Shai Gilgeous-Alexander membuktikan diri sebagai "guard" paling berharga di dunia saat ini. Ia melampaui "guard" paling diidolakan di Piala Dunia FIBA, yaitu Luka Doncic.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
MANILA, RABU – Kurang adil jika menyebut kemenangan tim Kanada atas Slovenia sama dengan keunggulan Shai Gilgeous-Alexander atas Luka Doncic. Namun, terlepas dari hasil perempat final Piala FIBA 2023 itu, Shai sudah memperlihatkan dirinya sebagai jenderal lapangan yang lebih baik dan dewasa dibandingkan Doncic.
Kanada memastikan langkah ke semifinal Piala Dunia 2023 setelah menaklukkan Slovenia, 100 - 89, di Stadion Mall of Asia Arena, Manila, Filipina, Rabu (6/9/2023) malam. Sorotan laga itu tertuju pada dua guard terbaik di musim reguler NBA teranyar, Shai (25) dan Doncic (24). Seperti dugaan, keduanya bersinar.
Doncic, di hadapan publik Manila yang berpihak padanya, menyumbang 26 poin, 4 rebound, dan 5 asis selama hampir setengah jam bermain. Shai mencatat 31 poin, 10 rebound, dan 4 asis selama bermain 36 menit 16 detik. Shai lebih produktif dan efisien, tetapi catatan individu serta hasil tim tidak bisa dijadikan patokan mutlak.
Kualitas kedua tim terpisah jauh. Materi Kanada lebih merata. Shai dibantu enam pemain NBA, sementara Doncic adalah satu-satunya pemain NBA dalam timnya. Shai dibantu RJ Barrett (24 poin), Dillon Brooks (14 poin), dan Nickeil Alexander-Walker (14 poin). Adapun Doncic nyaris hanya mengandalkan bantuan Klemen Prepelic (22 poin).
Diusir dari lapangan
Ada satu hal yang membedakan kedua guard NBA All-Star itu. Shai menyudahi laga dengan sempurna, saat Doncic keluar di tengah pertarungan. Doncic diusir dari lapangan saat laga masih menyisakan enam menit lebih. Slovenia tertinggal 77-92. Dia menerima technical foul kedua setelah bertepuk tangan untuk merespons keputusan wasit.
Doncic frustrasi karena terlalu banyak pelanggaran yang merugikan timnya. Dia sudah sering memprotes wasit sepanjang laga. Siapa sangka, tanpa Doncic, Slovenia sempat memangkas ketinggalan sampai sisa satu digit 85-94. Sayangnya pemain berjuluk “Luka Magic” itu tidak ada di lapangan lagi. Percikan Slovenia pun redup tanpa sisa.
“Mereka punya salah satu pemain terbaik di dunia, sangat sulit menjaga dia,” kata Doncic tentang Shai. “Semua orang tahu apa yang membuat saya frustrasi. Selalu emosional bermain untuk tim nasional. Saya sering bermasalah karena kehilangan kontrol. Saya tahu komplain terlalu banyak, tetapi itu karena wasit kurang adil,” tambahnya dalam konferensi pers.
Tidak ada yang meragukan kemampuan Doncic dalam mengolah bola. Namun, emosinya kembali merugikan tim. Sifat temperamen itu sudah terlihat sepanjang musim di klub Dallas Mavericks. Di NBA musim lalu, Doncic termasuk dalam lima pemain yang terkenal technical foul terbanyak. Mayoritas karena protes berlebihan ke wasit.
Shai mengatakan, mereka sudah berniat untuk “mematikan” Doncic. “Kami ingin menyulitkannya selama 40 menit, bertarung fisik sepanjang laga. Anda tahu, jika dia panas, semua akan berubah begitu cepat. Intinya, kami hanya fokus terhadap apa yang bisa membuat tim menang. Apa pun itu,” ujar Shai pada SportsNet.
Shai tampil tenang
Berbanding terbalik dengan Doncic, Shai begitu tenang memimpin Kanada sejak tepis mula. Dia hanya fokus menembak, membagi bola, dan bertahan. Tidak pernah terpancing situasi di tengah laga yang sengit selama dua kuarter awal. Adapun Kanada sempat ditahan imbang Slovenia di paruh pertama 50-50.
Di kuarter terakhir, Kanada sempat mengalami ketidakpastian setelah Brooks diusir wasit. Dia juga terkena technical foul kedua, tepat sebelum Doncic, karena selebrasi berlebihan. Brooks merupakan salah satu pemimpin paling vokal dalam tim. Di tengah situasi itu, Shai mengambil alih kepemimpinan timnya. Selain mencetak poin, dia juga memperlambat ritme.
Semua bisa melihat apa yang bisa dilakukan Shai. Dia tidak hanya mencetak poin, tetapi juga membuat rebound, mengatur serangan. (Jordi Fernandez)
Shai bermain sangat efektif. Bintang Oklahoma City Thunder itu tidak memaksa untuk menembak di setiap kesempatan. Dia selalu mencoba untuk menerobos area dalam lawan. Saat terbuka, dia menembak. Saat tertutup, dia memancing pelanggaran atau mengumpan ke rekan-rekannya.
Dengan pengambilan keputusan sangat matang, akurasi tembakan Shai pun sangat efisien, mencapai 67 persen (8-12). Dia juga memasukkan 14 dari 16 percobaan tembakan bebas. Sementara Doncicz yang dikawal ketat Brooks, hanya mencatat akurasi tembakan 40 persen (8-20).
Pahlawan tim
Kedewasan Shai sudah terpancar sejak awal turnamen di Stadion Indonesia Arena, Jakarta. Dalam laga hidup atau mati versus Spanyol di babak kedua, dia juga menjadi pahlawan tim dengan sumbangan 30 poin dan 7 asis. Shai tidak pernah kehilangan kontrol, meskipun Kanada tertinggal nyaris sepanjang laga.
“Semua bisa melihat apa yang bisa dilakukan Shai. Dia tidak hanya mencetak poin, tetapi juga membuat rebound, mengatur serangan. Dia mendominasi semua aspek itu, termasuk juga menjalankan tugas untuk bertahan dengan baik. Dia melakukan semuanya untuk tim,” ujar Pelatih Kanada Jordi Fernandez.
Kanada, tim peringkat ke-15 dunia, berhasil menciptakan sejarah baru. Mereka untuk pertama kali masuk empat besar di Piala Dunia. Sebelum laga tadi, Shai dan rekan-rekan juga sudah memastikan tiket untuk tampil pertama kali di Olimpiade pada tahun depan. Di semifinal, mereka akan berhadapan dengan Serbia.