”Personal Best” Maraton Putra-Putri Pun Belum Berbuah Medali
Pelari maraton Agus Prayogo dan Odekta Elvina Naibaho berhasil mencatat rekor personal baru dalam Asian Games 2022. Namun, itu tak cukup membawa tim atletik menyumbangkan medali bagi Indonesia.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH DARI HANGZHOU, CHINA
·6 menit baca
HANGZHOU, KOMPAS — Rekor terbaik personal atau personal best baru saja dibukukan oleh pelari Agus Prayogo di putra dan Odekta Elvina Naibaho di putri dalam perlombaan maraton Asian Games Hangzhou, China 2022. Namun, hasil positif itu tetap tidak mampu membawa tim atletik menyumbangkan medali bagi kontingen Indonesia.
Dengan salam hormat ala tentara dan senyum lebar semringah, Odekta memasuki garis finis perlombaan maraton putri yang berlangsung di Smart New World Qiantang River Green Belt, Hangzhou, Provinsi Zhejiang, Kamis (5/10/2023). Seusai itu, Odekta mencium tangan pelatihnya, Wita Witarsa, dan mengambil selembar bendera ”Merah-Putih” untuk dibalutkan di pundaknya.
Odekta yang kelelahan tetap finis dengan kuat dan bahagia. Sikapnya yang positif membuat Odekta yang mendapatkan sambutan hangat nan meriah dari para penonton lokal walaupun Odekta sejatinya finis di urutan ke-10 dari total 16 peserta yang menyelesaikan perlombaan tersebut.
Odekta mungkin tidak bisa menjadi juara ataupun meraih medali. Namun, atlet asal Soban, Sumatera Utara, itu sudah cukup bahagia. Setidaknya, dia sukses memenangi pertarungan atas dirinya sendiri saat terngiang keinginan untuk menyerah yang menjadi tantangan utama perlombaan lari jarak jauh.
Selain itu, yang disyukuri Odekta adalah dirinya baru saja memastikan mencatat rekor personal baru. Atlet berusia 31 tahun itu menyelesaikan lomba dengan waktu 2 jam 37 menit 51 detik, yang artinya sekitar 10 menit lebih tajam dari rekor personal sebelumnya, 2 jam 48 menit dan 14 detik, saat meraih emas SEA Games Kamboja 2023 pada 6 Mei 2023.
”Saya tidak menyangka bisa mencatat rekor personal baru di sini karena kondisi saya tidak terlalu baik, ada cedera otot paha depan bagian kiri yang sudah dirasakan seminggu terakhir. Tapi, tadi saya coba mengalihkan semua keluhan dengan menikmati perlombaan. Saya coba berinteraksi, menyapa semua penonton yang memberikan dukungan di sepanjang lintasan. Cuacanya pun sangat nyaman sehingga saya bisa lebih menikmati perlombaan,” ujar Odekta.
Adapun emas putri diraih oleh pelari Bahrain, Eunice Chebichii Paul Chumba, dengan waktu 2 jam 26 menit 14 detik. Pelari tuan rumah Zhang Deshun meraih perak dengan 2 jam 27 menit 55 detik dan wakil Kirgistan, Sardana Trofimova, merebut perunggu dengan 2 jam 28 menit 41 detik.
Nyaris pecah rekor nasional
Sebelumnya, Agus juga finis dengan kuat dan bahagia. Sama dengan Odekta, Agus sejatinya gagal meraih medali. Atlet kelahiran Bogor, Jawa Barat, itu harus puas finis di urutan ke-13 dari total 16 peserta yang menyelesaikan perlombaan. Akan tetapi, dia pun sukses mencetak rekor personal baru.
Agus menyelesaikan lomba itu dengan waktu 2 jam 20 menit 53 detik. Capaian itu lebih tajam sekitar 1 menit dari rekor personal sebelumnya dengan 2 jam 21 menit 09 detik yang diukir dalam kejuaraan di Gold Coast, Australia, 3 Juli 2016. Rekor personal baru itu tinggal berselisih sekitar 1 menit dari rekor nasional milik Eduardus Nabunome dengan 2 jam 19 menit 18 detik yang dibukukan dalam Pekan Olahraga Nasional di Jakarta, 12 September 1993.
Agus mengatakan, kunci kesuksesannya adalah strategi mengelola pace atau laju kecepatan. Awalnya, atlet berusia 38 tahun itu coba mengikuti pace rombongan terdepan yang sekitar 3:10 per kilometer hingga lebih kurang 30 menit awal perlombaan. Namun, setelah itu, dia memilih mundur dan fokus dengan pace sendiri yang sekitar 3:20 per kilometer.
