Pendekatan baru yang diterapkan Luciano Spalletti di timnas Italia membawa angin segar. Momentum positif usai kemenangan atas Ukraina perlu terus dia jaga untuk mengembalikan lagi citra “Azzurri”
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
MILAN, RABU – Luciano Spalletti merasakan kemenangan perdana sebagai pelatih baru Italia. Keraguan terhadapnya sempat muncul ketika Italia ditahan imbang Makedonia Utara. Namun, kemenangan penting 2-1 atas Ukraina pada kualifikasi Piala Eropa 2024, di Stadion San Siro, Milan, Selasa (12/9/2023) memercikan kembali angan terhadap kejayaan Italia di masa lalu. Spalletti mengimplementasikan pendekatan baru ke dalam tim.
Seisi skuad timnas Italia saat ini sedang diliputi rasa percaya diri tinggi setelah sempat berada di titik terendah. Meski sukses menjuarai Piala Eropa 2020, performa dan citra timnas Italia belum sepenuhnya pulih setelah kegagalan lolos ke Piala Dunia Qatar 2022. Saat itu, Italia takluk 0-1 dari Makedonia Utara di semifinal playoff Piala Dunia Zona Eropa.
Saat sedang berusaha mengembalikan performa, timnas Italia kehilangan nakhoda seiring pengunduran diri Roberto Mancini sebagai pelatih. Tidak butuh waktu lama, Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) menunjuk mantan pelatih Napoli, Luciano Spalletti, sebagai pengganti Mancini. Ia diharapkan bisa kembali membawa Italia berjaya seperti dulu.
Akan tetapi, Makedonia Utara kembali menjadi batu sandungan bagi Spalletti dalam membuktikan dirinya adalah pelatih yang layak menangani Azzurri. Spalletti gagal melewati adangan Makedonia Utara di laga debutnya sebagai pelatih Italia. Kedua tim bermain imbang 1-1.
Hasil imbang tersebut membahayakan kans Italia melaju ke Piala Eropa 2023 di Jerman. Italia tercecer di peringkat ketiga Grup C, di bawah Inggris dan Ukraina. Padahal, hanya dua tim teratas yang akan meraih tiket lolos ke Piala Eropa. Memori buruk kembali mencuat karena, sebagaimana Mancini, Spalletti juga tidak mampu membawa Italia mengalahkan Makedonia Utara. Banyak pihak kemudian meragukan kapabilitas Spalletti dalam menangani timnas Italia.
Akan tetapi, Spalletti seakan hendak membuktikan bahwa dirinya hanya perlu waktu untuk segera bangkit dan menemukan formula terbaik bagi timnya. Meski belum sempurna, kemenangan 2-1 atas Ukraina di Stadion San Siro, Milan, Italia, membersitkan harapan baru kebangkitan Azzurri di era kepelatihannya.
Spalletti bukanlah sosok pelatih yang minim inovasi dan mau menerima kritik. Segera setelah hasil kurang memuaskan melawan Makedonia Utara, ia mengubah susunan pemain mula di laga melawan Ukraina. Spalletti membuat lima perubahan dengan memainkan Giacomo Raspadori, Nicolo Zaniolo, Giorgio Scalvini, Manuel Locatelli, dan Davide Frattesi sebagai pemain mula.
Buah perubahan
Perubahan pilihan pemain mula itu berhasil setelah Frattesi memastikan kemenangan Italia melalui dua golnya yang dicetak di babak pertama. Ukraina hanya mampu membalas melalui gol Andriy Yarmolenko.
Beberapa hal berubah di bawah pelatih baru dan kami perlu beradaptasi.
Mendapat kesempatan bermain sejak menit awal, Raspadori menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pemecah konsentrasi barisan belakang Ukraina. Sedangkan, Locatelli menjadi pemain terbanyak yang melepaskan umpan ke area sepertiga akhir permainan Ukraina dengan 16 operan.
“Beberapa hal berubah di bawah pelatih baru dan kami perlu beradaptasi. Kami bekerja dengan baik selama beberapa hari terakhir dan harus melanjutkannya agar kami siap musim panas mendatang,” ujar Scalvini, dikutip dari Football Italia.
Spalletti dikenal sebagai pelatih yang menyukai filosofi sepak bola menyerang, bahkan di Italia yang mengagungkan seni dalam bertahan. Spalletti mencoba mengulangi kisah suksesnya bersama Napoli di timnas Italia. Di Napoli, filosofi permainan yang dipegang teguh oleh Spalletti adalah sepak bola menyerang yang ditopang pemain-pemain lincah di sektor sayap. Formasi favoritnya di Napoli adalah 4-3-3.
Pendekatan itu relatif sama dengan Mancini yang kerap menggunakan formasi serupa. Meski mengusung filosofi menyerang, Spalletti juga memberi perhatian khusus terhadap pertahanan dan hal inilah yang membedakannya dengan Mancini. Scalvini mengungkapkan, Spalletti berkali-kali menekankan apa yang disebutnya sebagai penjagaan preventif. Konsep ini merujuk pada taktik untuk membagi tugas pemain belakang untuk naik dan menjaga penyerang lawan.
Sedangkan, dalam pendekatan bertahan Mancini, para gelandang harus turun untuk mengisi pos bek sayap ketika menghadapi serangan balik. Ini agak menyulitkan para gelandang yang juga dituntut berada serapat mungkin dengan lini depan saat melancarkan pressing kepada lawan yang sedang menguasai bola.
“Pelatih (Spalletti) mengatakan ketika kami melakukan serangan, jangan diam di belakang dengan penyerang lawan. Namun, dorong satu ke atas dan satu lagi berjaga lebih dalam, sehingga kami bisa mengantisipasi umpan dan ada yang melindungi. Ketika melawan Makedonia Utara, dan juga saat ini, penjagaan preventif penting untuk memastikan kami tidak membiarkan serangan balik. Namun juga agar kami dapat terus memberikan tekanan pada lawan,” tutur Scalvini.
Momentum positif ini wajib terus dijaga Spalletti agar bisa membawa Italia kembali pada kejayaannya. Inovasi perlu terus dia lakukan mengingat di era sepak bola modern, tim-tim bisa begitu cepat menemukan antiformula dari satu taktik yang sudah mapan. Laga kualifikasi Piala Eropa menghadapi Malta dan Inggris akan menjadi panggung pembuktian berikutnya dari Spalletti.