Korea Utara menjadi ujian sesungguhnya pemain generasi emas Indonesia. Tak hanya uji kualitas, tetapi juga kemampuan bangkit cepat dan kesiapan.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
NOC INDONESIA/NAIF AL’AS
Gelandang Indonesia, Ananda Raehan (kanan), melepaskan tembakan dalam laga melawan Taiwan di Grup F Asian Games 2022, Kamis (21/9/2023), di Stadion Timur Universitas Normal Zhejiang, China. Ananda merupakan salah satu dari empat pemain yang mendapat kesempatan pertama kali tampil sebagai pemain inti di duel kontra Taiwan.
HUANGZHOU, SABTU — Laga hidup-mati melawan Korea Utara pada babak penyisihan Grup F sepak bola putra Asian Games 2022 menjadi ujian sesungguhnya bagi Indonesia. Tak hanya harus bangkit cepat dari kekalahan mengejutkan pada laga sebelumnya, skuad ”Garuda Muda” juga perlu jeli memanfaatkan modal yang dimiliki guna mengunci kemenangan.
Kemenangan menjadi keniscayaan bagi Indonesia yang diwakili tim U-24 dalam laga melawan Korea Utara di Stadion Timur Universitas Normal Zhejiang, China, Minggu (24/9/2023). Hasil positif atas Korea Utara (Korut) akan menjaga peluang Indonesia melanjutkan tradisi dua edisi Asian Games terakhir, yaitu lolos ke fase 16 besar.
Sisanya, Indonesia harus menunggu laga lain antara Kirgizstan dan Taiwan. Indonesia berharap Kirgizstan mampu mengalahkan Taiwan dengan selisih tiga gol di laga terakhir. Dengan situasi demikian, Indonesia masih memiliki kans lolos sebagai juara Grup F. Jika Kirgizstan gagal mengalahkan Taiwan, peluang Indonesia untuk lolos hanya dari jalur peringkat ketiga terbaik.
Karena hanya pertandingan melawan Korut yang berada dalam kendali Indonesia, wajar jika laga itu bak pertarungan hidup dan mati. Kondisi ini menjadi ujian sesungguhnya bagi para pemain muda Indonesia karena menuntut mereka bangkit lebih cepat setelah takluk dari Taiwan, 0-1.
Pelatih Indonesia Indra Sjafri menuturkan, Rizky Ridho dan kawan-kawan sebenarnya sudah mengetahui kunci menghadapi Taiwan. Namun, para pemain banyak melakukan kesalahan sehingga tidak mampu menunjukkan kecepatan sirkulasi bola, keberanian melakukan penetrasi, ataupun permainan kombinasi.
NOC INDONESIA/NAIF AL'AS
Gelandang Taiwan, Wen Chih Hao (tengah), menekel bola yang tengah dikuasai pemain Indonesia, Ramai Rumakiek, dalam pertandingan Grup F Asian Games 2022, Kamis (21/9/2023), di Stadion Timur Universitas Normal Zhejiang, China. Taiwan mengalahkan Indonesia, 1-0.
Tak hanya menjadi ujian untuk bangkit lebih cepat, laga melawan Korut juga ujian kualitas pemain muda sekaligus kemampuan menggunakan modal yang dimiliki. Ke Hangzhou, Indonesia berbekal 19 pemain yang kenyang pengalaman internasional sejak 2018. Mereka pernah melakoni laga mulai dari Piala AFF U-16, Piala Asia U-17, Piala Asia U-20, hingga pemain yang awalnya disiapkan untuk Piala Dunia U-20. Terbaru, beberapa pemain bahkan mengantarkan Indonesia meraih medali emas SEA Games sekaligus mengakhiri dahaga prestasi selama tiga dekade.
Tak hanya menjadi ujian untuk bangkit lebih cepat, laga melawan Korut juga ujian kualitas pemain muda sekaligus kemampuan menggunakan modal yang dimiliki.
Sebaliknya, Korut minim pengalaman internasional dalam tiga tahun terakhir. Turnamen terakhir yang mereka ikuti adalah Piala Asia U-23 2020. Sejak pandemi Covid-19 merebak, negara itu menutup perbatasannya dan melewatkan Olimpiade Tokyo 2020 yang digelar pada 2021.
Akibatnya, Komite Olimpiade Internasional membekukan status keanggotaan mereka. Sanksi itu baru dicabut pada akhir tahun lalu. Praktis, untuk Asian Games, Korut hanya mempersiapkan diri dengan latihan di dalam negeri dan melakoni pertandingan dengan tim domestik.
Skuad Garuda Muda perlu memanfaatkan modal tersebut semaksimal mungkin. Kendati minim, modal itu cukup berharga terutama untuk menghadapi tantangan berat berupa fakta sejarah. Rekor pertemuan dengan Korut tidak berpihak pada Indonesia.
Tak pernah menang
Pada ajang Asian Games, misalnya, Indonesia kalah dalam satu-satunya pertemuan dengan Korut pada edisi 2014 di Incheon, Korea Selatan. Indonesia yang saat itu dilatih Aji Santoso takluk 1-4 sehingga langkahnya terhenti hanya di babak 16 besar. Adapun Korut mampu keluar sebagai peraih medali perak.
Duel lain untuk kategori usia U-23 melawan Korut juga tak bisa dimenangkan Indonesia. Pada pertandingan PSSI Anniversary Cup 2018 di Pakansari, Bogor, Indonesia hanya bisa bermain imbang 0-0.
KOMPAS/HERPIN DEWANTO PUTRO
Pelatih tim nasional sepak bola Indonesia Luis Milla (tengah) memberikan instruksi kepada para pemain saat berlatih di lapangan timur kompleks Stadion Pakansari, Bogor, Minggu (29/4/2018).
Rekor pertemuan dengan timnas senior tak jauh beda. Dalam sembilan pertandingan sejak 1979, Indonesia tak sekali pun bisa mencuri kemenangan. Indonesia maksimal cuma bisa bermain imbang tanpa gol, yakni dalam laga Kualifikasi Piala Dunia Zona Asia di Jakarta, 21 Mei 1989.
Ditambah lagi, Korut dalam tren positif. Di Hangzhou, tim asuhan Pelatih Sing Yong Nam mampu menyelesaikan dua laga pertama dengan kemenangan (1-0 atas Kirgizstan dan 2-0 atas Taiwan). Hasil itu menjadikan Korut satu-satunya tim di Grup F yang mengoleksi enam poin.
Tren kemenangan itu membuat Sing Yong Nam percaya diri bahwa absennya mereka dalam kompetisi internasional merupakan sebuah keuntungan, alih-alih kerugian. Sebab, kekuatan Korut menjadi tidak terdeteksi oleh lawan.
”Kami akan membiarkan hasil kami yang berbicara mulai sekarang dan seterusnya. Kami akan terus mencatatkan hasil yang baik,” ucap Sing Yong Nam, dikutip dari kantor berita Korea Selatan, Yonhap.
Walakin, anak asuh Indra Sjafri juga tidak takut dengan penampilan impresif dan rekor bagus Korut. Gelandang timnas, Robi Darwis, bertekad untuk segera bangkit setelah kekalahan dari Taiwan. Robi memiliki motivasi tambahan untuk meraih kemenangan karena menjadi peluang untuk lolos ke fase gugur.
”Dari tim pelatih juga sudah mengantisipasi kekuatan dari Korut dan mengetahui kami harus bermain seperti apa. Tentunya, kami akan jauh lebih siap untuk menghadapi Korut dan semoga hasilnya pun bisa memuaskan,” ucap Robi, yang memperkuat klub Persib Bandung ini.