Panggung Simulasi Olimpiade Paris di Hangzhou
Persaingan yang akan dijalani pebulu tangkis Indonesia di Asian Games Hangzhou 2022 tak sekadar berlevel Asia. Asian Games, bahkan, bisa dinilai sebagai gambaran persaingan di Olimpiade.
Bersaing dalam ajang Asian Games bagi atlet bulu tangkis Indonesia tak ubahnya seperti bersaing di Olimpiade. Dengan kekuatan bulu tangkis dunia yang terpusat di Asia, Asian Games Hangzhou 2022 akan menjadi gambaran persaingan untuk Olimpiade Paris 2024.
Kekuatan yang terpusat di Asia itu terlihat dari peringkat dunia pada semua nomor. Minimal, sebanyak delapan pemain di jajaran peringkat sepuluh besar dunia berasal dari negara-negara di Asia, yaitu China, Jepang, Korea Selatan, Indonesia, Taiwan, Malaysia, India, dan Thailand.
Selain mereka, hanya pemain-pemain Denmark, Spanyol, dan Perancis, seperti Viktor Axelsen, Kim Astrup/Anders Skaarup Rasmussen, Carolina Marin, dan Thom Gicquel/Delphine Delrue yang bisa menembus posisi 10 besar dunia berdasarkan daftar ranking yang dikeluarkan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) pada 19 September 2023.
Indonesia menjadi bagian dari negara yang menempatkan pemain pada jajaran sepuluh besar dunia, kecuali pada ganda campuran. Setelah berakhirnya era Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir dan Praveen Jordan/Debby Susanto, yang kemudian berganti menjadi Praveen/Melati Daeva Oktavianti, ganda campuran Indonesia harus membangun kekuatan dari bawah.
Setelah Richard Mainaky pensiun dan Nova Widianto melatih Malaysia, sektor ganda campuran Indonesia di pelatnas bulu tangkis tak punya sosok pemimpin yang kuat. Tanggung jawab itu akhirnya diberikan PP PBSI pada Herry Iman Pierngadi, yang selama ini memimpin sektor ganda putra, sejak September. Herry memang memiliki pengalaman menciptakan ganda putra elite, tetapi memindahkan dia di tengah kualifikasi Olimpiade Paris 2024 menjadi hal yang riskan.
Untuk Asian Games 2022 pun, sangat sulit bagi Rehan Naufal Kusharhanto/Lisa Ayu Kusumawati dan Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari untuk menembus kekuatan ganda campuran China, Jepang, Thailand, dan Korea Selatan. Situasi itu pula yang akan dihadapi seandainya salah satu atau kedua pasangan itu mewakili “Merah Putih” di Paris 2024.
Pada latihan dalam waktu kurang dari sepekan sebelum berangkat ke Hangzhou, Herry bahkan harus memperbaiki kemampuan individu yang menjadi catatannya saat mendampingi ganda campuran pada Kejuaraan Dunia di Denmark, 21-27 Agustus.
Baca juga: Banyak PR untuk Pemain Ganda Campuran
Rehan dan Rinov misalnya menjalani smash drill untuk meningkatkan kekuatan saat menyerang. Latihan berulang-ulang dengan kekuatan penuh itu dilakukan dengan menggunakan raket yang lebih berat dibandingkan raket yang biasa dipakai saat pertandingan.
Selain Rehan/Lisa dan Rinov/Pitha, sebagian besar dari mereka yang dipilih untuk tampil di Hangzhou 2022 adalah pemain yang juga diproyeksikan untuk lolos ke Paris 2024. Pada nomor tunggal putra, ada Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie sebagai dua pemain berperingkat terbaik, yaitu ranking kedua dan kelima dunia. Tunggal putri akan mengandalkan Gregoria Mariska Tunjung yang performanya semakin diwaspadai pemain top dunia pada tahun ini.
Dua ganda putra, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin, diharapkan meneruskan prestasi ganda putra yang meraih medali emas dalam Asian Games tiga edisi terakhir. Selain itu, ada finalis Kejuaraan Dunia, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti, yang akan didampingi Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi di ganda putri.
Menyamai atau melebihi hasil di Asian Games Jakarta Palembang 2018 (2 emas, 2 perak, 4 perunggu) bukan hal yang mudah untuk dicapai jika bercermin pada performa dalam turnamen BWF pada tiga bulan terakhir.
Sebenarnya, tak hanya ganda campuran yang akan menjalani misi sulit di Hangzhou 2022. Menyamai atau melebihi hasil di Asian Games Jakarta Palembang 2018 (2 emas, 2 perak, 4 perunggu) bukan hal yang mudah untuk dicapai jika bercermin pada performa dalam turnamen BWF pada tiga bulan terakhir.
Sejak Chico Aura Dwi Wardoyo menjuarai turnamen BWF World Tour berlevel rendah, Taiwan Super 300 pada 20-25 Juni, pebulu tangkis Indonesia baru mendapat lagi gelar juara dari turnamen Hong Kong Terbuka, 12-17 September. Kedua gelar itu didapat Jonatan dan Apriyani/Fadia.
Baca juga: Fajar/Rian Membuang Peluang Besar di Hongkong Terbuka
PP PBSI, seperti disebutkan Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Rionny Mainaky, menargetkan bisa melebihi hasil Asian Games 2018, yaitu tiga emas. Tiga nomor yang diharapkan memenuhi target itu adalah tunggal putra, ganda putra, dan beregu putra.
Fajar/Rian, sebagai ganda putra terbaik Indonesia saat ini, seharusnya bisa menaikkan level setelah mendapatkan perak di Asian Games 2018. Mereka hanya kalah dari rekan senegara, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, di final.
