangan gelandang bertahan yang bisa membantu Casemiro menjaga sepertiga akhir pertahanan.
Pasalnya, tugas utama MU agar tidak tumbang adalah meredam sedini mungkin serangan lawan agar tidak melepaskan tembakan ke gawang. Kiper MU, Andre Onana, sudah kemasukan 17 gol dari 50 tembakan yang mengarah kepadanya. Artinya, ia kebobolan pada setiap tiga tembakan tepat sasaran lawan.
Potensi Hojlund
Kemudian, MU juga harus memberikan layanan terbaik bagi penyerang Rasmus Hojlund. Tiga gol dari dua gim Liga Champions menjadi pembuktian striker asal Denmark itu memiliki bakat dan insting gol istimewa.
Ten Hag perlu memikirkan untuk mengubah peran Marcus Rashford dari sumber gol menjadi pelayan Hojlund sebab ketajaman Rashford di musim ini menurun drastis dibandingkan edisi 2022-2023.
Jika musim lalu Rashford mengoleksi 17 gol di liga dari 15,8 expected goals (xG), di awal musim 2023-2024 ia baru mencetak sebuah gol dari 2,7 xG.
Bisa juga, Ten Hag memainkan Alejandro Garnacho atau Facundo Pellistri untuk memaksimalkan kemampuan skill individu mereka, kemudian memberikan umpan bagi Hojlund.
”Ketika MU kalah, Anda secara normal sangat kecewa. Namun, saya melihat sesuatu di dalam tim yang membuat saya tertarik, yaitu performa Hojlund. Ia mengingatkan saya pada (Ruud) van Nistelrooy,” kata mantan pemain MU, Paul Scholes, kepada TNT Sports.
Sementara itu, Manajer Brentford Thomas Frank juga bertekad membawa anak asuhannya bangkit. ”Si Lebah” telah menjalani tujuh laga di seluruh kompetisi tanpa kemenangan sejak melibas Fulham, 3-0, Agustus lalu.
Duel-duel fisik akan menjadi ramuan Frank untuk meredam keunggulan teknik pemain MU. Di sisi lain, Brentford juga berharap bisa mencuri gol melalui transisi serangan balik cepat dan bola mati. Cara itu terbukti ampuh ketika menghancurkan MU, 4-0, di pekan kedua liga 2022-2023.
Meski begitu, Frank mengakui, Hojlund adalah salah satu pemain MU yang bakal diberi atensi oleh skuadnya. ”Kami tidak boleh memberikan dia banyak ruang untuk berlari. Kami harus mencegah sejak dini bola mengarah kepadanya,” ucap Frank dilansir laman klub.