Sandro Tonali dan Newcastle United datang ke Stadion San Siro, markas AC Milan, dengan kenangan masa lalu. Mereka ingin memulai kisah baru yang lebih indah.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
AP/BRYNN ANDERSON
Gelandang Newcastle United, Sandro Tonali, menyundul bola pada laga uji coba di Atlanta, Amerika Serikat, Rabu (26/7/2023).
Gelandang ternama Italia, Sandro Tonali, berkunjung ke Milanello, markas latihan AC Milan, pekan lalu. Dia mengunjungi bekas ”rumahnya” itu untuk pertama kali setelah didepak Milan pada musim panas lalu.
Tonali datang ke Milanello dalam rangka persiapan bersama tim nasional sepak bola Italia. Kebetulan, tempat itu dijadikan kamp latihan timnas. Kembalinya sang gelandang pun disambut pendukung dan staf Milan. Dia juga sempat mengobrol santai dengan Pelatih Milan Stefano Pioli.
Pemain berusia 23 tahun itu seperti ditakdirkan tidak ”jauh-jauh” dari Milan. Newcastle, klub barunya, lolos ke Liga Champions Eropa untuk pertama kali pada musim ini setelah absen dua dekade. Entah bagaimana takdir bekerja, undian mempertemukan Newcastle dengan Milan di fase grup.
Dua tim itu akan bersua dalam laga pembuka penyisihan grup di Stadion San Siro, Milan, Selasa (19/9/2023) malam WIB. Tonali datang lagi, tetapi kali ini sebagai musuh publik Milan. Dia sempat dikhawatirkan tidak bisa tampil akibat cedera paha saat jeda internasional. Namun, Manajer Newcastle Eddie Howe memastikan cederanya itu tidak serius.
AFP/PAUL ELLIS
Gelandang Manchester City, Mateo Kovacic (kanan), dibayangi gelandang Newcastle United, Sandro Tonali (kiri) dan Bruno Guimaraes, dalam pertandingan Liga Inggris di Stadion Etihad, Manchester, Minggu (20/8/2023) dini hari WIB.
Tonali tampak di bangku cadangan saat Newcastle menghadapi Brentford di Liga Inggris, Sabtu lalu. Howe sengaja mengistirahatkan sang gelandang. ”Kami tidak ingin mengambil risiko (dengan memainkannya), kecuali dia sangat dibutuhkan untuk tampil. Kami sedang ingin membuatnya bisa tampil di laga selanjutnya (versus Milan),” ujar Howe.
Terlepas dari bumbu kisah masa lalu, reuni Tonali dan Milan mengundang dilema bagi kedua belah pihak. Ia tidak pernah ingin meninggalkan klub impiannya itu. Dia selalu bercita-cita menjadi bandiera atau ikon klub, seperti Paolo Maldini dan Alessandro Nesta, hingga pensiun.
Dalam setahun terakhir sebelum kepindahannya, menurut La Gazzetta dello Sport, Tonali menyampaikan tidak akan hengkang dalam empat kesempatan berbeda. Dia bahkan rela gajinya dipangkas agar tetap bertahan di Milan. ”Saya ingin bersama tim ini selamanya dan menjadi bandiera,” ucapnya pada Desember 2022.
Saya tidak percaya itu sudah 20 tahun lalu, juga tidak mengira akan menjadi laga tandang terakhir Newcastle. Sekarang, kami kembali lagi ke San Siro.
Namun, Milan tidak kuasa menolak tawaran 70 juta euro (Rp 1,14 triliun) dari Newcastle. Loyalitas dan komitmen Tonali tergadai di tengah godaan dana segar dan besar. Alhasil, pemain yang sudah 131 kali tampil membela Milan itu akan datang ke San Siro dengan kombinasi cinta dan benci. Motivasinya bisa berlipat ganda atau justru terkuras.
AFP/MARCO BERTORELLO
Gelandang Sandro Tonali saat membela AC Milan jelang semifinal Liga Champions Eropa, Senin (15/5/2023).
Di sisi lain, skuad Milan sedang gamang setelah ditaklukkan rival sekotanya, Inter Milan, 1-5, akhir pekan lalu. Mereka mulai tersadar, uang tidak bisa membeli segalanya. Meskipun mendapatkan dana segar untuk membeli banyak pemain dari penjualan Tonali, hasilnya belum terlihat. Milan terlihat jelas kehilangan sosok jenderal di lapangan tengah.
Tonali, pemegang rekor transfer termahal untuk pemain Italia, sudah dijuluki gabungan dari gelandang legendaris Milan, Gennaro Gattuso dan Andrea Pirlo, sejak didatangkan pada tahun 2020. Dua musim terakhir, dia mengantar Milan juara Liga Italia dan lolos semifinal Liga Champions. ”Rossoneri” kembali ke masa jaya yang sempat lama tidak dirasakan.
Di San Siro, Newcastle juga punya kisah masa lalu. Tempat itu menjadi lokasi laga tandang terakhir Newcastle di Liga Champions, yaitu musim 2002-2003, sebelum absen dua dekade terakhir. Saat itu, dipimpin striker legendaris, Alan Shearer, Newcastle menahan Inter Milan, 2-2.
”Saya tidak percaya itu sudah 20 tahun lalu, juga tidak mengira akan menjadi laga tandang terakhir Newcastle. Sekarang, kami kembali lagi ke San Siro. Hasilnya, ketika itu, memang kurang baik, tetapi euforianya sangat besar,” ujar Shearer, yang mencetak dua gol saat itu, kepada The Athletic.
Era baru
Newcastle, yang dipimpin Tonali, akan memulai era baru di Liga Champions. Perjalanan tim asuhan Howe itu tidak mudah karena sudah dinanti jebakan grup ”neraka”. Selain Milan, mereka juga akan berebut dua tiket ke babak 16 besar dengan Paris Saint-Germain dan Borussia Dortmund.
Namun, menurut bek Newcastle, Fabian Schar, para pemain timnas sama sekali tidak khawatir dengan persaingan itu. ”Kami menyaksikan undian grup bersama-sama. Kami tahu perjalanan akan sulit, tetapi saya hanya melihat kebahagiaan (para pemain) untuk berada di sana. Kami sudah dinanti laga yang menarik. Jadi, nikmati saja,” ujarnya.
Tonali dan Newcastle pun berada dalam lembar yang sama. Mereka sama-sama datang untuk memulai kisah baru dan melupakan masa lalu. Kesamaan tujuan itu bisa menambah dalam luka Milan. Bayangkan jika Milan kalah. Sudah tenggelam dalam krisis, mereka juga ditampar kenyataan kehilangan bandiera masa depan.
Pesepak bola legendaris Italia, Alessandro Del Piero, pernah berkata saat mendampingi Juventus di masa-masa sulit bahwa pria sejati tidak akan meninggalkan perempuannya di belakang. Tonali telah memberikan segalanya, tetapi dia yang dicampakkan oleh sang ”wanita”. Dia tidak bisa berbuat banyak di tengah industri serba uang nan kejam.
Sejarah sering berulang. Pada dekade lalu, Pirlo juga dibuang dari Milan ke Juventus. Bukannya tenggelam, dia justru mengalami kebangkitan. Pirlo dan Tonali sama-sama berasal dari klub Brescia. Mereka hidup dengan ambisi dan mimpi yang sama di Milan. Kini, giliran Tonali yang mungkin menampar balik realitas kejam itu. (AP/REUTERS)