”Kalau saya paksakan tetap mengikuti pace mereka, bisa-bisa saya tidak bisa menyelesaikan lomba seperti saat saya pingsan di kilometer ke-38 Valencia Marathon (4 Desember 2022). Sebaliknya, kalau saya tetap bermain dengan pace saya, bisa-bisa saya tertinggal sangat jauh dari rombongan terdepan. Tapi, karena strategi itu saya banyak tabungan waktu hingga half marathon (separuh perlombaan) sehingga bisa memperbaiki personal best saya,” kata Agus.
Kalau saya paksakan tetap mengikuti ’pace’ mereka, bisa-bisa saya tidak bisa menyelesaikan lomba seperti saat saya pingsan di kilometer ke-38 Valencia Marathon.
Adapun emas putra diraih pelari tuan rumah, He Jie, dengan waktu 2 jam 13 menit 02 detik. Pelari Korea Utara, Han Ilryong, meraih perak dengan 2 jam 13 menit 27 detik dan wakil tuan rumah lainnya, Yang Shaohui, merebut perunggu dengan 2 jam 13 menit 39 detik.
Odekta dan Agus berpendapat, performa apik mereka tak lepas pula dari efek positif mengikuti pemusatan latihan tim atletik Indonesia di Tianjin, China, sebulan sebelum Asian Games 2022. Selama di sana, mereka mendapatkan fasilitas latihan, tempat tinggal, dan nutrisi yang mumpuni. Cuacanya pun kondusif sehingga latihan bisa semakin optimal.
Itu adalah pengalaman pertama untuk Odekta dan Agus menjalani pemusatan latihan di luar negeri dengan waktu yang cukup panjang. Semua itu dianggap membuat mereka bisa lebih fokus berlatih ketimbang di Tanah Air. ”Kalau di Indonesia, latihan kita sering terganggu dengan kegiatan lain,” kata Agus.
Maka itu, setelah Asian Games 2022, Odekta dan Agus berharap bisa kembali diberikan kesempatan menjalani pelatihan di luar negeri. Salah satu negara pilihan mereka adalah Kenya yang dikenal sebagai negara penghasil atlet-atlet elite dunia untuk perlombaan lari jarak jauh.
Mereka percaya bisa mencatat waktu lebih baik lagi kalau diberi kesempatan berlatih di luar negeri lebih sering dan lebih lama, setidaknya sekitar tiga bulan. ”Dengan berlatih di negara yang lebih unggul, kami bisa mendapatkan pengalaman dari pelari-pelari luar yang lebih baik dan bisa ikut kejuaraan di tempat mereka. Itu sangat penting untuk memacu diri kami. Saya pribadi masih berusaha memecahkan rekornas sebelum pensiun,” ucap Agus.
Atletik nihil medali
Terlepas dari itu, kegagalan Agus dan Odekta meraih medali memastikan tim atletik tidak bisa menyumbangkan medali untuk kontingen Indonesia. Itu karena maraton menjadi perlombaan terakhir atau penutup cabang atletik Asian Games 2022 sejak dimulai pada 29 September lalu.
Tim atletik mengirim total 11 atlet putra yang turun di delapan perlombaan dan lima atlet putri yang turun di lima perlombaan. Selain Agus dan Odekta, para wakil ”Merah-Putih” tak mampu berbuat banyak untuk bersaing dengan atlet-atlet elite Asia dalam perebutan medali.
Praktis, hanya sprinter Lalu Muhammad Zohri yang melangkah cukup jauh dan memiliki kesempatan membawa pulang medali dari nomor lari 100 meter. Zohri terus mencatat waktu dengan meyakinkan dari babak penyisihan hingga semifinal. Di final, Zohri sempat memimpin perlombaan sebelum akhirnya tersusul sekitar 30 meter menjelang finis dan finis keenam dengan waktu 10,16 detik.
Dengan begitu, tim atlet gagal mempertahankan prestasi yang diukir pada Asian Games Jakarta-Palembang 2018. Saat itu, mereka mampu meraih dua perak dan satu perunggu. Perak disumbangkan oleh tim estafet 4 x 100 meter putra dan pelari putri Emilia Nova di lari gawang 100 meter, serta perunggu didapatkan oleh pelompat jauh Sapwaturrahman.
Tim atletik mengulangi paceklik medali seperti yang terjadi pada Asian Games Busan, Korea Selatan 2002; Asian Games Doha, Qatar 2006; dan Asian Games Guangzhou, China 2010. Oleh karena itu, manajer pelatnas atletik Indonesia, Mustara Musa, menyampaikan, pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap performa semua atlet yang dikirim ke Asian Games 2022.
”Atlet-atlet yang mendapatkan personal best atau season best (rekor terbaik per musim) akan dipertimbangkan bertahan di pelatnas. Sisanya, yang gagal mempertahankan performa terbaiknya, kemungkinan akan terdegradasi. Di samping itu, kami akan melaksanakan kejuaraan invitasi untuk melakukan promosi-degradasi. Sehabis itu, kami akan berbicara dengan tim ahli agar atlet-atlet terpilih diberi kesempatan berlatih di luar negeri,” kata Mustara.