Dua laga semifinal akan membuktikan pendekatan bermain siapa yang lebih unggul, tim-tim dari Benua Amerika atau Benua Eropa.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
MANILA, KAMIS — Dua tim Benua Amerika, Amerika Serikat dan Kanada, ditantang sepasang tim Benua Eropa, Jerman dan Serbia, di semifinal Piala Dunia FIBA 2023. Gaya main berbanding terbalik kedua benua itu akan berbenturan. Amerika mengandalkan keunggulan individu, sedangkan Eropa mengutamakan fundamental.
Skuad AS dan Kanada terkait erat dengan NBA. Semua pemain AS tampil di NBA. Adapun tujuh pemain Kanada, negara tetangga AS, bermain di liga terpopuler dunia itu. Pendekatannya pun nyaris sama. Permainan tim mengandalkan individu pemain yang punya keunggulan atletis dan bakat fisik bawaan.
Berbeda dengan negara-negara Eropa yang lebih mengandalkan keterampilan dan kolektivitas. Legenda basket Kobe Bryant pernah berkata, dasar-dasar bermain basket para pemain Eropa sangat kuat karena dilatih sejak kecil. Mereka memahami cara paling efektif dalam penerapan teknik dasar hingga sistem. Efisiensi menjadi kuncinya.
Pertarungan dari dua kutub itu akan tersaji di Stadion Mall of Asia Arena, Manila, Filipina, Jumat (8/9/2023). Kanada, dipimpin bintang NBA, Shai Gilgeous Alexander, akan bertemu dengan Serbia pada pukul 15.45 WIB. Selanjutnya, AS ditantang Jerman yang belum terkalahkan sepanjang turnamen.
Kanada tengah dalam motivasi tertinggi setelah menembus semifinal untuk pertama kali. Mereka beruntung memiliki Shai, calon terkuat peraih ”Most Valuable Player”. Dengan sumbangan rerata 25 poin, 7,2 rebound, dan 5 asis, dia berkali-kali memimpin tim berjaya. ”Shai adalah kepala ular (untuk kami),” kata forward Kanada, RJ Barrett.
Kanada mulai dijuluki sebagai pembunuh tim Eropa. Empat tim Eropa ditaklukkan, antara lain, juara bertahan Spanyol, Perancis, dan terakhir Slovenia. Semuanya tidak lepas dari ”kedinginan” Shai. Guard asal klub Oklahoma City Thunder itu selalu mencetak minimal 27 poin di semua laga tersebut.
Namun, Shai dan rekan-rekan tidak bisa lagi menggunakan cara seperti saat menumbangkan Slovenia di perempat final. Luka Doncic, pemain andalan Slovenia, diincar sepanjang laga. Doncic sampai frustrasi hingga diusir dari lapangan karena memprotes wasit berlebihan. Tanpa Doncic, Slovenia hanyalah tim medioker.
Serbia berbeda. Bogdan Bogdanovic dan rekan-rekan adalah wujud sebenarnya tim Eropa. Mereka berstatus tim paling efisien di Piala Dunia dengan akurasi tembakan total 55 persen, di atas Kanada (50 persen). Sebanyak delapan pemain rerata menyumbang lebih dari 8 poin. Bogdanovic memimpin dengan 18,8 poin.
Tanpa megabintang NBA, Nikola Jokic, yang mundur sebelum Piala Dunia, Serbia justru semakin kolektif dan tidak terbaca. Terbukti, Serbia merupakan tim semifinalis pencatat asis terbanyak, rerata 26,2 kali, dengan rasio turnover paling rendah. Efisiensi tim tidak lepas dari perputaran bola dan pergerakan dinamis.
”Motto kami adalah semua untuk satu dan satu untuk semua. Semua pemain sangat penting untuk tim. Keahlian terbesar kami adalah mencari sisi baik dan menutupi sisi buruk,” kata Pelatih Kepala Serbia Svetislav Pesic seusai menumbangkan Lituania, satu-satunya tim yang menang atas AS, di perempat final.
Pertahanan pun akan menjadi kunci kedua tim untuk meraih tiket ke final. Pelatih Kepala Kanada Jordi Fernandez cukup tenang jika berbicara soal bertahan. Kanada punya duo pemain spesialis bertahan dari NBA, Dillon Brooks dan Luguentz Dort. ”Kami punya penjaga perimeter terbaik di kompetisi ini,” ujar Fernandez.
Motto kami adalah semua untuk satu dan satu untuk semua. Semua pemain sangat penting untuk tim. Keahlian terbesar kami adalah mencari sisi baik dan menutupi sisi buruk.
Bagi Serbia, Shai harus diredam. Mereka harus bisa menghentikan Kanada untuk memulai serangan balik. Tidak ada tim yang lebih baik dalam transisi serangan balik atau fast break dibandingkan dengan mereka. Serbia mencatat rerata 21,8 poin dari fast break atau 22 persen dari total 98,2 poin per laga.
Hujan poin
AS ditakuti karena keunggulan individu. Mereka tercatat sebagai tim paling produktif dengan rerata 101,2 poin. Tidak ada tim lain yang mencetak rata-rata sampai tiga digit poin. Semua berkat para pencetak poin ulung, antara lain Anthony Edwards (17,3 poin), Mikal Bridges (12,2 poin), dan Austin Reves (11 poin).
Jerman, satu-satunya tim yang belum terkalahkan (6-0), akan kesulitan meredam produktivitas AS. Bahkan, saat kalah dari Lituania, AS masih mencetak 104 poin. Cara terbaik mengalahkan tim asuhan pelatih Steve Kerr adalah mencetak poin lebih banyak. Jerman punya kesempatan jika semua pemain berperan optimal.
Jerman mampu mencetak 100 poin pada tiga dari enam pertandingan. Hanya saja, para pemain mereka masih inkonsisten. Di perempat final versus Latvia, misalnya, mereka hanya mencetak 81 poin. Mesin skor utama tim Dennis Schroder hanya mencetak 9 poin dengan akurasi tembakan sangat buruk, 15,4 persen (4-26).
Namun, semua kembali lagi ke motivasi skuad AS. Mereka bisa bertahan dengan sangat baik ketika termotivasi, seperti saat melumat Italia, 100-63, di perempat final. Mereka memperlihatkan keseriusan dalam bertahan karena tidak ingin lagi dipermalukan setelah kalah dari Lituania. Jika bisa mengulangi, AS sulit disentuh.
”Bermain di level tertinggi dengan agresif. Itu yang kami butuhkan untuk mengalahkan Jerman. Mereka sangat bagus, bisa dibilang tim terbaik di turnamen ini. Mereka belum pernah kalah. Tim itu dilatih dengan sangat baik dan tangguh dari sisi fisik,” ujar Kerr, seperti dikutip Eurohoops.