Jepang (Masih) Cahaya Asia
Dalam Piala Dunia FIBA 2023, jargon supremasi Jepang di masa peperangan kembali relevan setelah berpuluh-puluh tahun.
Piala Dunia FIBA 2023 yang digelar di tiga negara Asia telah rampung. Sekilas, hasilnya masih sama seperti edisi sebelumnya, 2019, ketika tim-tim Asia tidak bisa berbicara banyak. Terbukti masih tidak ada satu pun perwakilan Asia yang lolos dari babak pertama setelah berselang empat tahun.
Namun, persepsi itu sedikit berubah di Stadion Okinawa Arena, Jepang. Tim tuan rumah Jepang membuat gaung tim Asia agak berbunyi. Meskipun tidak lolos babak kedua, mereka berhasil mengalahkan tim ”kuda hitam” Eropa, Finlandia, yang dipimpin bintang NBA, Lauri Markkanen, 98-88.
Sebagai konteks, tidak ada tim Asia yang mampu mengalahkan tim dari Benua Eropa atau Benua Amerika dalam pergelaran sebelumnya di China. Mereka hanya bisa menang melawan sesama tim Asia atau dari Afrika. Jepang, peringkat ke-36 dunia, mendobrak stigma bahwa tim-tim Asia hanya pelengkap turnamen.
Bukan hanya itu. Dipimpin pelatih asal Inggris, Tom Hovasse, Jepang kembali unjuk gigi di klasifikasi peringkat ke-17 sampai 32. Mereka menang lagi atas tim peringkat ke-17 dunia dari Amerika Selatan, yaitu Venezuela. Total, tim berjuluk ”Akatsuki” itu mencatat tiga kemenangan, termasuk atas Tanjung Verde di laga pamungkas.
Jepang pun berhak lolos langsung ke Olimpiade Paris 2024 sebagai tim Asia terbaik di Piala Dunia. ”Kami telah menunjukkan ke dunia apa yang bisa dilakukan tim ini. Sekarang kami ada dalam radar semua orang. Itu adalah langkah besar. Kami akan menatap Paris dengan pemain muda yang siap bersinar,” kata Hovasse.
Jepang pun berhak lolos langsung ke Olimpiade Paris 2024 sebagai tim Asia terbaik di Piala Dunia.
Di basket dunia, Asia selalu dianggap rendah karena kalah postur. Padahal, realitasnya, pemain Jepang terbaik sepanjang turnamen adalah Yuki Kawamura (22) dengan tinggi hanya 172 sentimeter. Dia mencetak 25 poin dan 9 asis versus Finlandia dan 19 poin dan 11 asis versus Venezuela.
Baca Juga: Jerman Juara Dunia Sebenarnya
Jangankan menandingi guard tim-tim Eropa, tinggi Kawamura bahkan termasuk kecil untuk ukuran tim Asia. Lihat saja guard utama tim nasional Indonesia, Yudha Saputera (176 sentimeter), yang lebih tinggi. Namun, semua tidak relevan karena Kawamura begitu cerdik, cepat, kuat, dan punya teknik mumpuni.
Hovasse beradaptasi dengan keunggulan tim asuhannya, bukan menangisi sesuatu yang tidak mereka miliki. Permainan Jepang pun mengandalkan tempo tinggi, banyak dribel cepat ke area dalam dan tembakan jauh. Gaya itu sejalan dengan basket modern yang sangat cepat dan bergantung pada penembak jauh.
Cahaya Jepang
Pertanyaan terbesarnya, dari mana pemain-pemain Jepang berasal? Faktanya, hanya tiga pemain yang tampil di Amerika Serikat. Yuta Watanabe bermain di NBA bersama Phoenix Suns. Yudai Baba di tim NBA G-League bersama Texas Legends. Keisei Tominaga di liga kampus NCAA bersama Nebraska Cornhuskers.
Sisanya bermain di kompetisi lokal Jepang, B.League. Termasuk Kawamura (Yokohama B-Corsairs) dan pemain naturalisasi Josh Hawkinson (Shinshu Brave Warriors). Adapun liga di Negeri Matahari Terbit itu sangat berjenjang, dari divisi 1, divisi 2, sampai divisi 3 atau semi-profesional.
Liga sangat kompetitif karena setiap tim boleh menggunakan tiga pemain asing. Dengan bayaran bisa mencapai 1 juta dollar AS setahun, banyak pemain top yang datang. Beberapa pemain timnas Australia dan Filipina berlabuh di B.League, banyak juga berasal dari AS, salah satunya mantan pemain NBA, Ekpe Udoh.
Saking kompetitifnya, mantan pemain asing top dari klub Indonesia CLS Knights, Maxie Esho, saja hanya masuk ke klub divisi 3. Para pelatih juga datang dari berbagai belahan dunia. Pelatih asal Kanada, Roy Rana, mantan asisten pelatih tim NBA Sacramento Kings, menukangi Kyoto Hannaryz setahun terakhir.
Baca Juga: Pembuktian Benua Eropa dan Amerika
Pemain andalan timnas Filipina, Ray Parks Jr, mengatakan, dari ekosistem liga yang baik tercipta para pemain hebat. ”Mereka menggunakan tiga impor. Level kompetisi naik. Semakin baik liga, para pemain lokal juga akan terangkat. Semua meningkat. Itu bagusnya mereka tidak takut berkompetisi,” katanya dalam siniar Let it Fly.
Di divisi 1, terdapat 24 tim yang akan berlaga sebanyak 60 kali di musim reguler. Para pemain lokal pasti mendapatkan kesempatan. Meskipun tidak banyak menit bermain, mereka juga masih bisa menimba ilmu di latihan dengan para pemain asing dan pelatih top.
Siapa sangka, B.League yang sudah sangat matang ternyata baru berdiri pada 2016. Sebelum liga itu hadir, basket Jepang penuh dengan masalah. Mereka punya banyak tim dan liga, tetapi sedikit penonton. Sampai FIBA sempat memberikan sanksi tidak boleh ikut kejuaraan internasional pada 2014 karena tidak bisa menyatukan liga.
Baca Juga: Laga yang Mengempas Sang Juara
B.League berasal dari merger antara National Basketball League dengan BJ League. Buah hasil liga yang sehat itu terlihat dengan kelolosan mereka pertama ke Olimpiade tahun depan. Tanpa jalur tuan rumah, Jepang baru bisa lolos lagi ke ajang multicabang terbesar itu sejak terakhir 1976.
Pertanyaan selanjutnya, apakah negara seperti Indonesia bisa mengikuti langkah serupa? Bisa saja jika ada niat, keseriusan, dan konsistensi untuk membangun basket nasional. Jika tidak mulai berbenah, Indonesia hanya akan menjadi penonton di ajang basket dunia selama-lamanya.