Jerman menggapai final untuk pertama kali dalam sejarah dengan catatan sempurna. AS dipastikan gagal dua kali beruntun di Piala Dunia.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
MANILA, JUMAT – Jerman sangat memahami. Cara terbaik mengalahkan tim unggulan teratas Amerika Serikat adalah dengan mengeksploitasi titik lemah lawan di pertahanan. Dipimpin guard Andreas Obst, Jerman mengeksekusi rencana itu dengan sempurna dan sukses menciptakan sejarah baru seusai semifinal Piala Dunia FIBA 2023.
Jerman memastikan langkah ke partai puncak setelah menaklukkan AS 113-111 dalam semifinal dramatis di Stadion Mall of Asia Arena, Manila, Filipina, Jumat (8/9/2023). Selain menciptakan kejutan, pencapaian tim peringkat ke-11 dunia itu lebih sempurna karena lolos ke final dengan catatan belum terkalahkan sepanjang turnamen, 7-0.
“Ini grup yang spesial dan kemenangan bersejarah untuk Jerman. Saya tidak tahu harus berkata apa, selain kami masih punya satu laga (final). Ini baru musim panas kedua saya bersama tim nasional. Tetapi yang lain sudah punya pengalaman bertahun-tahun. Senang bisa bertumbuh bersama mereka,” kata forward Jerman Franz Wagner.
Skuad AS yang dipenuhi bintang-bintang NBA hanya bisa meratapi kegagalan. Mereka kalah hanya dengan 2 poin karena tidak disiplin dalam bertahan. “Itu adalah inti dari kekalahan kami. Kami tidak mampu membuat mereka merasakan (presensi) pertahanan kami,” kata Pelatih Kepala AS Steve Kerr dalam konferensi pers.
Bagi Jerman, tidak ada pilihan lain selain mengeksekusi serangan dengan sempurna selama 40 menit. Seperti diketahui, AS merupakan satu-satunya tim dengan produktivitas rerata lebih dari 100 poin. Angka itu berbicara, tidak mungkin meredam serangan mereka. Bahkan, ketika kalah dari Lithuania, AS masih mencetak 104 poin.
Bagi Jerman, tidak ada pilihan lain selain mengeksekusi serangan dengan sempurna selama 40 menit.
Pelatih Kepala Jerman Gordie Herbert menyadari, harus mencetak poin lebih dari 100 poin untuk menang. Mereka pun tancap gas dari awal dengan sudah unggul 33-31 di kuarter pertama. Tiga pemain Jerman, yaitu Obst (24 poin), Franz Wagner (22 poin), dan Daniel Theis (21 poin) sudah menemukan ritme sejak tepis mula.
Obst paling istimewa. Pemain 27 tahun asal klub Bayern Muenchen itu menjadi tanda tanya tidak terjawab untuk pertahanan AS. Saat dilepas, dia menembak tiga angka. Ketika ditempel di area luar, dia menerobos ke area dalam. Berkali-kali, dia juga memfasilitasi rekan-rekannya yang berujung 6 asis.
Jerman sempat mengalami situasi krisis di menit terakhir, hanya unggul tipis 108-107. Di tengah kejaran AS, Obst menciptakan tembakan tiga angka dari area sudut. Sulit menghentikannya yang sedang “wangi”. Akurasi tembakan keseluruhannya mencapai 54,5 persen, termasuk 4 masuk dari 8 percobaan tiga angka.
“Buat saya, dia (Obst) adalah salah satu penembak terbaik di (Piala Dunia) FIBA. Dia juga bisa melakukan banyak hal selain menembak, seperti yang Anda lihat malam ini. Dia bisa menerobos, membuat situasi (untuk pemain lain). Hal terpenting juga Andy membuka ruang untuk Dennis Schroder dan Wagner,” kata Herbert.
Guard Jerman yang bermain di NBA, Schroder, juga tampil cemerlang dengan sumbangan 17 poin dan 9 asis. “Saya memberikan kredit pada Schroder. Dia sulit untuk dijaga karena sangat cepat. Sementara itu, Obst selalu bisa menemukan celah di pertahanan kami. Dia mengatur ritme tim,” jelas Kerr.
Serangan AS, dipimpin Anthony Edwards (23 poin) dan Austin Reaves (21 poin), selalu bisa menghasilkan poin dengan mudah. Di kuarter keempat, mereka bisa menipiskan ketinggalan 10 poin jadi 1 poin hanya dalam tiga menit. AS unggul 27-19 di kuarter terakhir. Hanya saja, upaya itu tidak cukup karena ketinggalan dua digit di awal kuarter.
Kesempatan kedua
Jika melihat catatan statistik sekilas, kekalahan AS cukup janggal. Mereka jauh lebih efisien dalam seluruh faktor serangan dibandingkan Jerman. Mulai dari akurasi tembakan total (58,5 persen - 57,7 persen), akurasi tiga angka (48 persen - 43,3 persen), bahkan tembakan bebas (95,8 persen - 81,8 persen).
Pembedanya adalah volume tembakan. Jerman menembak lebih banyak dibandingkan AS, 71 - 65. Semua berkat agresivitas dan keunggulan fisik skuad Jerman di area dalam. Mereka mencatat 12 kali offensive rebound yang berujung jadi 25 poin di kesempatan kedua penguasaan, saat AS hanya mendulang 8 poin dari 7 offensive rebound.
Jerman memanfaatkan keunggulan bermain dengan center murni, yaitu Theis. AS dengan sistem “bola kecil (small ball)” atau tanpa center murni, memang bisa bermain lebih cepat. Namun, mereka gagal mengantisipasi keunggulan lawan di area dalam. Theis mampu mencatat 3 offensive rebound atau terbanyak dalam laga.
Adapun Theis mencatatkan total 21 poin dan 7 rebound sendirian. Jumlah itu lebih banyak dari kombinasi tiga pemain “besar” AS yang ditugaskan di area dalam, yaitu Jaren Jackson Jr, Paolo Banchero, dan Bobby Portis Jr, yang total hanya menyumbang 19 poin dan 7 rebound.
Di final, Jerman akan berhadapan dengan tim Eropa lain, yaitu Serbia. Adapun dua tim asal Benua Amerika, AS dan Kanada, sama-sama tumbang di semifinal. Kerr berkata, basket dunia telah jauh berbeda. “Ini bukan lagi 1992. Para pemain semakin bagus di seluruh dunia, begitu juga tim-tim di luar sana. Tidak mudah jadi juara dunia,” pungkasnya.