Posisi puncak peringkat dunia yang ditempati sejak Desember 2022 menandakan bahwa Fajar/Rian bisa menerima tongkat estafet prestasi ganda putra Indonesia dari mereka yang pernah menjadi pemain terbaik dunia, seperti Kevin/Marcus dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan.
Fajar/Rian mengawali persaingan musim 2023 dengan meyakinkan, yaitu menjadi juara pada dua turnamen besar, Malaysia Terbuka dan All England Super 1000. Akan tetapi, performa mereka tak konsisten sejak Mei. Dalam tiga ajang terakhir sebelum Asian Games, mereka tersingkir pada babak kedua Kejuaraan Dunia, babak pertama China Terbuka, dan babak kedua Hong Kong Terbuka.
Pelatih ganda putra pelatnas bulu tangkis Aryono Miranat memanfaatkan jeda kurang dari sepekan setelah kembali dari Hong Kong untuk memperbaiki kekurangan anak didiknya. Faktor yang utama adalah membangkitkan kepercayaan diri setelah mendapat rangkaian hasil buruk.
Selain dukungan orang di sekitar, mengingat kembali perjuangan untuk mencapai status ganda putra nomor satu dunia bisa menjadi sumber motivasi. Fajar/Rian pernah terpuruk pada 2021 hingga awal 2022. Kekalahan pada babak pertama All England 2022 menjadi titik balik. Setelah itu, mereka melesat dengan tampil pada delapan final dari 14 turnamen.
Baca juga: Gagal Penuhi Harapan, Fajar/Rian Langsung Tersingkir
Jika kepercayaan diri muncul kembali, itu akan berdampak pada permainan di lapangan. Fajar/Rian tak akan banyak ragu-ragu dalam membuat keputusan hingga kesalahan pun dapat dikurangi.
Jonatan dan Anthony, yang meraih medali emas dan perunggu di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Asian Games 2018, juga, tak akan mudah mengulang momen berdiri bersama di podium. Ada barisan pemain muda yang lebih bersinar pada tahun ini di antaranya Kunlavut Vitidsarn (Thailand) dan Kodai Naraoka (Jepang). Kedua pemain berusia 22 tahun itu bersaing pada final Kejuaraan Dunia yang dimenangi Vitidsarn.
”Akan tetapi, setiap pertandingan punya cerita dan momen sendiri. Jadi, nikmati saja momennya, dibuat lebih santai, tidak tertekan dan terbebani. Target saya adalah lebih mencoba menikmati setiap harinya, tidak memikirkan harus juara, harus final, atau segala macam,” tutur Jonatan.
Asa nomor putri
Persaingan tunggal dan ganda putri tak ada bedanya dengan nomor lain untuk pemain Indonesia. Wakil pada kedua nomor itu dipastikan akan melalui jalan terjal untuk berdiri di podium.
Berbicara persaingan tunggal putri di kawasan Asia yang sama levelnya seperti persaingan dunia, Gregoria memang masih kesulitan menembus kekuatan “Empat Besar”, yaitu An Se-young, Akane Yamaguchi, Chen Yu Fei, dan Tai Tzu Ying.
Namun, publik Indonesia setidaknya boleh berharap bahwa Gregoria Mariska Tunjung bisa melampaui hasil babak kedua yang didapat pada Asian Games 2018. Gregoria pun percaya diri dan antusias untuk tampil di Hangzhou berkat performa yang membawanya menjuarai Spanyol Masters, mencapai perempat final All England, serta dua kali menembus semifinal dari empat turnamen terakhir.
Pada ganda putri, Indonesia tak perlu menunggu lama untuk melihat penerus Greysia Polii/Apriyani. Apriyani bisa mempertahankan nama Indonesia dalam persaingan ganda putri dunia bersama partner barunya, Fadia.
Prestasi ganda putri Indonesia di Asian Games setelah era Minarni/Retno Kustijah, Verawaty Fadjrin/Imelda Wigoeno, dan Eliza Nathanael/Deyana Lomban pada era 1960, 1970, dan 1990-an, dimunculkan kembali ketika Greysia/Nitya Krishinda Maheswari yang mendapat medali emas di Incheon 2014.
Di bawah asuhan pelatih Eng Hian, yang menjadi bagian dari pelatih tim nasional sejak 2014, pamor ganda putri Indonesia kembali naik. Pada Asian Games 2018, Greysia kembali meraih medali, yaitu perunggu, bersama Apriyani, rekannya yang lebih muda.
Kali ini, giliran Apriyani yang menularkan pengalamannya pada Fadia dan mereka akan berjuang bersama agar ganda putri Indonesia berdiri kembali di podium. Ganda putri peringkat ketujuh dunia itu memiliki bekal kepercayaan diri setelah menjadi finalis Kejuaraan Dunia dan menjuarai Hong Kong Terbuka.
Sama seperti tunggal putri, pesaing mereka yang juga merupakan pesaing pada level dunia, adalah pemain-pemain Asia. Enam pasangan yang peringkatnya berada di atas Apriyani/Fadia berasal dari China, Korea Selatan, dan Jepang.
“Untuk bulu tangkis, Asian Games bagaikan mini Olympics. Persaingan di level atas tidak akan jauh berbeda pada kedua ajang itu. Meski masih ada waktu sepuluh bulan untuk Olimpiade, Asian Games Hangzhou bisa menjadi gambaran persaingan untuk nanti,” kata Christian Hadinata, mantan atlet dan pelatih yang bergabung di PP PBSI untuk membantu menyiapkan tim ke Olimpiade Paris 2024.